Selasa, 09 Agustus 2016 16:18
Kapanlagi.com - Laura Lazarus, namanya. Jadi pramugari merupakan impian Laura semasa kecil. Namun menurut tetangga Laura di kawasan kumuh Hayam Wuruk, wanita keturunan Tionghoa ini disarankan memendam cita-cita yang 'hampir' tak mungkin digapainya tersebut.
Dalam kesulitan ekonomi, mental Laura ditempa dengan keras. Laura masa bodoh dengan omongan lingkungannya, sebab dia mendapat dukungan penuh dari orangtua, terutama ibunya. "Jika Tuhan sudah berkehendak, manusia mana yang mampu mencegahnya," kata dari ibunya tersebut yang dipegang teguh Laura.
Sempat menjalani pekerjaan sebagai pelayan restoran dan bagian gudang di sebuah pabrik, Laura yakin hidupnya bisa berubah jika menjadi pramugari. Impiannya terwujud di tahun 2002, Laura diterima menjadi pramugari maskapai 'merah' di usia 19 tahun.
Namun, Laura terlena dengan pekerjaan impiannya. Hubungan dengan ibunda yang selama ini menjadi pendukung utama Laura, memburuk. Sedikit salah paham saja, sudah menjadi pematik kemarahan keduanya. Laura dan ibundanya semakin menjauh.
"Saat itu saya berada di titik jenuh, tak tahu tujuan hidup. Malah ingin segera mengakhiri hidup ini," kata Laura kepada Kapanlagi.com di Jakarta Pusat, beberapa waktu lalu.
Juli 2004, pesawat tujuan Jakarta-Palembang yang diawaki Laura tergelincir beberapa ratus meter dari Landasan Udara Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II Palembang, Sumatera Selatan. Roda pesawat yang mengangkut sekitar 154 penumpang amblas ke lumpur.
"Saat kecelakaan tersebut, beberapa orang luka. Saat saya masuk ke kokpit, muka pilot dan co-pilot sudah pucat. Saya coba menenangkan dan menurunkan penumpang lewat pintu darurat. Saat itu yang ada di otak saya cuma Tuhan dan menurunkan penumpang dengan selamat," kata dia.
Kecelakaan tersebut melecut Laura untuk memperbaiki hubungan dengan ibunda. Laura mempergunakan waktu istirahat terbangnya untuk memanjakan sang bunda. Keinginan ibunya selalu dituruti Laura, sebagai penebus dosanya selama ini.
Cerita hidup Laura berubah drastis saat pesawat Lion Air JT 538 yang diawaki sulung dari dua bersaudara tersebut menghantam pemakaman kawasan bandara Adi Sumarmo, Solo 30 November 2004. "Saya sudah punya firasat enggak enak, dari pilot dan co-pilot hingga teman pramugari saya si Dessy mukanya muram," ungkap dia.
Akibat kecelakaan tersebut, Laura yang duduk di bagian depan pesawat terhempas bersama kursinya hingga sayap. 34 Orang tewas termasuk Dessy dengan luka kepala yang sangat parah. "Padahal Dessy sebentar lagi menikah," jelas dia.
Laura mendengar rintihan memilukan dari penumpang yang terluka. Dia merasa sekujur tubuhnya sakit saat digerakkan dan tak ingat apalagi yang terjadi. "Tubuh saya ditemukan di bawah tumpukan mayat oleh pencari, saya dikira sudah meninggal. Namun tubuh saya memperlihatkan tanda-tanda kehidupan. Akhirnya saya dibawa ke rumah sakit," ujar dia.
Laura menuturkan, awalnya tubuhnya berat dan sakit saat digerakkan kemudian menjadi ringan. "Saya merasa saya ada di rumah. Saya bisa lihat adik saya menangis menonton TV berita kecelakaan itu. Dan ibu saya histeris, mengeluarkan baju-baju saya dari lemari dan dimasukkan dalam bak. Tapi mereka tak bisa mendengar panggilan saya, bahkan saya tak bisa memegang mereka," kata Laura dengan mata berkaca-kaca.
Laura mendengar ada suara yang mengatakan, "Kamu harus kembali, masih ada yang belum kamu ceritakan," kata sosok itu. Laura melihat ada cahaya yang terang sekali, dia pun berjalan menyusuri cahaya tersebut. Laura pun terbangun dari koma selama tiga hari.
Sekujur tubuhnya hancur. Pipi kanan hancur, hingga ditanam logam. Pinggang dan kaki patah. Kaki kanan ada luka menganga dan nyaris membusuk. "Selama beberapa bulan, ibu saya menolak untuk memberikan saya kaca. Hingga suatu saat, saya melihat diri saya sebagai monster menyeramkan," kenang dia.
Atas luka tersebut, dokter di rumah sakit saya menyarankan untuk mengamputasi kaki kanan saya tersebut. Namun ditolak oleh ibunda, dengan uang yang ada, Laura dibawa ke Singapura. "Dokter disana minta disiapkan dana Rp 500 juta," kata dia. Tetapi berdasarkan informasi dari berbagai pihak, Laura dibawa ke Penang, Malaysia.
Hingga kini, Laura sudah melakukan belasan operasi di tubuhnya. Sehari-hari, Laura harus menggunakan dua alat bantu berjalan dan masih menjalani terapi. "Atas kecelakaan tersebut yang hampir merenggut nyawa, saya ikhlas berserah diri kepada Tuhan," kata Laura.
Sempat terpuruk, Laura bangkit sebagai motivator dan menulis beberapa buku best seller. "Saat terpuruk, banyak pikiran negatif menghampiri pikiran. Tapi saya alihkan dengan membersihkan kamar mandi sambil bernyanyi," ungkap dia.
Kini Laura menjabat sebagai CEO perusahaan penerbitan miliknya, Growing Publishing.
(kpl/ded/frs)
Kisah Inspiratif
Ditinggal Sejak Kecil, Ini Kisah Haru Barbie Nouva Bertemu IbunyaKisah Firdaus, Kenek Angkot Yang Jadi Pengusaha Sukses di London
Eks Kru Romy Rafael Beri Doorprize Apartemen di Pernikahannya!
Apa Rahasia Sukses Septian Suryawirawan Hingga Jadi Miliarder?
Septian, Eks Kru Romy Rafael Lulusan SMP yang Kini Jadi Miliarder
Tidak ada komentar:
Posting Komentar