Kamis, 13 Oktober 2016

Ketika Kisah Janda Korban Terorisme Bom Bali Dibukukan

*Perjuangan Ibu Menjadi Tulang Punggung Keluarga

Tragedi Bom Bali telah berlalu. Luka lama yang masih membekas hingga sampai saat ini. Rabu (12/10) menjadi catatan sejarah peringatan bom Bali yang ke-14. Bahkan, Yayasan Isana Dewata (Korban Terorisme Bom Bali) meluncurkan sebuah buku berjudul "Janda-janda Korban Terorisme di Bali (Sebuah Buku Kisah Nyata dari Kejadian Bom Bali) di Beach Walk, Kuta. MADE DWIJA PUTERA, Kuta

ketika-kisah-janda-korban-terorisme-bom-bali-dibukukanLUNCURKAN BUKU – Lina (memegang mik) pengarang buku dan janda korban bom bali (berjajar) saat launching dalam peringatan bom bali ke 14.
MIFTAHUDDIN HALIM/BALI EXPRESS

Menjadi orang tua tunggal sejatinya tidak mudah. Mereka harus menjadi tulang punggung untuk menafkahi anak-anaknya. Mereka adalah 14 janda korban Bom Bali yang masih kuat hingga sekarang untuk menjalani hidup. Bahkan mereka sudah mampu menyekolahkan anak-anaknya hingga ke jenjang perguruan tinggi.

Nah, guna untuk memperingati Bom Bali yang ke-14, akhirnya dipilih 14 janda untuk dibukukan kisah inspiratifnya. 14 janda itu adalah Ni Wayan Sudeni, Wayan Leniasih, Endang Isnanik, Ni Luh Erniati, Ni Wayan Rastini, Nyoman Rencini, Made Kitik, Ni Luh Mendri, Ni Ketut Jontri, Ni Made Ritiasih, Zuniar Nuraini, Ni Wayan Rasni Susanti, Nurlaila, dan Warti.

Kisah mereka ini sangat beragam, menyisakan luka dan trauma berkepanjangan akibat bom Bali tersebut. Salah satunya, Ni Wayan Sudeni dalam buku tersebut dia menerangkan tidak mungkin bisa melupakan kejadian tragis tersebut. Karena suaminya yang bernama I Wayan Sudika korban Bom Bali meninggalkan istri dan anaknya menjelang Hari Raya Galungan. Kini Sudeni tetap bertahan hidup. Dia membuka warung kelontong di Kuta. Sudeni menggantikan posisi suaminya sebagai penyangga keluarga. Namun hingga sekarang ia mampu membesarkan putri semata wayangnya yang bernama Chika.

Begitu juga janda yang lainnya masih tetap kuat bertahan. Namun untuk melupakannya tentu tidk mudah karena sudah menjadi bekas yang abadi dalam dirinya. Bahkan sampai sekarang mereka masih trauma. Ada trauma dengan asap, trauma bakaran, takut kompor, takut melihat perempuan membonceng anak, dan lainnya. Tetapi mereka tegar untuk menjalani hidupnya hingga bertahan sampai saat ini.

"Karena ini 14 tahun (peringatan Bom Bali) kami memilih 14 janda dan meminta kepada mereka untuk siap bercerita. Tapi saat bercerita tidak boleh menangis, " jelas Thiolina F Marpaung yang akrab dipanggil Lina selaku Ketua Tim Penulis buku tersebut saat usai launching, kemarin.

Dia menginginkan pada buku tersebut tidak menunjukkan kesedihan. Melainkan bisa menjadi sebuah kisah nyata inspirasi tentang bagaimana sekelompok janda menjalani hidup dan membesarkan anak-anak mereka dalam situasi sulit. "Karena pada buku ini saya nggak mau jual kesedihan tapi saya mau menunjukkan kepada pembaca, bahwa mereka sebagai wanita tunggal atau kepala keluarga yang masih mampu membawa anak-anaknya ke pendidikan yang lebih tinggi dan sukses," terang perempuan yang juga sebagai sekretaris Paguyuban Isana Dewata ini.

Ia menilai cerita mereka itu masing-masing sangat berbeda. Kebetulan pada buku ini Lina sebagai ketua penulis dan editor. Nah, dari 14 cerita yang dapat dipetik, ketika orang yang membaca harus yakin kalau Tuhan ternyata ada dalam hidup ini. Karena sebelum kejadian bom Bali, ke 14 ibu janda bom Bali ini sudah dikasi tanda. Bahwa hari itu adalah hari terakhir mereka boleh melihat suami mereka. "Cuma mungkin sebagian menganggap itu hal biasa. Tapi saya melihat Tuhan itu baik sekali, " jelasnya.

Dibuatkan buku ini sejatinya tujuannya menggugah pemerintah dan menyampaikan harapan para Janda kalau sampai 14 tahun yang namanya bom Bali sudah berlalu tetapi luka trauma masih melekat dalam tubuh mereka. "Nah, kapan luka itu sembuh? Setelah kami berkonsultasi dengan beberapa psikolog, dia bilang kalau untuk menyembuhkan luka itu ada batas waktunya. Tapi kalau untuk menyembuhkan luka batin harus berkonsultasi terus dan terus. Sampai kapan? Ya sampai kamu sembuh, " terangnya.

Pihaknya juga berharap pemerintah memberikan akses kepada mereka janda korban Bom Bali. Selain itu memperhatikan para korban Bom Bali. "Kalau boleh yang unlimited waktunya. Tapi kami tidak tau sampai kapan trauma ini bisa disembuhkan. Saya sendiri sampai sekarang trauma dengan asap, " ujar Lina yang juga sebagai korban langsung bom Bali ini.

Pun begitu, proses penyusunan buku ini 1 tahun 2 bulan yang melibatkan ketua tim penulis Thiola F Marpaung (Lina), Penulis oleh Dwi Yani, desain sampul Slamet Melda, Penerjemah Anak Agung Lea. Buku ini diterbitkan pertama kali oleh PT. Percetakan Bali dengan dua bahasa yakni bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. "Kami bersama tim mewawancarai sesuai waktu mereka. Artinya kami mengikuti waktu mereka," jelasnya.

Sementara pihaknya memiliki planning untuk menerbitkan buku kedua dan ketiga. Buku kedua mengangkat tentang korban langsung bom Bali seperti dirinya yang masih hidup. Ketiga menceritakan anak-anak korban Bom Bali. (*)

Let's block ads! (Why?)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Incoming Search