PROKAL.CO, Proses pembuatan gula merah yang berbahan baku dari air nira atau aren cukup panjang. Sayangnya, halk ini tidak diimbangi dengan harga jual yang tinggi. Para pembuat gula merah ini hanya bisa pasrah dengan keadaan.
----------------------------------------
Ardian Hariyansyah, Pelaihari
----------------------------------------
Sebagian warga tentu masih banyak belum mengetahui Desa Batilai, Kabupaten Tanah Laut. Padahal Desa ini sering dilintasi wisatawan yang akan berkunjung ke wisata Pantai Takisung. Batilai berjarak kurang lebih 10 kilometer dari Kota Pelaihari. Desa ini ternyata memiliki potensi gula merah yang sangat besar. Sebagian besar masyarakat Desa Batilai membuat gula merah.
Salah seorang yang penulis temui adalah Junaidi. Warga RT 4 Desa Batilai ini sedang membuat gula merah. Bersama Fathul Jannah, selaku anggota Jaringan Pendamping Kebijakan dan Pemerintah (JPKP) Kabupaten Tala, penulis mencoba mewawancarainya.
Junaidi yang berusia sekitar 45 tahun ini ternyata sudah menggeluti sebagai pembuat gula merah sejak di usia remaja. Kala remaja dia memulai dengan menjadi penyadap pohon aren untuk mengambil air yang lebih dikenal oleh warga dengan sebutan Lahang.
"Dulu saya menyadap lahang, karena orang tua sebagai pembuat," ucapnya.
Selain itu, dirinya juga menuturkan jika proses pembuatan gula merah itu sangat panjang dan membutuhkan waktu kurang lebih 7 jam, tetapi ini tidak diimbangi dengan pendapatan yang diterima untuk kebutuhan hidup."Saya juga bekerja sebagai buruh bangunan," katanya.
Diketahui, untuk membuat gula merah sebanyak 20 kilogram itu membutuhkan sebanyak 100 liter lahang yang disadap atau petik dari pohon dengan ketinggian rata-rata diatas 5 meter sebanyak dua kali setiap pagi dan sore hari.
Setelah mendapatkan lahang, air yang berwarna keruh berasa manis itu kemudian dimasak di atas kuali dengan kayu bakar. Proses itu membutuhkan 7 jam untuk mendapatkan kekentalan. Setelah kental dan dirasa sudah matang, maka gula tersebut diangkat mengunakan gayung untuk dimasukkan ke dalam cetakan.
Nah, proses pencetakan ini, Junaidi ternyata memiliki jenis cetakan yang berbeda, ada cetakan yang terbuat dari kayu ulin dan ada cetakan yang terbuat dari plastik. Tetapi, cetakan yang digunakan sekarang ini terbuat dari plastik, karena sangat praktis dan efisien dibandingkan dengan cetakan kayu.
"Plastik lebih praktis, kalau kayu masih membutuhkan daun pisang yang kering atau klaras," ungkapnya.
Dirinya juga menjelaskan, perkembangan gula merah asli ini sekarang tersaingi dengan gula merah yang terbuat dari gula pasir. Padahal, sangat jelas perbedaan gula merah asli dengan gula merah palsu itu. Kalau untuk gula merah asli ini tidak saja mudah dipotong menggunakan pisau, juga mudah hancur ditekan dengan tangan. Sedangkan gula merah terbuat dari gula pasir sangat sulit untuk dipecah menggunakan tangan.
"Gula merah palsu harus menggunakan tenaga lebih saat di potong," jelasnya.
Junaidi berharap, kepada pihak pemerintah dapat mengembangkan gula merah dalam hal pemasaran, karena disaat harga murah pemasaran juga cukup sepi. Di kalangan para pembuat gula merah sendiri kalimat Harga Gula Merah Tak Semanis Harganya telah menjadi bahan olok-olok dan permakluman. (ay/ran)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar