Kamis, 16/03/2017 | 14:03
Mantan Ketua Umum Tanfidziyah PBNU KH Hasyim Muzadi wafat pada Kamis (16/03/2017) pagi di Malang. Kiai Hasyim terpilih menjadi ketua PBNU menggantikan Gus Dur pada Muktamar NU di Pesantren Lirboyo Kediri, tahun 1999.
Walaupun Kiai Hasyim dan Gus Dur sering berbeda pandangan politik, persahabatan keduanya cukup lama terjalin. Saat menghadiri sebuah acara di Monash University Australia, 11 Desember 2016 lalu, Kiai Hasyim mengatakan, ia bersahabat dengan Gus Dur selama lebih dari 20 tahun.
"Pertama kali saya ketemu Gus Dur itu tahun 1979, di Muktamar NU Semarang dan ketika itu Gus Dur belum masuk di kepengurusan PBNU, sedangkan saya sudah mewakili utusan NU Cabang Malang," ujar Kiai Hasyim mengawali ceritanya.
Pada Muktamar NU di Semarang itu, lanjutnya, Gus Dur diangkat menjadi Wakil Katib PBNU. Setelah pertemuan di Semarang, sangat sering Gus Dur ke Jawa Timur. Karena Jawa Timur memiliki banyak pesantren yang merupakan basis anggota NU.
Gus Dur sering juga menginap di Malang, kediaman Kiai Hasyim, karena Gus Dur mengajar Islamologi di Yayasan Kristen Gereja Kristen Jawi Wetan yang berada di Sukun, Kota Malang.
"Saya mendampingi dan mengikuti Gus Dur selama 20 tahun penuh, mulai tahun 1979 sampai tahun 1999. Di tahun 1999 itu, Gus Dur lalu menjadi Presiden keempat Republik Indonesia," jelas Kiai Hasyim.
Setelah menjadi Presiden, ujar Kiai Hasyim, Gus Dur fokus memimpin PKB dan dirinya menjadi Ketua Umum Tanfidziyah PBNU sejak terpilih di Muktamar Lirboyo.
"Dalam waktu 20 tahun, saya mengikuti betul jalan pikiran Gus Dur baik masalah NU, keislaman Indonesia, keislaman global, dan situasi politik global," ungkapnya.
Menurut Kiai Hasyim, dalam membawakan Islam, baik di Indonesia maupun di dunia, Gus Dur lebih mendahulukan pendekatan filosofi religius, etika religius, kemanusiaan, dan kebudayaan.
Menurutnya, Gus Dur tidak banyak menggunakan ilmu fiqh sebagai bagian dari syariat Islam, karena yang dikedepankan bukan legal syariat, tetapi hikmatut tasyri' dan maqoshidut tasyri'-nya.
Dalam pendekatan etika religi, imbuh Kiai Hasyim, Gus Dur sangat egaliter menempatkan manusia dalam posisi yang setara, terlepas dari agama apapun yang dipeluknya. Sehingga dalam hubungan etis ini, terjadi relasi yang sangat cair antara Gus Dur yang muslim dan non-muslim bahkan yang atheis sekalipun.
"Dalam hal pendekatan kemanusiaan, Gus Dur sangat mementingkan martabat dan kebutuhan asasi manusia itu sendiri, sebagai bentuk dari kasih sayang Allah kepada seluruh makhluk. Dalam hal ini, kemanusiaan diletakkan pada kasih sayang Allah, sedang kasih sayang Allah dikhususkan untuk kaum Muslim," ujar Kiai Hasyim.
Editor Danial Iskandar
Sumber Diolah dari berbagai sumber
Hasyim MuzadiGus DurNahdhatul Ulama
Tidak ada komentar:
Posting Komentar