TERDENGAR suara tangis bayi begitu melengking. Sungguh. Tak pernah kusangka anakku lahir ketika aku baru mengandung 5 bulan. Padahal, aku selalu rutin periksa ke dokter kandungan.
Ya Allah, begitu mungil-kecil anakku. Hanya dengan berat 1,5 kilogram dan panjang 50 sentimeter. Tak tega aku melihatnya. Ya Allah, kalau sampai anakku berumur panjang, berilah dia kesehatan. Tapi, bila tidak, aku ikhlas ya Allah.
Air mataku menetes sembari memandangi mata, telinga, dan jari-jarinya yang mungil itu. Ya Allah… Ramadania Difa Arzia, anakku.
Seperti itulah penggalan catatan Fatmawati ketika Difa, buah hatinya, terlahir pada 16 November 2003. Difa mengalami gangguan perkembangan sejak lahir. Bocah yang kini berusia 13 tahun itu lahir ketika ibunya baru mengandung 5 bulan.
Fatma, sapaan Fatmawati, menyatakan kaget dengan kondisi Difa. Tangan kanannya tidak bisa ditekuk. Ukurannya pun lebih pendek daripada tangan kiri. Baru bernapas selama 5 bulan, Difa sudah ditinggal pergi ayahnya, M. Suhadi. ''Ayah Difa ABK kapal. Beliau meninggal akibat kapal tenggelam di Laut Banda,'' tutur Fatma.
Tragedi itu terjadi pada April 2004. Fatmawati dikabari perusahaan swasta di Gresik tempat Suhadi kerja. Kabar duka membuat perempuan asal Rungkut, Surabaya, tersebut amat terguncang. Bagaimana tidak, Fatma yang kala itu masih berusia 24 tahun harus menghidupi anaknya sendirian. ''Waktu itu masih mengajar dan ada murid yang kursus privat juga. Pulang kerja sampai jam 9 malam,'' katanya.
Sejak saat itulah Fatma semakin rajin menulis. Hampir setiap hari pena dan kertas menjadi teman curhatnya. Melihat kondisi yang pelik seperti itu, dia tetap tegar. Karena sibuk mencari nafkah, perempuan 35 tahun tersebut pun terpaksa menitipkan Difa ke kakaknya.
Fatma seolah tidak bisa lepas dari pena dan kertas. Setiap ada kesempatan, dia selalu mencurahkan isi hatinya ke dalam tulisan. Hingga kini, sudah ada ratusan lembar tulisan tangan yang dia simpan.
Semua lembar tulisannya berisi momen berharga perkembangan Difa. Mulai lahir, pertama mengucap kata, hingga awal Difa bisaberjalan. Karena lahir prematur, tumbuh kembang Difa ikut terhambat.
Dalam catatannya, Fatma berkisah. Saat itu pagi, tepat pukul 09.00, Fatma sedang membuang sampah. Difa yang masih berusia 3,5 tahun tiba-tiba berlari sambil berteriak ''mama''.
Pemandangan itu membuat Fatma kaget sekaligus bahagia. Selama ini Fatma sudah berusaha memeriksakan Difa ke berbagai tempat. Mulai ke dokter spesialis hingga pengobatan alternatif.
Anakku, Difa. Saat usiamu 3,5 tahun, kau belum bisa berjalan. Mama bawa ke dokter hingga ahli urat. Semua usaha sudah mama lakukan. Tapi, belum berhasil. Kamu masih belum bisa berjalan.
Suatu pagi, tepat pukul 09.00 WIB, mama membuang sampah. Tiba-tiba kau berteriak ''mama'' sambil berlari. Mama sangat kaget sekaligus bahagia melihat kamu bisa berjalan. Bahkan berlari saat itu.
Ya Allah, aku tahu kau yang telah memberikan kekuatan kepada kaki anakku. Hanya dengan kuasamu semua ini bisa terjadi…
Fatma terharu menuliskan penggalan catatan itu. Meski tumbuh kembang Difa terlambat, Fatma tidak pernah malu. Motivasi selalu diberikan kepada Difa. ''Ketika jalan-jalan, tidak sedikit yang mengejek,'' ungkapnya.
Difa selalu terlihat murung dan sedih saat ada orang yang menyinggung kondisi tangan kanannya. Namun, sang bunda selalu memberikan motivasi. ''Tumbuh kembangnya memang terlambat. Tapi, Difa mengerti ketika ada orang yang mengejek,'' kata Fatma.
Meski mengalami kondisi yang sulit, Fatma tetap merawat dan membesarkan Difa sendirian. Hingga akhirnya, seorang duda satu anak asal Kecamatan Bungah, Gresik, simpati melihat perjuangan Fatma. ''Dikenalkan teman,'' ucap Fatma.
Alumnus Fakultas Ilmu Dakwah IAIN Sunan Ampel (sekarang UINSA) Surabaya itu pun tidak ujug-ujug menerima duda bernama Muhammad Hasanudin tersebut. Fatma takut. Banyak hal yang berkecamuk di pikirannya. ''Waktu itu saya takut anak saya diperkosa ayah tirinya,'' ungkapnya, lantas tertawa. ''Apalagi, kondisi anak saya (Difa, Red) seperti itu,'' tambahnya.
Fatma sempat menghindar. Hasan, sapaan Hasanudin, pun justru akan dikenalkan kepada temannya yang lain. ''Saya tidak mau. Jangan sayang kepada saya. Sayanglah kepada anak saya,'' tuturnya.
Setelah menjalin pertemanan selama setahun, Fatma merasa mantap. Apalagi, Hasan juga memiliki anak perempuan. Tepat 12 Januari 2014 Fatma dan Hasan resmi menjadi suami istri. ''Sudah tahu kondisi Difa,'' kata Hasan.
Kondisi Difa tidak menyurutkan tekad Hasan untuk mendampingi Fatma. Hal itu justru menjadi cambuk bagi dia. ''Kata orang tua, Difa itu ladang pahala,'' papar lelaki 40 tahun tersebut. Dari Difa, keberkahan hidup dan rezeki akan terus mengalir dari Yang Mahakuasa. Mereka yakin.
Saat ini keluarga kecil yang tinggal di Perumahan Griya Bungah Asri tersebut terlihat harmonis. Buah hati Hasan, Vina Silfiyah, pun sangat menyayangi Difa layaknya adik kandung. Hal itu membuat pasangan yang baru menikah tiga tahun lalu tersebut semakin bahagia. ''Senang melihat anak-anak bisa rukun,'' ungkap Hasan.
Fatma berharap Difa bisa membaca dan memahami isi dari semua catatan kecilnya. Bukan hanya tentang perkembangan Difa, tetapi setiap tetes keringat perjuangan Fatma dalam membesarkan putrinya itu. ''Kelak Difa pasti mengerti,'' ujar Fatma. (*/c15/roz/sep/JPG)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar