Minggu, 04 Juni 2017

Kisah Musala Legenda, Dibangun Tokoh Lintas Agama

Di tengah sentimen isu SARA yang menghiasi pemberitaan di berbagai media kahir-akhir ini, tampaknya, Musala ini menjadi oase dan cerminan masyarakat Indonesia agar tidak mudah terpecah belah gara-gara perbedaaan suku, agama, ras, antar golongan. Musababnya, tempat ibadah yang kini di bawah Yayasan Al-Firdaus Masjid Nurul Amin itu dulunya dibangun oleh tokoh lintas agama.

Berbagai umat baik muslim, tokoh Hindu, Kristen, Kaharingan dan Katolik bersatu bergotong royong ambil bagian. Bahkan, ketua panitia dan bendahara pembangunan musala itu adalah umat Katolik.

Musala Nurus Salam di Desa Kludan, Tanggulangin, ini terinspirasi Masjid Cheng Hoo Pandaan, Pasuruan. ((Chandra Satwika/Jawa Pos/JawaPos.com))

"Pada saat peresmian Kakanwil Depag Kalteng Dr Samsudin Tohir, ia sangat terharu karena pembangunan yang melibatkan umat beragama. Hal itu tentu menunjukkan kerukunan yang luar biasa dengan tidak membedakan satu sama lain. Hal ini tentu hendaknya menjadi contoh untuk masyarakat," tutur Ki Anom Suharno (68) tokoh masyarakat setempat, saat berbincang dengan Kalteng Post (Jawa Pos Group).

Dengan banyaknya umat yang ikut membangun tempat ibadah tersebut, Anom menilai pembangunan tempat ibadah tersebut merupakan suatu cerminan dari kerukunan umat beragama yang patut dicontoh oleh masyarakat Indonesia akhir-akhir ini yang terpecah belah karena isu SARA.

Ia menilai, musala tersebut dianggap salah satu tempat ibadah bersejarah yang di Kota Palangka Raya, karena tetap dipelihara dan dipertahankan sebagai simbol kerukunan umat beragama. Untuk merawat keasliannya, kondisi bangunan diakuinya tidak banyak mengalami perubahan yang signifikan sejak awal pembangunan sampai saat ini.

Dilain pihak, dibalik keberadaan Musala tersebut, ternyata ada seorang marbot atau penjaga musala bernama Endang Suroso, yang mengabdikan dirinya bertahun-tahun menjaga kebersihan hingga mengelola musala tersebut.

Menurut Endang, jemaah yang salat di Musala tersebut memang tidak banyak. Paling hanya beberapa warga sekitar, terutama pedagang yang ada di wisata kuliner bawah jembatan yang mempergunakannya.

"Memang jemaahnya tidak banyak hanya orang di sekitar, tapi kalau liburan biasanya ramai. Wisatawan yang mau salat memilih di sini sembari berwisata di bawah jembatan," tutur bapak satu anak ini.

Meskipun kondisinya sepi dan ramai di hari tertentu saja, hal ini tak membuat Endang patah semangat mengurus dan membersihkan Musala kecil tersebut, kendati dirinya mengalami keterbatasan fisik. 

"Setiap hari mulai dari jam 7 pagi hingga sore selesai salat Isya, dibersihkan. Dulu sempat tinggal di sini, namun sudah pindah ke tempat tinggal yang baru," ujar Endang sembari menyapu halaman musala.

Dia berharap pemerintah ada perhatian dengan kondisi musala sekarang. Sebab agar musala tersebut lebih indah dipandang. "Saya dengar pemerintah memang ada wacana untuk merenovasi lagi mudah-mudahan itu bisa tercapai," harapnya. (ena/abe/wnd/JPG)

Let's block ads! (Why?)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Incoming Search