Kamis, 01 Juni 2017

Kisah Relawan Suporter Pasien Penderita Tuberkulosis yang Kebal Obat

HARI masih Kamis (25/5) pagi. Motor Honda Vario putih-biru sudah tiba di Puskesmas Manyar. Seorang perempuan bermasker melangkah perlahan ke ruang pengendalian dan pemberantasan penyakit (P2P).

Dia adalah Qurotu A'yun, seorang pendamping (suporter) pasien penderita tuberkulosis kebal obat atau multidrug resistant (MDR).Di ruang P2P, sudah ada dua orang paro baya menunggu. Mereka adalah pasutri penderita TB MDR, Solihatun dan Mujiono.

Tidak lama kemudian, terdengar obrolan santai ketiganya. Yakni, soal aktivitas sehari-hari hingga keluhan Solihatun selama menjalani pengobatan. ''Masih sering mual dan muntah. Kepala juga pusing,'' ungkap Solihatun.

Bagi penderita seperti dia, menjalani pengobatan TB MDR tidaklah ringan. Jumlah obat yang harus diminum bikin merinding. Sekali minum, penderita harus menelan 15–19 butir obat. Belum lagi injeksi harus dilakukan selama delapan bulan.

''Terapi yang lama itu sering membuat pasien putus asa,'' ujar A'yun. Jika pengobatan berhenti di tengah jalan, risikonya besar. Bukan malah sembuh, kondisi pasien justru semakin parah. Yang lebih gawat lagi, kehilangan nyawa.

Berobat dengan rajin pun, rasanya berat sekali. Selain jumlahnya yang sangat banyak dan diminum teratur dalam jangka waktu lama, sebagian obat berbau tidak enak. Baunya mirip asam amoniak. Belum menelannya saja, rasanya ingin muntah. Apalagi, efek obat langsung terasa setelah diminum. Mulai kepala pusing, perut mual, hingga nyeri otot di sekujur tubuh.

''Mereka butuh dukungan moral,'' tutur A'yun. Karena itulah, wadah bagi suporter pasien TB MDR dibentuk. Berkat kerja sama tiga instansi/lembaga, wadah itu diresmikan pada Jumat (24/3) oleh Wakil Bupati Moh. Qosim.

Baru tiga bulan berjalan ini, mereka sudah menangani hampir 30 pasien TB MDR di Kota Giri. Rata-rata pasien baru menjalani pengobatan enam bulan sampai satu tahun. ''Kalau yang sudah hampir dua tahun tidak didampingi,'' jelas A'yun yang merupakan warga Bungah itu.

Bagaimana mendampingi mereka? A'yun mengaku tidak mudah. A'yun tidak cukup memberikan motivasi. ''Harus ekstrasabar dan telaten,'' ucap perempuan 26 tahun tersebut.

Menurut A'yun, banyak pasien yang tertutup. Mereka menolak didampingi, bahkan terkesan mengusir saat relawan datang. Namun, bidan alumnus Akbid Delima Pesada itu tetap rajin nyambangi pasien ke rumahnya. Pendekatan emosional jadi pilihan sampai pasien mau menerima.

Pengalaman pahit juga pernah dialami Ani Fajriani. Relawan asal Kecamatan Ujungpangkah itu mendapat perlakuan sinis. ''Pasien tidak mau pakai masker ketika dikunjungi,'' katanya.

Yang lebih mengkhawatirkan, penderita TB MDR tersebut malah meminta Ani juga membuka maskernya. Pasien merasa tidak dihargai. ''Mereka merasa penyakit TB MDR adalah aib. Kalau pakai masker dianggap malah meremehkan,'' ujarnya.

Dengan terpaksa, Ani pun melepas masker. Mereka mengobrol berhadapan. Saat itu Ani sangat khawatir tertular. Pikirannya bergejolak. ''Penyakit TB MDR bisa menular melalui udara waktu mengobrol,'' ungkapnya.

Setelah kunjungan itu, Ani resah. Dia tidak bisa tidur, takut tertular penyakit berbahaya tersebut. Baru setelah dia memeriksakan diri, tidak ada tanda-tanda penyakit TB yang bersarang di tubuhnya. ''Yang penting, saya tahu. Pasien perlu merasa nyaman. Kalau perlu dianggap seperti saudara kandung,'' tuturnya.

A'yun, Ani, dan tiga rekannya hingga kini tetap menyediakan banyak waktu untuk para penderita TB. Itu dilakukan di samping tugas mereka sehari-hari sebagai bidan. Keduanya menjadi relawan berkat kerja sama Aisyiyah, RSUD Ibnu Sina, dan dinas kesehatan (dinkes). Tiga lembaga tersebut bertanggung jawab atas penanganan pasien TB MDR di Kota Pudak. ''Semakin banyak ditemukan, makin bagus. Pendampingan bisa dilakukan sejak dini,'' kata Koordinator Sub-Sub Resitien TB MDR Aisyiyah Bayti Ikhsanita.

Bayti menjelaskan, pendamping pasien mendapatkan informasi adanya penderita TB MDR dari RSUD Ibnu Sina. Suporter tidak hanya mendampingi penderita minum obat. Edukasi seputar penyakit, dampak, serta penularan juga diberikan. Bayti berharap suporter bisa mendampingi penderita hingga sembuh. ''Jangan sampai ada yang meninggal karena penyakit TB,'' ujar perempuan 25 tahun tersebut. (*/c20/roz)

Let's block ads! (Why?)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Incoming Search