
Alkisah, Khalifah Umar bin Khathab bertemu dengan seorang pemuda yang sedang mabuk minuman keras. Khalifah yang dikenal sangat tegas ini spontan hendak menangkap pemuda itu dan menjatuhi hukuman sesuai yang berlaku.
Tiba-tiba, sang pemuda ini memperolok Umar begitu rupa. Hal ini membuat Umar surut ke belakang. Ia mengurungkan niatnya menangkap pemuda itu dan melepaskannya begitu saja.
Seorang sahabat heran, "Wahai Amirul Mukminin, mengapa pemuda itu engkau lepaskan begitu saja ketika mengolokmu?"
"Aku takut jika hukuman yang akan aku jalankan nanti terpengaruh oleh kemarahanku," kata Umar.
Menurutnya, kemarahan ini membuat ia menyeleweng dari aturan yang telah digariskan Allah. "Aku tidak menghendaki jika suatu hukuman terpengaruh dengan emosi atau bercampur dengan kepentingan pribadi," kata dia.
Khalifah Umar bin Khatab yang dikenal keras dan tegas masih sangat hati-hati menegakkan hukum. Sebagai seorang Khalifah tentu gampang baginya untuk menyeret dan menghukum pemabuk dengan berat.
Tapi semua itu dia urungkan. Olok-olok pemuda menjadikan Umar melihat 'ke dalam', ke ruang batinnya. Tindakan tegasnya dipertanyakan ulang karena khawatir bercampur dengan amarah, nafsu, atau kepentingan pribadi. Sifat-sifat ini laten, gampang merasuk pada tindakan atas nama hukum, agama, atau melawan kemaksiatan sekalipun.
Kisah ini bisa menjadi refleksi. Perang melawan kemaksiatan oleh ormas-ormas dengan kekerasan justru akan kontraproduktif dengan tujuan dakwah. Orang yang dijadikan sasaran dakwah justru tidak tersentuh. Malah bisa jadi makin benci, atau bahkan makin menjadi-jadi.
Betulkah amar ma'ruf nahi munkar yang ingin ditegakkan tidak diselipi nafsu, kepentingan pribadi, atau bisikan-bisikan hati yang justru mengotori niat suci. Apakah ketika merusak, menghajar tidak dirasuki kesombongan merasa lebih baik?
Jika perilaku mabuk di tempat umum itu melanggar hukum, patut diingat Indonesia adalah negara hukum yang memiliki kesepakatan yang harus ditaati oleh semua warganya. Pelanggaran hukum, itu adalah domain kepolisian. Tak dibenarkan jika ormas menjadi 'polisi swasta' menyerobot domain kepolisian.
Jika polisi tidak tegas, baiknya justru aksi protes ditujukan kepada kepolisian. Kepolisian didesak terus-menerus agar bisa tegas dan tanpa kompromi terhadap aktivitas yang melanggar hukum. Tentunya, aksi ini harus sesuai dengan konstitusi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar