TRIBUN-BALI.COM, GIANYAR - Aroma dupa semerbak di merajan Puri Kauhan Ubud, menyatu dengan lantunan doa Panglingsir Puri Kauhan, Anak Agung Gde Raka.
Banten pejati menjadi saksi bisu permintaan izin, kepada leluhur untuk membuka 64 cakepan lontar di gedong penyimpenan yang akan dikonservasi.
Setelah memasuki pukul 09.30 Wita, tim Penyuluh Bahasa Bali Kabupaten Gianyar, mulai membuka cakepan dan membersihkan lembar demi lembar lontar.
Bertepatan hari Sukra Pon wuku Tambir, lontar-lontar peninggalan sejak abad ke-19 ini dikeluarkan dan dikonservasi.
Sebanyak 20 orang tim Penyuluh Bahasa Bali Kabupaten Gianyar, dikoordinir Ida Bagus Oka Manobhawa melakukan rangkaian kegiatan konservasi ke-64 cakep lontar yang rencananya rampung selama dua hari.
Lontar yang dikonservasi, terdiri dari berbagai jenis, seperti kakawin, wariga, parwa, tenung, usada, sesana, babad, tutur, sundari, krtha bhasa, dan lontar kawisesan.
"Sebagian besar lontar Puri Kauhan adalah peninggalan Ida Anak Agung Gde Oka Kerebek (1870-1956), yang dikenal sebagai Jaksa Ubud pada masa pemadegan Ida Tjokorde Gede Sukawati," jelas Anak Agung Gde Ari Dwipayana, seorang pemilik Puri Kauhan Ubud, di Gianyar, Bali, Jumat (2/6/2017).
Pria yang juga Staf Khusus Presiden RI ini, tersenyum simpul menyambut baik dan mengapresiasi kegiatan tim Penyuluh Bahasa Bali.
Gung Ari sapaan akrabnya, menceritakan lontar-lontar ini saksi dan bagian dari sejarah, potret dan warisan leluhur yang harus tetap dijaga dan dilestarikan. Baginya, konservasi ini adalah salah satu jalan melestarikan warisan leluhur, agar lontar-lontar bisa tetap awet dan bisa dipelajari generasi ke generasi.
Mengingat lontar-lontar dengan berbagai ketebalan ini, mengisahkan banyak hal mulai dari kisah kesusatraan seperti Ramayana, Adi Parwa, Arjuna Wiwaha. Serta ilmu pengetahuan tentang pengobatan pada Usada Babai, Usada Rare, dan Usada Panolak Mrana. Ada pula kisah sejarah yang tertuang dalam Babad Dalem, serta sejarah Jawa dan Bali.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar