Selasa, 15 Agustus 2017

Kisah Fikhri, Bocah Putus Sekolah Penjual Empek-empek

JAKARTA, KOMPAS.com - Pagi ini, kala anak sebayanya tengah duduk manis di bangku sekolah untuk menuntut ilmu, Fikhri Ramadan (13) justru berada di area parkir Mal Taman Palem, Cengkareng, Jakarta Barat. Sekitar pukul 10.00 WIB, Fikhri yang hanya mengenakan kaos oblong warna merah, celana pendek hitam, dan sandal jepit menenteng boks plastik serta kantong plastik berisi dua botol bekas kemasan air mineral berisi cairan berwarna kecoklatan.

"Empek-empek, Pak, Bu. Dibeli empek-empeknya," teriak Fikhri sambil mengelilingi area parkir di sekitar mal.

Fikhri, kelahiran 5 November 2004 itu, mengaku tak lagi mengenyam bangku pendidikan.

"Saya sudah enggak sekolah, seharusnya saya sudah kelas 1 SMP kalau masih sekolah," kata dia.

Bocah itu mengatakan tak ingin lagi melanjutkan sekolah lantaran dirinya sempat tinggal kelas saat duduk di kelas 5 SD.

"Saya dulu sekolah di SDN 20 Cengkareng, tapi nilai saya jelek dan tidak ada biaya lagi untuk lanjut sekolah. Saya malu, lalu bilang ke Bapak, Ibu enggak mau lanjut sekolah dan diizinkan," kisahnya.

Fikhri mengaku kini sangat ingin melanjutkan sekolah.

"Tapi uang saya belum cukup. Uang hasil jualan juga masih buat bantu-bantu Bapak Ibu. Saya pengen banget ikut paket C kayak teman saya," ungka dia.

Ia mengatakan, saat ini tinggal di sebuah rumah kontrakan di Cengkareng bersama Bapak, Ibu dan tiga saudaranya.

"Bapak saya cuma tukang jualan batu akik di Pasar Susun, abang pertama saya jadi cleaning service, abang kedua masih sekolah kelas 3 SMP, terus masih punya adik umur 2 tahun. Ibu saya enggak kerja," kata dia.

Berjualan Empek-empek

Fikhri telah berjualan empek-empek selama dua tahun. "Saya ambil dagangan dari bos empek-empek di deket rumah saya," ucapnya.

Awalnya Fikhri menjajakan dagangannya di kawasan Taman Palem Patung Kuda, Cengkareng, Jakarta Barat. Karena sepi pembeli, ia memutuskan pindah di kawasan Mal Taman Palem.

"Saya jualan dari jam 9, nanti jam setengah 12 saya ambil dagangan lagi, terus lanjut jualan sampai jam 5 sore," ujarnya.

Untuk menuju tempat berdagang, ia diantarkan ayahnya yang bernama Agus Setiawan.

"Bapak antar, terus jemput setiap jam setengah 12 buat ambil dagangan lagi. Pagi saya ambil 25 empek-empek, siangnya ambil 34 lagi," beber dia.

Sepotong empek-empek dijual Fikhri seharga Rp 4.000. Setiap empek-empek yang dijual ia mendapatkan keuntungan sebesar Rp 500.

"Ini enggak selalu habis sih, tapi saya bisa dapat Rp 50.000 sampai Rp 75.000 sehari. Tapi nanti juga kalau Bapak, Ibu ada kebutuhan saya kasih, tapi saya tetap nyimpen sedikit buat ditabung," paparnya.

Selama berjualan, Fikhri mengaku sering mendapatkan pelanggan baik hati yang mau membayar lebih ketika membeli empek-empeknya.

"Akhir-akhir ini ada bapak-bapak baik, setiap Jumat saya dikasih Rp 100.000, nanti saya kasih ibu semua," kisah dia.

Fikhri memiliki mimpi yang selalu tersimpan di benaknya. "Saya pengen jadi pengusaha sukses, bisa beliin Bapak, Ibu rumah. Jadi saya pengen sekolah lagi," tuturnya.

Ia sudah sering disarankan oleh kedua orangtuanya untuk kembali melanjutkan pendidikan. Namun hal tersebut masih terkendala kondisi perekonomian.

"Ya katanya saya suruh sabar dulu sampai uang cukup. Makanya saya pengennya itu kejar paket C itu," ucap dia.

Ditengah obrolan, tiba-tiba Fikhri terkejut.

"Kak, jam berapa ini ya? Aduh udah jam 11, empek-empeknya masih 17, saya lanjut dulu ya, nanti keburu Bapak jemput," kata dia.

Fikhri kembali menenteng boks plastiknya dan berlari menuju kerumunan orang.

"Ayo Pak, Bu empek-empeknya ....," teriak Fikhri.

Let's block ads! (Why?)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Incoming Search