Senin, 21 Agustus 2017

Kisah Mantan Narapidana Terorisme: Penjara Jadi Titik Balik Kehidupan

LAMONGAN, NETRALNEWS.COM - Mantan eks napi teroris (napiter) mengklaim fokus membantu pemerintah melawan terorisme. Cara yang eks napiter lakukan adalah bergabung dalam sebuah Yayasan Lingkar Perdamaian (YLP) yang diketuai oleh adik kandung Amrozi dan Ali Imron yang merupakan terpidana mati kasus bom Bali tahun 2002, Ali Fauzi.

Ali Fauzi mengatakan, YLP didirikan pada 26 November 2016 berawal dari kondisi para eks napiter dan kombatan yang terkucilkan dan kesulitan saat ingin bekerja kembali setelah keluar dari lembaga pemasyarakatan. Saat ini yayasan berada di Desa Tenggulun, Kecamatan Solokuro, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur.

"Dari kumpul-kumpul dan berproses bersama, kami bertekad mendirikan yayasan yang memfokuskan tujuan membantu pemerintah melawan terorisme," tutur Ali, dalam keterangan pers dari Kemensos, Senin (21/8/2017).

Kini, Ali dan para anggota YLP rutin membantu pemerintah melakukan kampanye perdamaian, kunjungan ke lapas, memberikan program pemberdayaan dan  pendampingan eks napiter dan kombatan, serta memberikan dukungan mental kepada mereka.

"Dengan motto Merawat Ukhuwah Merajut Perdamaian kami ingin bersama-sama menjaga rumah kita Indonesia dan membangun harapan baru," kata Ali.

Salah seorang eks napiter yang juga merupakan keponakan Amrozi, Sumarno mengungkapkan setelah 2,5 tahun di penjara dia merasa bingung mencari nafkah. Dirinya mengaku seringkali terbentur status saat mencari pekerjaan. Akhirnya YLP mencoba menciptakan lapangan kerja baru, seperti membuka bengkel servis motor.

Dia menuturkan, setelah tertangkap dan dipenjara, seluruh teman-teman di jaringannya menjauh dan memutuskan hubungan. Di saat itu dia mendapat bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak.

"Di penjara maupun sekeluarnya, banyak yang membesarkan hati saya. Saya merasa momentum itu menjadi titik balik dari apa yang saya jalani sebelumnya. Saya mendapat pertolongan dari pihak yang tidak disangka-sangka," ujar pria yang didakwa menyimpan dan memasok senjata untuk para teroris pada tahun 2002 ini.

Lain Sumarno lain pula cerita Zulia, putra Amrozi. Meski dia bukan eks napiter atau kombatan, namun sebagai putra terdakwa teroris dia juga terkena dampaknya.

"Lulus sekolah saya akhirnya jualan fried chicken kecil-kecilan karena putus asa tidak ada yang menerima lamaran kerja saya. Jangankan membuka suratnya, tau siapa keluarga saya aja langsung ditolak," tuturnya.

Bertahun-tahun Zul meninggalkan Indonesia untuk mencari ketenangan hidup dan jati diri. Dia pun pergi ke Brunei Darussalam, Malaysia, hingga Thailand. Namun akhirnya dia kembali ke Indonesia.

Atas bimbingan dari sang paman yang juga Ketua YLP, dia mulai berusaha dari nol lagi mendirikan perusahaan di bidang kontraktor. Perlahan, luka batinnya mulai sembuh dan kecintaannya pada bangsa ini tumbuh kembali.

Puncaknya pada Upacara Bendera HUT RI ke-72 yang diselenggarakan YLP, Zul didaulat menjadi pasukan pengibar bendera. Polres Lamongan yang memberikan pelatihan kepada Zul dan teman-temannya.

"Saat saya mengibarkan bendera dan semua orang hormat kepada sang merah putih, saya terharu. Kaki rasanya kaku, perasaan hati campur aduk. Sudah 10 tahun lamanya saya tidak pernah upacara, tidak pernah hormat bendera, maupun menyanyi lagu Indonesia Raya. Sungguh ini pengalaman luar biasa," tuturnya.  

Let's block ads! (Why?)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Incoming Search