Sarwono yang sudah menjadi sopir taksi selama lima tahun terakhir menyebut, sebelum maraknya transportasi berbasis online, setiap bulan, ia bisa memperoleh pendapatan sekitar Rp7 juta hingga Rp9 juta. Namun, kini pendapatannya per bulan hanya mencapai separuhnya.
Padahal, diakui Sarwono, tuntutan biaya hidup semakin tinggi. Terlebih, kedua anaknya kini tengah mengenyam pendidikan di perguruan tinggi yang membutuhkan biaya tak sedikit.
"Sekarang paling dapet ibaratnya UMR (Upah Minimum Regional) saja, separuhnya dulu," ungkap Sumarwono, kepada CNNIndonesia.com, Jumat (6/10).
Ia mengaku pihak manajemen Taksi Express sebenarnya sudah menurunkan setoran dari Rp340 ribu per hari menjadi Rp150 ribu. Namun, penurunan setoran tersebut, diakui Sumarwono juga tak membantu banyak penghasilannya. Pasalnya, saat ini, ia harus menanggung biaya spare part (onderdil) sendiri jika terjadi kerusakan.
Hal ini, berbeda dengan sebelum kemunculan transportasi online, di mana segala biaya maintainance ditanggung oleh perusahaan.
"Cuma sekarang, disediain tenaganya, mekaniknya, tapi spare part-nya beli sendiri," terangnya.
Berbeda dengan taksi lain, Taksi Express menganut sistem kemitraan dengan para sopir. Sopir taksi diwajibkan memberikan setoran dalam jumlah tertentu kepada perusahaan setiap harinya. Sedangkan sisanya, bisa dikantongi oleh sopir taksi. Selain itu, setelah lima tahun bisa memenuhi setoran, sopir taksi juga berhak untuk memiliki mobil taksi tersebut.
Kondisi ini pun menurut Sarwono, membuat sebagian rekannya enggan lagi menarik taksi. Akibatnya, saat ini, di pool Cipondoh, Tanggerang, tempat taksinya berasal, hanya sekitar 50 unit dari 340 unit taksi yang masih aktif beroperasi.
Rekanannya, Wakamilin yang juga menjadi supir Taksi Express juga mengalami kesulitan yang sama. Pendapatannya turun drastis sejak maraknya transportasi online.
"Dulu sebelum ada online (transportasi online), sehari bisa dapet Rp700.000 hingga Rp800.000. Sekarang sulit," ucap Wakamilin.
Sementara itu, Yani, sopir Taksi Eagle yang juga satu grup dengan Express mengalami nasib yang tak jauh berbeda. Berbeda dengan Taksi Express yang menggunakan sistem kemitraan, Taksi Eagle menggunakan sistem komisi.
Saat ini, menurut Yani, ia setiap harinya harus memberikan setoran Rp450 ribu. Dari total setoran tersebut, ia akan memperoleh komisi sekitar 40 persen. Selain menerima persenan komisi, ia juga dapat memperoleh bonus tertentu sebesar Rp800 ribu jika mampu memenuhi setoran harian selama 22 hari kerja.
"Sekarang satu hari, susah dapat Rp450 ribu. Paling sekitar Rp300 ribu, bahkan pernah Rp100 ribu," kisahnya.
Yani baru satu tahun bergabung dengan Taksi Eagle, tetapi sebelumnya ia juga sempat bekerja untuk taksi lainnya selama empat tahun. Kondisinya, menurut Yani, juga tak jauh berbeda setelah ramainya taksi online.
Kini, Yani juga mengaku jarang mendengar adanya panggilan pemesanan taksi melalui radio panggil seperti beberapa tahun silam. Ia kini hanya mengandalkan mencari penumpang yang mencari taksi di pinggir jalan.
"Radio panggil sekarang jarang sekali, keluar dari jam 3 pagi sampai siang, saya hanya dengar satu pesanan. Padahal dulu kalau pagi itu selalu ramai," terangnya.
Gandeng Uber
Direktur Utama PT Express Transindo Utama Tbk (TAXI) Benny Setiawan mengakui adanya perubahan zaman yang menyebabkan perubahan pada bisnis perseroan. "Sekarang tidak ada lagi orang memesan taksi lewat call center, mereka memesan lewat aplikasi," ungkap dia.
Kondisi tersebut juga yang membuat pihaknya, melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) pada sebanyak 400 karyawannya, di antaranya yang bekerja pada call center. Di sisi lain, pihaknya telah menyiasati kondisi tersebut dengan menggandeng aplikasi Uber.
[Gambas:Instagram]
Menurut Benny, kerja sama bisa dilakukan dengan Uber, karena Taksi Express menggunakan sistem kemitraan dengan sopir taksi, sedangkan Uber menggunakan sistem komisi. Melalui kerja sama tersebut, sopir taksi diharapkan tak hanya bisa mencari penumpang di jalan, tetapi juga melalui aplikasi.
"Saat ini sudah ada 2.000 sopir Taksi Express yang sudah menggunakan Uber. Untuk Eagle karena sistemnya sama-sama komisi, itu belum bisa, kecuali Uber berikan insentif," ungkap dia.
Diakui Benny, saat ini, banyak sopir taksi grup Express yang sudah berusia senja dan sulit jika harus menggunakan aplikasi Uber. Pihaknya saat ini memiliki sekitar 17 ribu sopir dan 9.000 unit kendaraan.
"Itu sekitar 6.000 unit kemitraan (Taksi Express). Tapi kan kemarin sempat banyak yang menyerah tidak bisa memenuhi target pada awal maraknya online, sehingga nanti bisa kami gunakan untuk pengemudi yang akan kami rekrut," jelas dia.
Benny menjelaskan pihaknya berencana menambah 1.000 sopir dengan sistem gaji tetap dan mencari sopir paruh waktu dengan sistem sewa mobil. Dengan demikian, diharapkan pihaknya bisa memperoleh sopir-sopir yang nantinya juga bisa menggunakan aplikasi Uber.
"Sekarang banyak sopir kami yang sudah tua, itu banyak yang tidak bisa menggunakan Uber," ungkap dia.
Kendati Benny berharap banyak dari kerja sama dengan Uber, Sarwono dan Wakamilin mengaku kerja sama tersebut tidak memberikan keuntungan apa-apa. Mereka pun masih memilih untuk menjadi supir taksi konvensional.
Sumarwono bercerita ketika ia mengantarkan penumpang dari Mangga Dua ke Bekasi dengan menggunakan aplikasi tersebut. Ia mengungkapkan bahwa tarif yang diterapkan tidak memberikan keuntungan bagi dirinya.
Pada saat itu, tarif yang tertera di aplikasinya untuk rute itu Rp 58.000. Namun, tarif tersebut, harus dipotong untuk Uber sebesar 25 persen. Padahal, jika menggunakan argo taksi, tarif yang diperolehnya jauh lebih baik.
"Babak belur juga kalau ngambil online terus," ucapnya.
Hal serupa juga dialami oleh Wakamilin ketika mengikuti program kerjasama tersebut. Ia menceritakan pengalamannya ketika ia menggunakan aplikasi tersebut untuk mengantarkan penumpang ke Pasar Baru Jakarta.
Ia mendapatkan penumpang yang menggunakan kode voucher promo yang diterbitkan oleh Uber dan Express Trasindo, alhasil penumpang tersebut tidak dikenakan biaya sama sekali dan hanya mendapatkan ucapan terimakasih.
"Di Jakarta aja buang air besar bayar Rp 2.000, masa saya jauh–jauh ke sana nginjek rem kopling dikasih terimakasih," ceritanya. (dit)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar