Agniya Khoiri , CNN Indonesia | Sabtu, 25/11/2017 16:48 WIB
Jakarta, CNN Indonesia -- Jelang tahun 2011 tak akan pernah dilupakan Titiek Puspa. Kala itu, ia divonis terkena kanker saat ia sudah menginjak usia senja, 73 tahun.Dengan tatapan menerawang di kediamannya yang tenang di Jakarta Selatan beberapa waktu lalu, seniman multi talenta ini mengisahkan kepada CNNIndonesia.com hari demi hari perjuangannya melawan kanker.
Di suatu hari di penghujung 2010, Titiek merasa perutnya kaku. Ia yang tengah bersama dengan anaknya, Petty, mengeluhkan hal tersebut.
"Ini kenapa ya perut terasa kaku," kata Titiek sambil mengusap-usap perut bagian bawah.
"Ma, coba sekali-kali periksa pap smear," jawab Petty dengan khawatir. Ia mulai khawatir akan kondisi ibunya mengingat keluarga Titiek memiliki riwayat penyakit kanker.
"Wong ngapain sih? Aku kan enggak pernah apa-apa, bersih. Aku kan orang rumahan," lanjut Titiek.
Tapi Titiek mengikuti saran anaknya itu menjalani tes yang mampu mendeteksi adanya human papilomavirus penyebab kanker serviks tersebut.
Usai tes, Petty justu yang tampak gelisah, mondar-mandir di depan pintu kamar. Titiek heran.
"Kamu tuh ngapain?" tanya Titiek.
"Enggak apa-apa Ma, enggak apa-apa," jawab Petty.
"Ada apa sih?" tanya Titiek lagi, penasaran.
"Ndak, ini nanti saudara-saudara mau datang," balas Petty datar.
Saudara Titiek pun datang tak lama kemudian. Mereka datang dengan raut yang cemas, seolah ada berita buruk yang harus mereka sampaikan ke sosok lansia yang selalu riang gembira itu. Petty pun membuka suara memecah suasana ganjil tersebut.
"Ma, mama kena kanker, sudah [stadium] satu," kata Petty perlahan, khawatir terjadi sesuatu yang tak diinginkan pada ibu tercinta.
![]() |
Ia teringat ayahnya, Tugeno Puspowidjojo, juga pernah terkena kanker. Pun dengan kakaknya. Sedangkan sang ibunda, Siti Mariam, punya riwayat penyakit jantung.
"Oh, kena juga toh. Ya sudah," kata Titiek santai dan tersenyum.
Jawaban Titiek membuat saudara dan keponakan-keponakannya terbengong-bengong. "Aku kira Eyang bakal histeris," komentar salah seorang keponakannya.
Titiek hanya tersenyum. Ia menenangkan saudara-saudara lainnya bahwa ia masih merasa sehat. Meski masih merasa khawatir, keluarga besar Puspowidjojo kala itu menerima hasil medis dengan tabah.
Di kala malam tiba, justru Titiek yang tak bisa tidur. Ia teringat hasil laboratorium yang membawa keluarga besarnya ke masalah yang sama. Ia gelisah dan memutuskan beranjak dari ranjang.
Kemudian dicarinya sejumlah kontak di buku telepon dan ponselnya. Sendirian di kamar tidurnya, Titiek menelepon beberapa orang yang ia kenal.
"Di Indonesia ada dokter ahli kanker wanita enggak?" tanya Titiek dalam telepon.
"Aduh, ibunya baru ke Amerika, Mbakyu. Mungkin kalau tidak seminggu, dua minggu lagi pulangnya," jawab suara dari telepon.
"Yah keburu menyebar," batin Titiek. "Ya sudah, terima kasih ya," balas Titiek. Ia pun memutuskan tidur malam itu.
Subuh menjelang. Suasana masih sunyi dan masjid mulai menyiapkan azan. Titiek Puspa terbangun dari tidurnya. Ia kembali termenung mengingat kanker.
Seiring dengan suara azan, melintas bayangan Singapura dalam benaknya. "Singapura," batin Titiek.
Ia lalu beranjak dari ranjang dan mulai membangunkan asistennya dan menyuruhnya berkemas.
![]() |
"Petty, kamu dan Ella tolong siapkan tiket Mama ke Singapura. Kalian ayo ikut," kata Titiek sembari membereskan alat riasannya ke dalam tas.
"Kapan Ma?" balas Petty.
"Sekarang. Ini sekarang on the way," kata Titiek menutup koper.
"Mamaaaa!" suara Petty seolah protes atas tindakan 'sewenang-wenang' ibunya itu.
"Sudah, cepat. Mama tunggu," kata Titiek tak peduli akan protes anaknya dan menutup telepon.
Titiek, kedua anaknya, dan asistennya pun tiba di Bandara Soekarno-Hatta di pagi hari itu. Tak lama, mereka bertolak ke Singapura.
Kisah Titiek Puspa di Singapura dan kepasrahannya untuk diambil Tuhan berlanjut ke halaman selanjutnya...(end)
1 dari 2
Tidak ada komentar:
Posting Komentar