Rabu, 27 Desember 2017

Kisah Marni, Penderita Penyakit Kulit Aneh. Tubuh Penuh Benjolan

POJOKSULSEL.com – Kondisi Marni (50), asal Dusun Grintingan, Desa Lojejer, Kecamatan Wuluhan sungguh memperihatinkan. Sejak usia tujuh tahun, sekujur tubuhnya dipenuhi bentolan-bentolan. Berbagai pengobatan sudah dilakukan tetapi hasilnya masih nihil.

Marni, hingga kini belum tahu ihwal nama penyakit yang dideritanya. Sekujur tubuhnya, mulai kaki, perut, dada, punggung, bahkan mukanya dipenuhi benjolan. Pada bagian perut ada yang nyaris sebesar bakpao.

Dia mengaku tidak ada rasa sakit ataupun gatal dari bentol-bentol itu. Hanya saja, nafasnya jadi agak tersengal, pandangannya jadi kurang awas akibat sebagian rongga hidung dan kelopak matanya tertutup benjolan. Benjolan yang menutup wajahnya juga membuat orang lain susah menebak apakah Marni sedang tersenyum atau menyimpan sedih.

Belakangan, sosok Marni ramai menjadi salah satu bahan perbincangan di media sosial (medsos). Itu setelah salah seorang tetangganya mengunggah wujud fisiknya dalam akun facebook. Namun, dibalik keramaian kabar tentangnya yang belum lama marak, ternyata sudah sejak kisaran usia tujuh tahun Marni mulai mengalami penyakit kulit aneh itu.

Mula-mula, benjolan Marni hanya sebatas pada betis kanannya. Itu pun hanya satu. Keluarganya sempat membawanya ke rumah sakit sebelum kemudian Marni mesti menjalani operasi. "Saat itu umur saya masih sekitar tujuh tahun," ujarnya pada Jawa Pos Radar Jember di rumahnya, Sabtu (23/12).

Alih-alih sembuh, usai menjalani operasi benjolan pada betis kanannya malah beranak-pinak dan merata pada bagian tubuh lain. Setiap waktu kecenderungannya semakin bertambah, hingga seperti yang tampak saat sekarang.

Berbagai metode pengobatan pernah dia jajal. Mulai dari yang rasional hingga yang di luar nalar. Banyaknya cara yang dia tempuh sebanding dengan banyaknya saran yang kerap diterimanya dari para tetangga, saudara, dan sejawatnya.

Pernah suatu ketika ada yang menyarankan Marni untuk mengonsumsi satu sendok minyak tanah rebus tiap pagi. Dia pun mengikuti saran itu dengan ajeg hingga beberapa waktu berjalan. Namun, hasilnya nihil, lantas Marni mulai meninggalkan terapi itu. "Tidak ada efek apa-apa, baik positif maupun negatif, setelah saya mengonsumsi minyak tanah rebus," kata Marni.

Hal lain yang pernah dilakukannya adalah mengonsumsi daging kelinci lawar. Dimasak namun tanpa bumbu penyedap sedikit pun. Marni melahap daging kelinci lawar tersebut sembari menahan rasa ingin muntah."Tapi namanya pingin sembuh, ya saya paksa makan saja," terangnya.

Terapi ini dia jalani hingga kisaran sepuluh hari. Namun, fakta yang dia peroleh setali tiga uang dengan terapi pertama. Hasilnya nol besar.

Sangking pinginnya sembuh, hingga suatu ketika ada yang menyarankannya untuk sowan ke salah seorang dukun di kampung sebelah. Oleh si dukun, Marni diminta tinggal selama sebulan. Di rumah dukun itu, tiap pagi Marni mesti menjalani terapi mandi air hangat.

Kendati tidak menggaransi kesembuhannya, terapi penyembuhan yang dilakukan mbah dukun terhadap Marni tidaklah gratis. Marni sampai terpaksa menjual dua anak sapi pemberian adiknya. "Saya habis kalau hanya Rp 6 juta, tanpa hasil sedikit pun," keluhnya.

Merasa sudah terlalu banyak menjajal ragam cara namun tidak berhasil, akhirnya dia memutuskan untuk pasrah saja. Marni tidak mau lagi berobat. Bukan karena putus asa, tapi sudah tidak punya ongkos lagi untuk membayar. Banyak asetnya terjual kala masih giat mencari penyembuhan.

Nyaris sepanjang hayatnya, dia mengadalkan nafkah dari adik kandungnya, Kotibin, yang hanya berprofesi sebagai petani. Marni merupakan anak ketiga dari empat bersaudara. Di rumahya, Dusun Grintingan, Desa Lojejer, Kecamatan Wuluhan, dia hanya hidup dengan ibunya yang nyaris berusia 80 tahun. "Saya tidak bisa bekerja, sekolah pun juga tidak pernah," akunya.

Kendati demikian, dunia sosialnya tetap normal sebagaimana kebanyakan orang. Marni setiap hari bergaul lepas dengan tetangga kanan kirinya. Bahkan, dia kerap hadir dalam acara tahlilan dan takziyah.

Hanya saja, sebagian anak kecil di kampungnya langsung lari begitu melihat sosok Marni. Seolah, anak-anak itu tengah berpapasan dengan tokoh antagonis di serial super hero yang mereka tonton tiap Minggu pagi.

Marni juga tidak sempat membuat keturunan. Dia selalu minder jika membicarakan perkara perkawinan, kendati menginginkan.

(jr/was/aro/das/JPR/pojoksulsel)



Let's block ads! (Why?)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Incoming Search