TRIBUNNEWS.COM, BANDA ACEH - Minggu pagi 26 Desember 2004. Seperti biasa, pagi itu saya duduk di warung kopi kampung sambil membaca surat kabar yang baru saja diantar loper.
Layaknya warga lain, saya memesan segelas teh dan mengambil beberapa potong kue.
Suasana kedai kopi hari itu terlihat ramai.
Jalan di depan warung juga terlihat padat dilalui kendaraan bermotor.
Aktivitas warga desa, berjalan seperti biasa.
Di sebelah timur saya melihat matahari baru saja naik memancarkan cahayanya menerangi alam semesta.
Suasana alam begitu tenang nyaris tak ada angin yang melambai pepohonan.
Saya melanjutkan membaca koran. Saat itu isu politik konflik GAM dan Pemerintah RI masih mewarnai halaman surat kabar.
Saat sedang membuka halaman koran, saya merasakan kursi dan meja tempat saya duduk bergerak tiba-tiba.
Baca: Mengenang Tsunami Aceh 13 Tahun Lalu: Berikut Tujuh Tragedi Tsunami Paling Parah di Dunia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar