Rabu, 09 Mei 2018

Kisah Desainer Anti Dewi Miranti dalam Mewujudkan Imajinasi

DESAINER Anti Dewi Miranti, salah satunya. Dia tak pernah "mendesain" jalan hidupnya dalam langkah yang presisi. Justru dengan begitu, ia bisa menemu­kan banyak kejutan di hadapan, lalu berbahagia menjalani.

Selasa 1 Mei 2018 sore, tim Geulis memenuhi janji temu dengan Anti. Kami sepakat bertemu di Bumi Baribis, Desa Ciburial, Ke­camatan Cimenyan, Kabupaten Bandung. Sore itu, Anti mengenakan busana yang dirancangnya sendiri.

"Menyenangkan lah pakai baju sendiri, soalnya enggak ada yang nyamain," ucap Anti sambil tersenyum, mengomentari busana yang dikenakannya.

Anti sedang asyik-asyiknya bermain dengan desain. Dia merasa beruntung bisa menjalani bidang yang benar-benar disukainya. Buat dia, mendesain busana bukan hanya membuat pakaian untuk seseorang, melainkan lebih dari itu.

Dengan mendesain busana, ia bisa bebas mewujudkan imajinasi­nya. Dia juga bisa leluasa bersenang-senang dengan kreativitas.

"Yang paling menyenangkan yaitu bisa produktif di segala sua­sa­na. Kalau lagi happy, bisa bikin baju, lagi sedih juga dengan bikin baju, jadi bisa happy lagi," ucapnya.

Anti mulai serius merancang busana sejak 15 tahun lalu. Hal itu sebenarnya dilakukan tanpa sengaja. Waktu itu, anak sulungnya baru saja lahir. Anti lalu memikirkan untuk memiliki bisnis yang waktunya tak terikat jam kantor.

Suka mode sejak lama

Ibu dari Azraf Altaira (17) dan Tanisha Alika (15) ini sudah me­nyu­kai mode sejak lama. Akan tetapi, tak pernah tebersit sedikit pun keinginan menjadi desainer pada saat itu. Lulus SMA, Anti bahkan memutuskan untuk berkuliah di Jurusan Manajemen Universitas Padjadjaran.

Baru ketika sudah menikah dan menjadi ibu, dia merasakan pen­tingnya punya banyak waktu untuk keluarga kecilnya. Aktivitas di luar rumah tentu tetap harus ada. Akan tetapi, harus tetap banyak berada di sekitar keluarga kecilnya.

Bermodalkan semangat belajar secara autodidak, Anti punya ke­inginan baru. Dia ingin memiliki toko perlengkapan bayi. Akan te­tapi, baju-baju yang dijual harus ia desain sendiri.

"Tapi kan aku nol banget ya. Pengalaman enggak punya, pokok­nya enggak punya keahlian apa-apa di bidang itu. Jadi, aku mikir gimana caranya supaya mimpi itu bisa terwujud," katanya.

Cara pertama adalah dengan belajar desain. Dia ingin sekali me­wujudkan imajinasinya dari coretan di kertas menjadi sebuah pola. Anti kemudian belajar di Linna Lea School of Fashion. Tak puas ha­nya sampai di situ, ia belajar lagi di Inter Model.

Setelah itu, Anti kembali belajar desain. Kali ini, di sekolah fashion Susan Budihardjo. Baru dari situ, Anti percaya diri mendirikan brand busana atas namanya sendiri.

"Yang dibuat jadinya bukan baju anak-anak, malah keterusan baju dewasa," ujar Anti.

Mengasah percaya diri

Buat Anti, menjadi desainer juga bisa dijadikan ajang mengasah percaya diri. Alasannya, Anti merasa bukan termasuk orang yang percaya diri.

"Dibilang profesi aku jadi desainer aja, aku enggak pede lho. Mungkin karena aku bukan tipe orang yang suka tampil, sukanya di belakang layar aja," ujar anak kedua dari lima bersaudara pasangan Moh Sidik dan Siti Darmiati ini.

Bahkan, ketika ada sesi wawancara dengan jurnalis setelah fashion show selesai, Anti masih malu-malu menghampiri. "Tapi enggak bisa begitu terus, kan. Apalagi, aku ingin sekali desain aku di­kenal dalam skala yang lebih luas," ujar istri Soni Santika ini.

Tahun 2013, Anti diajak bergabung dengan Ikatan Perancang Busana Muslim (IPBM) Jawa Barat. Anti yang merasa kurang percaya diri, awalnya sempat ragu. Akan tetapi, dengan dasar pemikir­an untuk lebih memiliki jaringan seprofesi dan kesempatan me­ngembangkan diri yang lebih luas, Anti memutuskan ikut.

Keputusan tersebut tak pernah disesalinya. Bersama IPBM, Anti merasa banyak belajar. Kini, hampir dalam setiap fashion show yang digelar IPBM, Anti ikut serta di dalamnya.

Dari berbagai fashion show yang diikutinya, ada ciri khas desain Anti yang sangat jelas. Rancangannya feminin, tetapi terlihat cute dan playfull. Tak jarang, ia bermain dengan pola yang asimetris.

Meskipun demikian, rupanya masih ada ambisi yang masih ingin dikejar Anti. Apakah itu?

"Mau punya show tunggal yang semua konsepnya dari aku, itu belum kesampaian sampai sekarang karena harus menginvestasi­kan banyak waktu. Semoga bisa terwujud, ya," kata Anti optimistis.

Mencandu berlari

"I'M not a running person!" Familiar dengan ungkapan tersebut?

Di sekitar kita, banyak orang yang merasa demikian. Seseorang merasa tidak ditakdirkan untuk suka dan bisa berlari ketika diajak mulai berlari.

Anti Dewi juga pernah melalui fase-fase demikian. Dari semua jenis olah raga, dia merasa berlari bukan diciptakan untuknya. Untuk itu, sejak SMA, ia berkutat dengan berbagai macam olah raga, kecuali berlari.

"Awalnya dari 2,5 tahun ke belakang, itu aku jalan kaki aja di Ta­man Lansia. Soalnya, aku enggak bisa lari sama sekali. Kalau lari, perut aku langsung sakit," ucap Anti memulai cerita mengenai hobi berlari yang kini ditekuninya.

Ia memulai berlari selama beberapa menit, lalu dilanjutkan berjalan kaki. Ketika merasa bisa, ia menambah durasi berlari sedikit demi sedikit. Begitu seterusnya, sampai ia bisa merasakan asyiknya berlari.

Lama-lama, Anti mencandu berlari. Dia dan beberapa teman yang sering berlari bersama, bahkan sampai menggunakan jasa pe­latih untuk lebih meningkatkan pace ketika berlari.

"Meskipun bukan untuk olah raga serius, tapi tetap target harus ada. Makanya, ambisi untuk meningkatkan pace atau jarak lari ha­rus ada, supaya lebih semangat," ucapnya.

Dalam seminggu, Anti biasanya berlari 3 hingga 4 kali. Sisanya, ia melakoni yoga.

Dengan rutin berolah raga, ia merasa memiliki tubuh yang bugar. Kualitas hidup pun tentu lebih meningkat.

"Apalagi kalau joging terus keringetan, rasanya fresh aja kalau udah selesai. Bekal berharga untuk menjalani rutinitas seharian," ujarnya.

Dengan rutin berolah raga, Anti merasa lebih leluasa melahap makanan kesukaannya. Bakso, cuanki, hingga pisang goreng.

"Sekarang mah udah enggak mikir mau kurus, ah. Yang penting sehat aja," ujarnya mantap.***

Let's block ads! (Why?)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Incoming Search