TRIBUNJOGJA.COM, JAKARTA - Momentum gerakan reformasi yang terjadi pada 20 tahun ditandai dengan mundurnya Soeharto dari jabatan presiden RI.
Soeharto jatuh pada 21 Mei 1998, setelah mendapat desakan massa, terutama mahasiswa yang menginginkan pergantian kepemimpinan nasional.
Dalam pidato pengunduran dirinya, Soeharto mengakui bahwa dia menyerahkan kekuasaannya kepada Wakil Presiden Bacharuddin Jusuf Habibie berdasarkan "aspirasi rakyat untuk mengadakan reformasi di segala bidang kehidupan berbangsa dan bernegara."
Kondisi saat itu memang tidak menguntungkan Soeharto.
Tuntutan reformasi masyarakat yang diwakili melalui aksi mahasiswa, mencapai puncaknya saat mahasiswa menguasai gedung DPR/MPR pada 18 Mei 1998.
Setelah mahasiswa menguasai DPR/MPR, pimpinan DPR/MPR yang diketuai Harmoko kemudian meminta Soeharto untuk mundur.
Ini tentu saja sebuah ironi, mengingat Harmoko yang merupakan Ketua Umum Golkar adalah orang yang bertanggung jawab dalam pencalonan kembali Soeharto.
Setelah menang Pemilu 1997, Golkar juga yang menjadi pelopor dalam mengusung Soeharto sebagai presiden untuk ketujuh kalinya dalam masa bakti 1998-2003.
Baca: Peringatan Reformasi, Mbak Tutut Bagikan Foto Kenangan Masa Kecilnya Bersama Soeharto dan Bu Tien
Namun, dilansir dari dokumentasi Kompas, bukan pernyataan Harmoko yang membuat Soeharto semakin terpojokkan.
Puncak kegalauan Jenderal yang Tersenyum itu terjadi pada Rabu malam, 20 Mei 1998.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar