THALASEMIA merupakan penyakit turunan dan tidak menular yang disebabkan oleh berkurangnya atau tidak terbentuknya protein pembentuk hemoglobin utama manusia. Sehingga membuat pasien kekurangan darah (anemia). Hingga saat ini, penyakit tersebut belum dapat disembuhkan dan justru dapat menimbulkan berbagai komplikasi penyakit.
Bahkan, para pasien yang mengidap thalasemia jenis mayor membutuhkan transfusi rutin seumur hidupnya agar dapat hidup dan beraktivitas secara normal. Selain transfusi darah, mereka juga harus mengonsumsi obat khusus setiap hari, untuk membantu mengeluarkan zat besi yang berlebihan di dalam tubuh, akibat transfusi darah rutin tersebut (kelasi besi).
Hal tersebut sempat dipaparkan secara langsung oleh salah satu pasien thalasemia bernama Dona. Pria berusia 36 tahun itu mengaku telah mengidap penyakit tersebut sejak dirinya masih berumur 4 tahun.
"Saya mengidap penyakit ini dari usia 4 tahun. Pada saat itu (1980-an) dokter telah mengeluarkan vonis bahwa saya hanya bisa hidup hingga umur 15-19 tahun," ungkap Dona, dalam konferensi pers Hari Thalasemia di Gedung Kemenkes RI, Jakarta Selatan, Senin 7 Mei 2018.
Lebih lanjut Dona mengatakan, selain transfusi darah, kala itu dokter menyarankan untuk melakukan terapi penyembuhan yang terbagi menjadi beberapa kategori. Dona mengaku memilih terapi "jarum suntik" karena dianggap lebih cocok dan dapat diterima dengan baik oleh tubuhnya.
"Bukan transfusi darah yang berat menurut saya. Transfusi itu justru seperti "momen liburan" bagi saya. Saya bisa izin sebentar dari kantor dan tidur selama kurang lebih 4 jam di rumah sakit. Justru yang paling berat itu saya harus melakukan terapi kelasi dengan cara penyuntikkan. Saya harus melakukannya sebanyak 5 kali dalam seminggu, dengan cara menempelkan jarum kecil di bagian perut selama kurang leibh 12 jam," tuturnya.
Sebelumnya, Dona mengaku sempat menjalani terapi obat-obatan namun hal tersebut tidak berlangsung lama karena menimbulkan efek samping yang menganggu aktivitasnya.
"Saya pernah coba terapi obat, tapi tidak kuat. Saya mual dan muntah-muntah, karena dalam sehari saya diharuskan meminum lebih dari 8 kapsul. Oleh karena itu, saya memilih terapi suntik karena lebih cocok dan tidak mengganggu pekerjaan saya," jelasnya.
Setelah hidup dengan penyakit thalasemia selama kurang lebih 30 tahun, Dona kini telah memiliki 2 orang anak dan bekerja di sebuah perusahaan swasta. Namun ia menegaskan bahwa masih banyak pekerjaan rumah yang harus segera dibenahi pemerintah, agar penyakit thalasemia ini dapat diketahui oleh masyarakat luas.
"Sosialisasinya masih kurang. Masih banyak masyarakat yang tidak tahu thalasemia. Setiap saya berkenalan dengan orang, saya selalu mengatakan kalau saya pengidam thalasemia. Namun mereka justru balik menanyakan kepada saya tentang penyakit tersebut. Oleh karena itu, saya selalu siapkan waktu selama 30 menit untuk mengadakan kuliah dadakan seputar thalasemia," tukas Dona sambil tertawa lepas.
(ren)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar