Laporan Wartawan Tribun Jabar, Ery Chandra
TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Berada di Desa Bojongloa, Kecamatan Rancaekek, Kabupaten Bandung atau tepatnya di Jalan Raya Rancaekek-Majalaya No 45, atau sekitar satu jam dari pusat Kota Bandung, Masjid Besar Rancaekek berdiri kokoh.
Sentuhan klasik masih bisa terlihat dari masjid tersebut yang dominan berwarna cat hijau. Sebuah saka atau tiang tegak berdiri menyangga langit-langit masjid.
Suasana didalam masjid terasa sangat sejuk, dibalut oleh karpet berwarna hijau membuat nyaman pengunjung yang datang.
Masjid Besar Rancaekek diduga merupakan masjid tertua yang telah berdiri sekitar 1815 silam.
Tak ada yang menyangka, pada zaman penjajahan Hindia Belanda masjid itu pernah terkena dampak bom.
Pasalnya, Belanda hendak menghancurkan tempat pemancar radio yang ada di Rancaekek. Tetapi malah terkena masjid yang menjadi tempat berkumpulnya sekitar belasan pejuang di masjid sehingga semuanya gugur kala itu.
"Di sini dulu jalannya bergelombang, belum seperti sekarang beraspal. Waktu Belanda masuk ke sini dan mengebom lambang-lambang masjid hancur semua," ujar sesepuh warga sekitar, Abah Unang (80), di Jalan Raya Dangdeur-Rancaekek, Kabupaten Bandung, Minggu (20/5/2018).
Menurut Unang, kali pertama masjid itu dirombak pada 1949 yang terkena dampak dari bom yang meledak.
Lantas, setelah direnovasi sempat dikunjungi dan diresmikan oleh Menteri Agama, Wahid Hasjim, era kabinet pemerintahan Republik Indonesia Serikat (RIS), berada di Yogyakarta.
Mantan pengurus Masjid Besar Rancaekek tahun 1960-an itu menuturkan asal usul penamaan kampung yang menjadi lokasi masjid itu pada zaman Belanda masih bernama Sindang Upay.
"Kini ada nama RW (Rukun Warga) hilang nama itu. Diganti Kampung Kaum. Dulu pembangunan masjid pertama kali dibangun secara gotong royong," kenang Unang. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar