Sabtu, 26 Mei 2018

Kontroversi Film dan Kisah Heroik di Balik Buku Bumi Manusia

Suara.com - "Seorang terpelajar harus sudah berbuat adil sejak dalam pikiran apalagi dalam perbuatan", salah satu quote populer yang dikutip dari buku pertama Tetralogi Buru, Bumi Manusia, karya sastrawan kaliber Pramoedya Ananta Toer.

Untuk menerapkan adil sejak dalam pikiran pun tampaknya sulit dilakukan oleh generasi masa kini.

Buktinya, masih banyak yang berapi-api menanggapi kabar difilmkannya novel Bumi Manusia. Perlakuan adil belum berlaku untuk Hanung Bramantyo sebagai sutradara film dan Iqbaal Ramadhan sebagai pemeran Minke.

Seperti ditulis Matamata.com,  saat ini muncul kritikan dari para penikmat sastra setelah mengetahui Bumi Manusia akan difilmkan pun setelah mengatehui para cast-nya. Lagi-lagi, Iqbaal Ramadhan mendapat perlakuan yang sama seperti saat ia mendapat peran sebagai Dilan di film Dilan 1990.

Namun untuk kasus ini, rupanya cukup serius mengingat Iqbaal akan membawakan karakter yang dinilai sakral oleh para penikmat sastra.

Baca juga:  Perankan Minke, Iqbaal Tunai Pro dan Kontra Penggemar karya Pramoedya Ananta Toer Bumi Manusia

Banyak spekulasi bermunculan ketika terpilihnya Iqbaal sebagai Minke, bahwa Falcon Picture dinilai mengambil kesempatan dari kesuksesan film Dilan 1990 yang berhasil meraup kurang lebih sebanyak tujuh juta penonton.

Sutradara dan para pemain film Bumi Manusia (hanungbramantyo/Instagram).

Kali ini Falcon Picture beruntung mendapat kesempatan mengadopsi novel Bumi Manusia. Sebelumnya, Falcon Picture juga sebagai rumah produksi film Dilan 1990.

Kekhawatiran pun muncul ketika Bumi Manusia difilmkan, akan menghilangkan esensi sebenarnya tentang perjuangan kolonialisme dan perjuangan mencerdaskan kehidupan bangsa.

Kisah cinta Annelis Malema dan Minke memang menarik dan romantis, namun itu hanya lah pemanis dalam cerita. Perjuangan Minke melawan ketidakadilan yang terjadi pada bangsanya lebih penting untuk dikedepankan.

Novel Bumi manusia tidak sekadar novel cinta-cintaan semata. Bumi Manusia merupakan novel progresif yang mampu membangkitkan semangat revolusioner. Ketajaman pena Pram terlihat di novel Bumi Manusia.

Kisah Heroik di Balik Bumi Manusia

Long story short, pada 1960-an Pramoedya Ananta Toer ditahan pemerintahan Soeharto karena pandangan pro-Komunis Tiongkoknya.

Bukunya dilarang dari peredaran, dan ia ditahan tanpa pengadilan di Nusakambangan di lepas pantai Jawa dan akhirnya di pulau Buru di kawasan timur Indonesia.

Pram dilarang menulis selama ditahan di Pulau Buru. Sebelum mulai menulis, Pram menceritakan kisah Bumi Manusia kepada para tahanan ketika sedang berada di sawah dan ladang.

Setelah dua tahun berlalu, rekan tahanannya membantu Pram dengan memberikan mesin tik tua Royal 440 padanya.

Baca juga: Mengenal Maria Eva De Jongh, Pameran Annelies di Bumi Manusia

Dengan bahan yang serba terbatas dan bantuan para tahanan lainnya, ia mulai menulis Tetralogi Pulau Buru yang meliputi empat jilid, yakni Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah dan Rumah Kaca.

Tokoh utama Minke, seorang bangsawan kecil Jawa, dicerminkan pada pengalaman RM Tirto Adisuryo seorang tokoh pergerakkan pada zaman kolonial yang mendirikan organisasi Sarekat Priyayi dan diakui oleh Pramoedya sebagai organisasi nasional pertama.

Maria Eva De Jongh

Jilid pertamanya dibawakan secara oral pada para kawan sepenjaranya, dan sisanya diselundupkan ke luar negeri untuk dikoleksi pengarang Australia dan kemudian diterbitkan dalam bahasa Inggris dan Indonesia.

Pada bulan April 1980 selepas dari tahanan, Hasjim Rachman, mantan pemimpin redaksi Bintang Timur, dan Pramoedya menemui Joesoef Isak, mantan wartawan Merdeka yang belasan tahun mendekam di Rutan Salemba.

Diskusi berkembang, dan kesepakatan dicapai untuk menerbitkan karya eks-tapol yang selama ini tidak mendapat sambutan dari penerbit lain.

Naskah pertama yang terpilih untuk diterbitkan adalah Bumi Manusia. Pramoedya kembali bekerja keras memilah tumpukan kertas doorslag yang berhasil diselamatkannya dari Pulau Buru. Hampir semua naskah aslinya ditahan oleh petugas penjara dan sampai tidak pernah dikembalikan.

Dalam kurun waktu tiga bulan, Pram berhasil menyusun kembali tumpukan kertas yang sudah lusuh menjadi sebuah buku. Awal Juli 1980, naskah Bumi Manusia dikirim ke percetakan Aga Press dan cetakan pertama keluar pada 25 Agustus 1980.

Selengkapnya Klik di Sini 

Let's block ads! (Why?)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Incoming Search