Kepada detikTravel, Faisal Rusdi menceritakan awal mula kejadian yang kurang mengenakan tersebut. Awalnya ia yang sehari-hari menggunakan kursi roda baru saja jalan-jalan bersama istri dan beberapa temannya. Kemudian ia berkunjung ke AAW.
"Ekspektasi kami dari luar ini sudah aksesibel karena skalanya internasional. Di luar juga sudah terlihat ada jalan lebar walau pun agak curam. Tapi bagi saya waktu itu terlihat masih aksesibel," ujar Faisal melalui sambungan telepon, Jumat (3/8/2018).
Foto: (dok Istimewa) |
Akhirnya Faisal meminta untuk bertemu pihak manajemen. Awalnya permintaan itu tidak ditanggapi serius bahkan Faisal hanya diajak berbincang di luar.
"Saya bilang ini adalah kritikan yang serius, jadi kami ingin di kantor agar lebih serius. Akhirnya kami diterima di dalam kantor," ucapnya.
Faisal mengatakan selama pembicaraan tersebut pihak manajemen hanya bisa meminta maaf dan banyak berkilah. Bahkan saat ia meminta agar tempat tersebut berbenah ramah disabilitas, pihak manajemen tidak bisa menjaminnya karena tempat tersebut milik WNA Korea dan tidak tinggal di Indonesia.
"Saya pikir kalau pemiliknya orang luar negeri seharusnya sudah mengerti dengan aksesibilitas. Seharusnya setiap ruang publik seperti AAW ada izin IMB tentang aksesibilitas. Tapi ternyata ini bisa lolos," katanya.
BACA JUGA: Curhatan Penyandang Disabilitas Terhadap Fasilitas Wisata
Menurut Faisal bukan kali ini saja ia menemukan tempat wisata di Kota Bandung yang tidak ramah disabilitas. Contoh lainnya adalah wisata Rabbit Town yang sebelumnya sempat viral karena dianggap plagiat dengan karya seniman luar negeri.
Ia menyebut Rabbit Town lebih parah dari AAW karena sama sekali susah diakses disabilitas. Bahkan tempat wisata itu dianggapnya membahayakan bagi anak-anak.
"Berkali-kali kami melihat pembangunan tempat wisata di Bandung yang baru, semuanya tidak aksesibel. Ini sangat parah. Ini jangan-jangan pemerintahan Bandung lalai dan terjadi lagi suap menyuap arahnya ke korupsi," katanya.
Foto: (dok Istimewa) |
Sebab, kata Faisal, dalam undang-undang, Permen, Pergub hingga Perwal semuanya telah diatur bangunan harus ramah disabilitas. Bahkan dalam setiap pembangunannya warga disabilitas harus dilibatkan agar bisa merasakan jika ada kekurangan.
Pembangunan juga dianggpanya tidak akan terlalu mahal jika mengikuti peraturan sejak awal. Itu akan berbeda jika setelah dibanguna tidak mengikuti aturan sehingga harus mengeluarkan biaya tambahan.
"Kami harap setiap pembangunan didesain agar aksesibel dan semua orang bisa menikmati," ujar Faisal. (wsw/wsw)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar