Sabtu, 18 Juni 2016

Kondisi Kamar Rasulullah dan Pecahnya Tangisan Umar

Metrotvnews.com, Jakarta: Yang amat dijunjung dalam kekerabatan Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya ialah prinsip silaturrahmi. Nabi atau sebaliknya menggemari kebiasaan saling kunjung. Mereka saling menanyai kabar dan mendoakan, juga turut membantu sebelum dimintai pertolongan.

Namun kepada Nabi, belum ada sahabat yang dapat leluasa menengok hingga ke ruang paling pribadi. Selain putri dan istri-istri Rasul, keterbukaan beliau tak lantas dimanfaatkan para sahabat untuk mengabaikan akhlak dan penghormatan. Hanya bagi yang telah amat dekat setara Umar ibn Khattab, yang kala itu dapat menengok langsung sang kekasih Allah SWT langsung ke dalam kamarnya.

Setelah melewati pintu, Umar berhenti. Dilihatlah Nabi yang tengah terbaring di atas tikar usang. Tepinya lapuk, sementara kasarnya rajutan membuatnya membekas di bagian kulit belikat. Umar menjeda, ia memejamkan mata dan menghela napas. Setelah itu, ia kembali menyaksikan Nabi yang hanya berbantal kasar dari kulit samak hingga membekasi kepalanya. Umar menengok kanan kiri kamar, di salah satu pojok dilihat Umar segantang gandum, di bawahnya terdapat qarzh; semacam tetumbuhan untuk menyamak.

Tangisan Umar pun pecah. Betapa ia menyaksikan pemimpin tertinggi umat Islam itu hidup dalam kesederhanaan. Mendengar sedu sedan Al-Faruq, Rasulullah terbangun dan bertanya, "Ihwal apakah yang membuatmu menangis, Wahai Umar?."

Umar menyisakan sesenggukan, "Wahai Rasulullah, bagaimana aku tidak menangis?, sedangkan tikar itu membekas di belikatmu, sedangkan aku juga tidak melihat apa-apa di lemarimu?. Kisra dan para kaisar duduk di atas tilam emas dan kasur dari beludru dan sutera, dilengkapi pula dengan buah-buahan dan sungai-sungai. Sementara engkau adalah Nabi dan manusia pilihan Allah SWT," kata Umar.

Seperti biasa, Nabi hanya menyunggingkan senyum, lantas berkata, "Wahai sahabatku, Umar ibn Khattab. Kebaikan mereka (para kaisar) telah dipercepat kedatangannya, sementara kebaikan itu pasti terputus (sementara). Sedangkan kita adalah kaum yang kebaikannya ditunda hingga hari akhir. Tidakkah engkau rela jika akhirat untuk kita dan dunia untuk mereka?."

Dengan sigap, sahabat Umar menjawabi, "Aku rela, ya Rasulullah."

Sumber: Disarikan dari hadist riwayat Hakim, Ibnu Hibban, dan Imam Ahmad.

(SBH)

Let's block ads! (Why?)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Incoming Search