Rabu, 08 Juni 2016

Ramadan Pengungsi di Eropa, Rindukan Keluarga dan Makanan

Metrotvnews.com, Jerman: Suasana puasa tahun ini, dirasakan berbeda oleh para pengungsi Suriah dan pencari suaka yang berada di kampung pengungsian di sejumlah wilayah yakni di Jerman dan Yunani. Beberapa dari mereka rindu kehangatan keluarga dan teman yang berkumpul di kala berbuka puasa. 

Warga Suriah, Khairallah Swaid, 25, mengatakan, dia rindu dengan istrinya yang berada di kampung pengungsian di Yunani. Selain itu, dia juga mendambakan masakan ibunya seperti nasi dan daging yang disajikan selama Ramadan. Momen bersama keluarga itulah yang dirindukan para pengungsi. 

"Aku rindu istriku, tapi selama bulan Ramadan saya akan kehilangan makanan ibuku lagi," canda Swaid, dilansir dari Khaleejtimes.

Serupa dengan Swaid, ratusan ribu migran yang berbondong ke Eropa tahun lalu lantaran melarikan diri dari perang dan kemiskinan di Suriah, Afganistan, dan Irak kini menjalani puasa serba terbatas. 

"Kamu tidak bisa merasakan Ramadan, tanpa makanan yang baik," ujar Swaid. 

Dia bertutur, dia menghabiskan USD136 dalam sebulan untuk memenuhi kebutuhan makan selama berada di penampungan pengungsi di bagian utara dari ibukota Jerman. Dia dan pencari suaka lain, hanya mendapatkan beras, sayur, dan roti yang kemudian dimasak menggunkana ketel. 

Tak hanya suasa Ramadan yang berbeda, juga makanan yang terbatas. Durasi berpuasa di Eropa dirasa lebih lama oleh para migran, dibanding di rumah mereka sendiri. 

Serupa, warga muslim dari perkampungan pencari suaka Hemmeslovs Herrgard merasa tidak puas dengan isi kudapan yang diberikan untuk berbuka. 

Kala itu, matahari terbenam di atas selat Oresund yang membelah Denmark dan Swedia. Warga muslim telah mengantri di kantin sejak pukul 21.30 waktu setempat, 30 menit sebelum waktu berbuka puasa tiba. Panjang antrian mencapai 25 meter. Orang dewasa dan anak-anak telah siap dengan piring dan cangkir di tangan mereka. 

"Mereka tidak puas dengan isi snack," ujar Manajer Kamp, Magnus Falk. 

Falk mengatakan, warga yang berpuasa mendapatkan roti dengan sosis, yogurt, keju dan selai. 

Seorang warga Suriah, Mohammed, mengaku, meninggalkan sepotong roti di luar kantin sembari berurai air mata. Dia mengatakan, sengaja menaruh sisa makanan tersebut agar dapat dimakan hewan di sekitar penampungan. 

"Kami ingin membuang sisa roti untuk burung-burung, jadi saya dan saudara saya dapat melihat mereka dari dekat," katanya. 

Mohammed berucap, para migran tidak terkesan dengan makanan yang diberikan. Kebanyakan migran mencoba untuk membuat makanan lebih berselera, dengan menambahkan rempah-rempah. 

"Biasanya kami memasak makanan sangat bagus selama Ramadan dan makan dengan teman-teman, tapi di sini kita sendirian. Tapi kita masih merayakan Ramadan, karena itu adalah tradisi," katanya.

Sementara itu, kondisi pengungsian di Yunani disesalkan para pengungsi. Kondisi kamp yang kotor dan udara panas membuat mereka lebih sulit menjalani Ramadan 1437 H. 

"Kami tidak bisa tinggal di tenda karena terlalu panas dan anak-anak muntah atau (memiliki) diare karena tempat ini begitu kotor," kata Mahdieh,  yang tinggal di kamp tenda di bekas pangkalan militer dekat Athena, Yunani.

Mahdieh berasal dari Logar, Afghanistan, dia dan keluarganya melarikan diri karena diancam oleh Taliban. Dia teringat saat Ramadan lalu berada di rumah, keluarga berkumpul untuk berbicara, tertawa dan bahagia.

"(Di sini) Kita mengalami depresi, kita lelah, kita tidak tahu bagaimana kita bisa tinggal di sini," katanya.

Senada, Abdul Bashir Nomand asal Afghanistan tinggal di tenda bersama dengan istri dan lima anaknya. Puasa ini, menurutnya menjadi yang tersulit. 

 "Semua orang kehilangan keluarganya, negaranya, dan ini sangat sulit. Ini sulit bagi orang yang jauh dari negara mereka, dari tetangga mereka, dari keluarga mereka, ujarnya.

(LDS)

Let's block ads! (Why?)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Incoming Search