Rabu, 10 Agustus 2016

Kisah Freddy, kontainer Cina, dan kesaksian mantan Kepala BAIS

Koordinator KontraS Haris Azhar (kanan) memberikan keterangan kepada wartawan terkait laporan dirinya kepada Bareskrim Polri atas tulisannya yang diduga mencemarkan nama baik di Kantor KontraS, Jakarta, Rabu (3/8).
Koordinator KontraS Haris Azhar (kanan) memberikan keterangan kepada wartawan terkait laporan dirinya kepada Bareskrim Polri atas tulisannya yang diduga mencemarkan nama baik di Kantor KontraS, Jakarta, Rabu (3/8). © Sigid Kurniawan /ANTARA FOTO

Riuh pengakuan Freddy Budiman yang dituturkan Ketua KontraS Haris Azhar tentang keterlibatan sejumlah aparat membuat mantan Kepala Badan Intelijen Strategis (Bais) TNI, Laksda TNI (Purn) Soleman B Ponto angkat bicara. Ia bercerita, saat Freddy memasukkan pil ekstasi 1,4 juta butir dari Cina pada Mei 2012 itu dirinya menjabat sebagai Ka Bais. Tepat pada Mei 2012 itu, dirinya mendapat perintah dari Panglima TNI yang saat itu dijabat Laksamana TNI Agus Suhartono agar memeriksa semua kontainer yang diurus Primkop Kalta (koperasi milik TNI).

Ia lantas melaksanakan perintah itu. Ia langsung berkoordinasi dengan aparat Intelijen Bea Cukai Tanjung Priok dan aparat intelijen Bea Cukai pusat. Dari Bea Cukai itu disampaikan Primkop Kalta memasukan 2 kontainer di Tanjung Priok. Dia kaget. "Saya marah, karena merasa telah memerintahkan untuk menghentikan kegiatan itu," ujar Ponto seperti dinukil Jitunews.com.

Ia lantas menelepon Kepala Primkop Kalta agar menghentikan pengiriman itu. Namun Kepala Primkop Kalta mengatakan kontainer itu sudah dalam perjalanan negara pengirim. Karena sudah dalam perjalanan, ia pun meminta bea cukai memeriksa dan menahan semua kontainer yang diurus Primkop Kalta di seluruh pelabuhan Indonesia.

Benar. Rupanya ada dua pelabuhan yang menerima kiriman dari Primkop Kalta. Dua kontainer terdapat di Semarang dan dua kontainer di Tanjung Priok. Pada 24 Mei 2012, bea cukai Tanjung Priok memeriksa dua 2 kontainer itu. Pemeriksaan disaksikan juga oleh dua orang berpangkat mayor dari BAIS. Hasil pemeriksaan menyebut kalau di dua kontainer itu tidak ada barang yang dicurigai sebagai narkoba.

Keesokan harinya ia terkejut saat menerima laporan seorang anggota TNI bernama Serma Supriyadi ditahan BNN karena mengeluarkan kontainer dari Tanjung Priok yang berisi narkoba.

Ia murka karena merasa ditipu oleh anak buahnya yang turut memeriksa isi kontainer itu. Kepada dia, stafnya menjelaskan bahwa kontainer yang berisi narkoba itu adalah kontainer ke-3 bernomor TGHU 0683898 yang tidak dilaporkan keberadaannya oleh bea cukai.

Menurut keterangan BNN, pengungkapan kasus ini bermula pada April. Saat itu BNN mendapat kabar dari Kepolisian Cina dan United Nation Office on Drugs and Crime yang menyebut ada kapal yang diduga membawa narkoba dari pelabuhan Cina akan menuju Indonesia.

Kontainer yang diangkut kapal YM Instruction Voyage 93 S itu berlayar dari pelabuhan di Shenzen, Lianyungan, Cina itu berangkat 28 April 2012. Kapal itu diperkirakan tiba di Pelabuhan Tanjung Priok pada 8 Mei 2012. Dalam dokumen pengiriman atau bill of lading (BL) tertera nama PT Primer Koperasi Kalta milik Badan Intelijen Strategis TNI (BAIS TNI).

Sampai di Tanjung Priok, menurut mantan Deputi Pemberantasan Narkoba Badan Narkotika Nasional (BNN) Irjen (Purn) Benny Mamoto, dirinya memerintahkan anggotanya menyusup ke kontainer berkode TGHU. Tujuannya untuk memastikan bahwa kontainer tersebut memuat narkotik.

Setelah kepastian didapat kontainer itu berisi narkoba, pada 15 Mei 2012, Bea Cukai dan BNN menggelar pertemuan di Gedung B kantor pusat Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC), Rawamangun, Jakarta Timur. Pada rapat itu BNN memberi perhatian khusus pada satu kontainer bernomor TGHU 0683898.

Pada 22 Mei 2012, kontainer itu dibongkar. Satu persatu barang dikeluarkan. Isinya akuarium beserta perintilan lain seperti sponge, activated, filter dan aksesoris akuarium. Namun di sudut kiri bagian dalam kontainer ada 12 karton, dan salah satunya terdapat pil warna oranye. Total 1,4 juta ekstasi ditemukan.

Tiga hari kemudian, tepatnya 25 Mei barang haram itu diangkut keluar dari Pelabuhan Tanjung Priok. BNN yang sudah melakukan operasi controlled delivery menghentikan truk yang membawa barang haram itu di jalan pintu masuk Tol Bintang Mas, Ancol Pademangan, Jakarta Utara. Barang itu hendak diantar ke gudang penimbunan Jalan Kayu Besar Dalam 99 No 22 RT 11 RW 01, Cengkareng, Jakarta Barat.

Menurut Benny, saat itu pihaknya memang sengaja menunggu narkoba itu keluar untuk mengetahui tujuannya. Metode ini disebut control delivery dalam operasi intelijen BNN.

Benny yang saat itu memimpin operasi mengakui saat itu dirinya secara diam-diam sempat memeriksa isi kontainer dengan disaksikan petugas bea cukai. "Setelah dipastikan isinya narkoba ditutup lagi, kenapa? Karena kita menunggu barang itu mau dikirim ke mana," katanya seperti dilansir Merdeka.com.

Dalam proses pengintaian, kata Benny, BNN memang menunggu siapa akan urus barang haram itu, siapa mengeluarkan, siapa menerima dan di mana lokasi penerimaannya.

Nah saat barang itu keluar, kata Benny, ada dua motor yang menunggu truk melintas, sehingga truk dihentikan dan kemudi diambil alih oleh aparat. Dari situ terungkap ternyata yang mengurus gudang itu adik Freddy Budiman. "Kita juga mulai tahu keterlibatan Supriyadi, perannya apa. Dia yang mengurus surat-suratnya sampai keluar," ujarnya. Supriyadi sendiri akhirnya divonis tujuh tahun penjara karena terbukti memalsukan dokumen.

Pertanyaannya, kenapa barang itu bisa keluar dan bagaimana prosedurnya?

Kasubdit Komunikasi dan Publikasi Bea Cukai Deni Surjantono seperti ditulis Merdeka.com, menjelaskan standard operating procedure (SOP) terhadap setiap barang yang masuk ke pelabuhan. Tahap pertama masuk dicek dokumennya, lalu ada invoice, dan packing list.

Setelah itu, dilampirkan pemberitahuan info barang (PIB), dokumen diteliti adakah ketentuan dokumen larangan pembatasan atau tidak. "Kalau belum lengkap harus dilengkapi izinnya.," ujarnya.

Pengecekan itu juga dilakukan dengan memperhatikan jumlah dan jenis barang. Setelah sesuai dokumennya diteliti, tarif yang masuk, termasuk nilainya apakah sesuai dengan nilai transaksi atau tidak.

"Setelah itu terbit Surat Pemberitahuan Pengeluaran Barang (SPTB). Jadi kalau barang keluar dari pelabuhan ada SPTB itu. Intinya pengecekan dokumen," tuturnya.

Lalu kenapa barang narkoba dibiarkan lewat? "Kenapa barang itu bisa lewat, kita juga harus adu pintar dengan sindikat, semakin kita pintar kita belajar. Adu pintar, pemeriksaan sudah melakukan secara optimal," katanya.

Let's block ads! (Why?)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Incoming Search