Bangunan ini merupakan salah satu yang terkenal sejak musibah Tsunami Aceh 26 Desember 2004. Asal muasal kapal di atas rumah tersebut mempunyai cerita yang cukup ajaib. Seperti yang diceritakan salah satu saksi mata kejadian itu adalah nenek Bundiah asal desa Gampung Lampulo (kampung nelayan), Banda Aceh.
"Dipanggilnya saya nenek kolak, karena sebelum tsunami melanda, saya berjualan kolak untuk para nelayan," ujar Bundiah.
Awal cerita Bundiah sedang berjualan seperti biasanya, dan tiba-tiba dia merasakan gempa, yang dipikirnya gempa biasa.
"Saat saya lihat ke belakang kok orang-orang pada bilang air laut naik, di situlah saya baru merasakan gelombang tsunami besar hitam dan berpikir akan meninggal saat itu," ujar Bundiah.
|
Saat Nenek Bundiah berlari ke arah Lampulo, Bundiah melihat sebuah kapal dan langsung menaikinya bersama sekitar 59 orang lainnya. Namun ternyata kapal tersebut tidak ada nakhodanya. Si nenek sempat merasa putus asa lagi. Sampai akhirnya gelombang tsunami yang ketiga mulai melanda.
"Nah gelombang tersebutlah yang akhirnya membuat kapal itu nyangkut di atas rumah keluarga Pak Misbah di sini di tempat ini sekarang. Nah setelah itu ternyata kapal itu kata orang belum pernah dipakai untuk melaut," tutur Bundiah.
Dan setelah kejadian itu, warga Aceh mempunyai kebiasaan, atau adat, bahwa setiap ada musibah mengumandangkan adzan. "Karena ketika gelombang itu datang saya sudah putus asa saya dan yang lain mengumandangkan adzan, dan saya berpikir adzan itu yang membuat Allah SWT menyelamatkan saya," tutur Bundiah.
Saat ini nenek kolak sudah berumur 67 tahun. Ketika musibah tsunami, nenek Bundiah masih berumur 55 tahun.
(ddn/ddn)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar