
PERDANA - Kades Rahmad dan Guru Slamet Lestari berfoto bersama Paskibraka SMPN 2 Pamukan Utara, Kabupaten Kotabaru
PROKAL.CO, Demi bisa melaksanakan upacara kemerdekaan di desa, para pelajar wanita rela menahan jengah. Pake jilbab tapi rok pendek terlihat lutut. Semangat yang menerbitkan haru.
Zalyan Shodiqin Abdi, KOTABARU
Upacara kemerdekaan sudah usai, namun kisah di salah satu desa ini masih terus dibicarakan. Kisahnya mengundang tawa, sekaligus haru. Juga bangga, bahwa semangat kemerdekaan masih menyala meski dari perbatasan.
Kepala Desa Mulyohajo, Rahmad didampingi Guru SMPN 2 Pamukan Utara Slamet Lestari menceritakannya kepada penulis di Kotabaru, Kamis (1/9) malam kemarin. SMPN 2 tepat berada di Desa Mulyoharjo.
Desa eks transmigrasi ini berada persis di perbatasan Kalsel dan Kaltim. Untuk barang tertentu warga berbelanja ke Kaltim ketimbang pusat kota kabupaten karena faktor jarak.
Dua belas hari jelang upacara kemerdekaan tadi, aparat desa sepakat menggelar upacara bersama anak sekolah dan warga di Desa. Keluhan murid karena upacara ke pusat kecamatan memakan waktu dan tenaga. Jarak desa ke pusat kecamatan sekitar empat belas kilometer.
Gayung bersambut. Para guru setuju. Semua lantas berkemas. Gugup dan semangat bercampur aduk. "Puluhan tahun ini baru sekarang kita upacara kemerdekaan sendiri di desa. Biasanya di kecamatan," kata Kades lulusan sarjana pendidikan ini.
Slamet Lestari sarjana pendidikan matematika mengatakan, sekolah segera mendatangkan pelatih Paskibraka. Beruntung alumni SMPN 2 yang baru lulus SMA, Imam Syafai adalah mantan Paskibraka Kalsel. Putra daerah yang baru mendaftar di Uniska Banjarmasin turun gunung melatih adik-adiknya di desa.
Pemilihan anggota Paskibraka berjalan singkat. Tidak ada waktu seleksi mendetail. Kategorinya hanya siapa paling tinggi dan tegap serta mudah diatur tentunya. Terpilihlah beberapa anak perempuan dan pria.
Latihan kilat dimulai. Sore dan malam latihan. Kalau sore di lapangan depan sekolah. Anak-anak desa baris-berbaris tidak menggunakan sepatu atau sandal. Pakaian mereka pakaian olahraga. Dan kalau malam latihan di laboratorium.
"Beruntung warga desa itu juga antusias. Mereka terus menyemangati, jadinya anak-anak semangat terus," kata Slamet.
Latihan baris-berbaris jalan. Kendala datang dari paduan suara. "Aduh awalnya anak-anak nyanyi seperti robot, nadanya lurus aja," kenang Slamet tertawa. Solusinya anak-anak setiap latihan diperdengarkan dulu audio player lagu Indonesia Raya. Perlahan cara ini membuahkan hasil.
Beberapa hari jelang tanggal 17 Agustus panitia upacara semakin sibuk. Pakaian paskibraka dipesan. Jilbab baru dan rok panjang serta peci. Paskibraka beraksi menggunakan seragam resmi. Warga antusias menonton.
Dan ups. Belum lama sesi latihan pelajar wanita protes. Rok panjang mereka membuat susah melangkah dan jalan di tempat. "Saking semangatnya semua lupa soal ini," kata Kades tertawa.
Akhirnya rok anak dibawa ke tukang jahit. Tidak ada pilihan rok harus dipermak setinggi lutut. Namun masalahnya anak-anak tidak memiliki kaus kaki tinggi. Rok pendek akan membuat betis mereka terlihat.
Di sini peran Kepala Desa terlihat tidak tanggung. Upacara harus berjalan, undangan sudah kadung disebar. Bahkan Babinsa Sertu Usman sudah menyanggupi jadi Komandan Upacara. Kades segera mengutus anak buahnya mencari kaus kaki panjang. Perintahnya harus dapat karena besok upacara digelar.
"Nah ini masalahnya. Keliling mencari kaus kaki yang panjang supaya betis atas anak tidak terlihat tapi tidak ada ketemu, tetap aja pendek," kata Kades. Yah sudah tidak ada pilihan. Malam hari kemerdekaan, anak pelajar meneruskan latihan di Laboratorium.
Dan hari dinanti tiba. Tepat tujuh belas Agustus lapangan sekolah penuh dengan pelajar, aparat desa, dan warga. Ada juga dokter yang bertugas di sana. Semua hadir. Ini pertama upacara kemerdekaan di Desa.
Semua semangat, antusias dan bisa memaklumi, melihat seragam Paskibraka apa adanya. Pastinya, mereka telah melaksanakan tugas, mengibarkan sang merah putih di langit perbatasan dengan baik. Peserta upacara kompak hormat ketika komando lantang Sertu Usman menggelegar.
"Di situ kami haru. Ternyata upacaranya sukses meski sebenarnya banyak kekurangan," kata Slamet. (yn/bin)
?>
Tidak ada komentar:
Posting Komentar