INDOPOS.CO.ID – Berawal dari hobi memasak dan membuat sambal, ibu tiga anak ini berhasil menciptakan sambal yang digemari banyak orang. Bahkan sambal bermerek Maike ini telah melanglang buana hingga ke Eropa.
FERIAL AYU, Mataram
Jika ingin berhasil, maka harus bisa berinovasi. Ini seperti yang dilakukan Emi Suryani. Sangat sulit bersaing pada era globalisasi saat ini, terlebih hanya untuk sekadar berjualan sambal. Namun tak ada tersirat kata lelah di wajah perempuan asal Kopang, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB) ini. Ia yakin jika mau berusaha, pasti ada jalan. Dengan senyum ramah, dia menyambut Lombok Post (Grup indopos.co.id) di warung sederhana miliknya. "Silakan duduk mbak," katanya ramah.
Merapikan jilbab yang dikenakan, ia pun memulai kisahnya. Semua berawal dari hobi anak dan keluarganya makan sambal. Setiap kali makan, anaknya selalu menginginkan sambal.
Memakan sambal dengan rasa yang sama, tentu sedikit membosankan. Ia ingin membuat sambal yang sekaligus menjadi lauk untuk makan. "Jadi kalau tidak ada ikan, bisa langsung jadi lauk," ujarnya.
Ia pun mulai melakukan beragam percobaan. Dimulai dengan ikan asin. Butuh kesabaran besar jika ingin menciptakan sesuatu yang baru. Ia harus mengalami kegagalan berkali-kali, sebelum akhirnya berhasil. "Saya ciptakan pertama kali untuk anak-anak," tuturnya.
Setelah berhasil, ia pun membuatnya untuk bekal makan siang anak-anaknya. Sambal ikan asin dibawa putra sulungnya ke kantor tempat dia bekerja. Rekan kerja anaknya pun mulai mencicipi. Rasa unik, rasa ikan asinnya yang khas membuat mereka tertarik. Sejak saat itu, sambal di bekal anaknya selalu dikerubuti rekan dikantornya. Dari situ rekan anaknya mulai meminta untuk dibuatkan juga. "Kita pesan sambal dong," ujarnya meniru ucapan rekan sekantor anaknya.
Atas dukungan ibu dan anaknya, Emi mulai menerima pesanan. Pesanan pun semakin meningkat setiap harinya. Emi menuturkan, untuk menghasilkan sambal tahan lama perlu proses yang apik mulai dari pemilihan bahan. Harus menggunakan bahan yang fresh. Selain itu, proses masakannya pun juga melalui empat kali penggorengan. Dimulai dari bahan yang digoreng secara terpisah. Kemudian ditumbuk lalu digoreng. Setelah itu dicampur menjadi satu dan digoreng kembali. Terakhir diberi ikan asin, cumi atau tongkol lalu digoreng kembali. "Saya tidak pakai bahan pengawet," akunya.
Dari mulut ke mulut, sambal Maike mulai berkembang. Pemesan bahkan tak hanya rekan anaknya, tapi juga beberapa orang dari luar daerah. Selang beberapa bulan, Emi memutuskan untuk membuka warung sederhana. Terletak tak jauh dari eks Bandara Selaparang. Sambal yang ia jual ternyata juga menarik perhatian beberapa wisatawan asing yang singgah. Mereka bahkan membelinya sebagai oleh-oleh. "Mereka dari Jerman, Swiss, Vietnam, dan beberapa negara lain," terangnya. Tak hanya itu, beberapa tenaga kerja Indonesia (TKI) hingga jamaah calon haji membawa sambal tersebut ke Arab Saudi. Harga yang ditawarkan pun relatif murah. Perbotol sambal dihargai sebesar Rp 25 ribu. (*/r5/jpnn)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar