Senin, 16 Januari 2017

Kisah Kharis Akbar Jalankan Usaha Pentol Gila meski Tak Bisa Masak

SEBELUM mendirikan Pentol Gila, Kharis jatuh bangun dalam membangun bisnis kuliner. Saat masih menjadi mahasiswa Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, Kharis menjajal bisnis jahe maupun sate. Dua usaha tersebut mendapatkan nilai bagus, menarik dalam mata kuliah kewirausahaan, tetapi gagal di lapangan.

''Susah untuk pemasaran maupun edukasi pasar. Terlalu banyak uang dihabiskan untuk edukasi pasar dan produk,'' katanya akhir pekan lalu.

Meski berkali-kali gagal, Kharis tidak kapok. Pada November 2012, dia mendirikan Pentol Gila. Jajanan itu dia pilih menjadi jualan karena yakin semua orang menyukai pentol. Namun, dia tidak ingin sekadar menjual pentol klasik seperti jajanan pinggir jalan. ''Harus ada yang beda. Jadi, saya akhirnya membuat variasi rasa dan bentuk agar lebih modern dan beda dengan pentol kebanyakan,'' terangnya.

Kharis lantas menggali ide tentang pentol yang ideal ke tiga daerah. Dari Gresik, dia mendapatkan masukan bahwa konsumen menginginkan pentol yang berukuran besar, mirip bakso. Konsumen Surabaya menginginkan rasa daging yang lebih dominan. Sementara itu, konsumen Madiun meminta pentol yang lebih pedas.

Karena Kharis tidak bisa memasak, dia meminta bantuan adik angkatannya di Teknik Fisika ITS untuk mengolah pentol sesuai masukan calon konsumen di tiga daerah survei tersebut. Setelah beberapa kali bereksperimen, diperoleh rasa pentol yang diyakini bisa diterima konsumen di tiga daerah itu. ''Saya tidak bisa masak, tetapi memiliki bayangan rasa sambalnya harus seperti apa dan bahannya apa saja,'' jelas Kharis.

Ada empat varian isi yang ditawarkan Pentol Gila. Yakni, keju, mozzarella, ranjau, dan urat. Untuk topping, ada varian gila aja (orisinal) dan pedas. Pentol Gila juga memiliki paket khas Surabaya, yakni Suro yang berbumbu sate pedas dan Boyo dengan bumbu rujak pedas.

Namun, ketika Pentol Gila mulai berdiri, penerimaan masyarakat tidak seperti yang diharapkan. Konsumen, rupanya, belum terbiasa dengan konsep pentol yang berbeda dengan jajanan pinggir jalan. Maklum, ketika didirikan empat tahun silam, Pentol Gila boleh dikatakan sebagai pelopor bisnis pentol modern di Surabaya.

''Dulu belum ada yang menjual pentol dengan konsep memakai rombong, lalu dikemas bagus. Kalau sekarang, semua orang sudah tahu karena banyak yang meniru,'' ujar Kharis.

Alhasil, selama tiga bulan pertama, dia mengandalkan promosi dari mulut ke mulut. Konsumen lantas berdatangan ketika Kharis melakukan promosi interaktif di media sosial.

Harga Pentol Gila pun dibanderol Rp 10 ribu–Rp 15 ribu per porsi. Pria kelahiran 1990 itu pun menargetkan setiap dua atau tiga bulan sekali bisa terus mengeluarkan varian rasa baru. ''Untuk bisa bersaing dengan kompetitor, menjaga kualitas dan variasi rasa cukup penting,'' ujarnya.

Selama ini dia tidak pernah mematikan varian rasa yang pernah diluncurkan meskipun tidak terlalu laku. ''Setiap varian rasa memiliki penggemarnya sendiri. Nanti, kalau ada yang dimatikan, kami khawatir pelanggan kecewa,'' ucapnya.

Untuk menjaga kualitas, Pentol Gila memproduksi adonan pentol sendiri. Sebelumnya, Kharis selalu menggunakan jasa penggilingan daging di pasar. Sayang, metode tersebut gagal menghasilkan campuran bahan dan kualitas pentol yang konsisten sesuai standar Pentol Gila. (vir/c22/noe)

Let's block ads! (Why?)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Incoming Search