Minggu, 07 Mei 2017

Berbagi Kisah, Suka dan Duka Guru di Kota Malang Mengajar Anak Berkebutuhan Khusus

SURYAMALANG.COM, LOWOKWARU - Salah satu sekolah inklusi yang dikenal warga Kota Malang adalah di SMKN 2. Sekolah ini menerima anak berkebutuhan khusus (ABK) sejak Juli 2010. Hingga saat ini, ABK bisa meneruskan pendidikan masih di dua jurusan yaitu Akomodasi Perhotelan (AP) dan Teknik Komputer Jaringan (TKJ).

"Saya mulai masuk sebagai GPK (Guru Pendamping Khusus) sejak 2011. Ada empat guru di sini," kata Elly Ermawati SPd kepada SURYAMALANG.COM, Minggu (7/5/2017). Ia menyebut tiga koleganya yaitu Dewi Rossita Sari SPsi, Tatag Eliyasatya SPsi dan Risdiandari Putri SPsi.

Menjadi GPK katanya penuh suka duka. "Dukanya, pada dua tahun lalu saya pernah dapat cakaran dari siswa hiperaktif. Saya sempat bertanya-tanya, kenapa ya?" cerita Elly yang merupakan alumnus SMKN 2 Kota Malang ini. Kadang-kadang juga dirasakan ada hambatan ketika orang tua tidak mengetahui kemampuan anaknya.

Namun ia juga pernah terharu luar biasa ketika ia tidak masuk kerja karena anaknya sakit. "Ternyata anak-anak mendoakan agar anak saya cepat sembuh," tuturnya. Apa yang dilakukan siswanya itu diketahui ketika ia berjumpa dengan mereka. Mereka mendoakan anaknya cepat sembuh usai sholat. "Bu..sudah saya doakan setelah sholat," ujarnya menceritakan siswanya.

Hatinya terasa lumer dengan perhatian mereka. Wanita kelahiran Malang, 20 Maret 1987 itu menyatakan tugas sebagai GPK dimulai sejak awal seleksi penerimaan siswa, menentukan kurikulum sesuai kemampuan dan kebutuhan masing-masing ABK.

Biasanya, ABK dengan gangguan kognitif dimasukkan ke AP. Sedang yang tidak mengalami gangguan misalkan tuna rungu dimasukkan di TKJ.

"Anak tuna rungu yang masuk di TKJ memiliki konsentrasi tinggi," papar dia. Sedang ABK dengan gangguan kongnitif masuk AP bisa mengerjakan di house keeping, laundry dan F & B.

"Targetnya, minimal nanti setelah lulus dari AP, mereka bisa mandiri dengan kemampuan mereka," katanya. Yang mampu, bahkan bisa melanjutkan kuliah di Universitas Brawijaya (UB) lewat PSLD (Pusat Studi Layanan Disabilitas). Menurut dia, ABK sebelum masuk kelas, juga menjalani simulasi.

"Tujuannya agar mendapat gambaran emosinya," katanya. Total jumlah ABK di sekolah ini ada 25 orang. Di kelas 10 ada 9 orang. Rinciannya 8 orang di jurusan AP dan 1 orang di TKJ. Sedang di kelas 11 ada enam orang di AP. Sisanya baru lulus kelas 12.

"Untuk anak tuna rungu, ia sama saja dengan siswa reguler. Pendampingannya hanya saat-saat tertentu. Terutama pada mapel matematika dan bahasa," kata Elly. Namun setelah itu mereka belajar mandiri. Sedang yang mengalami gangguan kognitif, ada pendampingan juga. Untuk matematikanya diajari hal-hal sederhana karena kemampuannya.

"Misalkan latihan jual beli. Saya beri uang sekian untuk belanja dibelikan minuman. Ternyata uang kembaliannya benar," kata Elly yang pernah menjadi terapis di sebuah RS ini. Di ruang inklusi di sekolah ini, ABK juga makan bersama. Ternyata ini juga membantu mereka bersosialisasi dan berbagi.

Menurut wanita berhijab ini, SMKN 2 merupakan SMK pertama yang menerima siswa inklusi. Sekarang sudah menyebar ada ke SMK dan SMA lain. Yaitu di SMKN 13, 9,7, Tunas Bangsa dan SMA Muhammadiyah 1 Kota Malang. Harapan sekolah kepada ABK yang meneruskan pendidikan di sekolah inklusi adalah sosialisasi dan kemandirian.

Let's block ads! (Why?)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Incoming Search