Selasa, 13 Juni 2017

Kisah seorang sufi berbuat baik kepada tetangga nonmuslim

Nyala dua lilin merah-putih sebagai simbol hidup berdampingan. Foto diambil dalam momen aksi damai Hari Lahir Pancasila di kawasan Monas, Jakarta Pusat, Kamis (1/6).
Nyala dua lilin merah-putih sebagai simbol hidup berdampingan. Foto diambil dalam momen aksi damai Hari Lahir Pancasila di kawasan Monas, Jakarta Pusat, Kamis (1/6).
© Sigid Kurniawan /Antara Foto

Sahal At-Tustari selama puluhan tahun bertetangga dengan seorang Majusi--sebutan untuk pengikut agama Zoroaster, agama Persia kuno.

Sahal yang kesohor sebagai sufi itu berhubungan baik dengan sang Majusi. Di mata Sahal, perbedaan agama tak boleh jadi alasan untuk membenci. Mereka pun rukun seperti kawanan merpati. Bahkan kerap berbagi makanan.

Perbedaan agama tak jadi masalah penting dalam pergaulan keduanya. Mereka menganggap perbedaan agama sebagai jalan untuk menunjukkan budi pekerti luhur. Alhasil, pergaulan sehari-sehari mereka tampak penuh nuansa persaudaraan.

Namun siapa mengira di balik relasi bertetangga selama puluhan tahun itu, Sahal menyembunyikan penanggungan derita yang baru diungkapkan pada pengujung hayatnya. Selama puluhan tahun, ia memang lebih memilih diam, dan tak melancarkan protes kepada tetangganya.

Alkisah, saluran limbah wc sang tetangga bocor tanpa sepengetahuannya dan menjadi onggok di muka rumah Sahal. Hampir saban malam Sahal membersihkan limbah perut tetangganya yang mengonggok itu. Sahal melakukannya selama puluhan tahun dengan ikhlas. Ini pula yang menyebabkannya sakit.

Hingga jelang akhir hayatnya, Sahal meminta sahabatnya datang, karena dirinya ingin berbicara sesuatu yang penting.

"Wahai tetanggaku, aku merasa ajalku mendekat. Kalau ajalku tiba, rumah ini akan menjadi milik para ahli warisku. Aku minta maaf kepadamu kalau mereka kelak tidak kuat menanggung apa yang kualami selama puluhan tahun kita tinggal berdampingan," ujar Sahal.

Ia pun mulai menceritakan prosesnya membersihkan limbah sang tetangga.

Demi mendengar cerita Sahal, sang tetangga Majusi itu terkejut. Bibirnya kaku. Wajahnya pucat. Tak satu kata pun keluar dari mulutnya. Hatinya gundah antara malu, sedih, dan kagum mendengar permohonan maaf dari lelaki tua di hadapannya.

Sejurus kemudian, sang tetangga mulai menguasai diri dan merespons pengakuan Sahal.

"Puluhan tahun kau memperlakukanku sedemikian baiknya. Sementara aku tetap dalam kekufuran. Wahai tetanggaku, ulurkan tanganmu. Saksikanlah dua kalimat syahadatku," kata sang tetangga dengan terbata-bata.

Demikian Sahal At-Tustari yang mengamalkan pesan Rasulullah SAW. agar umatnya tidak menyakiti tetangga meskipun berbeda agama.

Adapun Sahal punya nama lengkap Abu Muhammad Sahal bin Abdullah bin Yunus bin 'Isa bin Abdullah bin Rafi' At-Tustari (203-283). Sahal lahir di Shustar, Iran, dan wafat di Basra, Irak.

Ia adalah seorang pemuka sufi. Prinsip hidupnya ada tujuh: berpegang pada kitab suci, mengikuti sunah Rasulullah SAW. memakan pendapatan halal, tidak menyakiti orang lain, menjauhi maksiat, selalu bertobat, dan menjalani kewajiban-kewajiban.

*Catatan: riwayat Sahal dan sang tetangga Majusi disadur dari buku "Is'adur Rafiq wa Bughyatus Shadiq" karya Habib Abdullah bin Husein bin Thahir Ba'alawi.

Let's block ads! (Why?)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Incoming Search