Ketum PDIP Megawati hadir menjadi pembicara dalam acara halaqah ulama di Hotel Borobudur, Jakarta. Di depan para ulama, Mega menyinggung pesan Gus Dur.
Dalam acara yang digelar Kamis (13/7) ini hadir antara lain KH Ma'ruf Amin, Ketum PBNU Said Aqil, dan Kepala BIN Budi Gunawan.
"Saya kaget juga ketika saya diminta dan diundang. karena saya ingat dengan sahabat saya KH Abdurrahman Wahid, yang terkenal dengan Gus Dur. Kalau dia manggil saya mba. 'Kalau mba ketemu kiai-kiai jangan serius ya'. Kenapa mas? 'Kalau serius, bubar.' Jadi sebaiknya guyonan saja tapi berisi. Makanya saya hanya ingin ngobrol saja. Saya minta iZin sama Pak Ma'ruf, jadi kalau tadi saya lihat begitu serius, saya dalam batin, wah masa saya yang muda suruh serius lagi?" beber Mega.
Menurut Mega, kalau bertemu alim ulama, dia sering teringat akan sosok ayahnya Soekarno.
"Kebetulan bapak saya Bung Karno. Saya harus bilang kebetulan, karena sering kali saya, kalau membela beliau, lalu selalu dibilang, ya tentu saja Bu Mega itu putrinya. Makanya saya bilang, kebetulan bapak saya Bung Karno. Masa bapak saya musti namanya lain? Kalau bertemu para alim ulama, saya selalu teringat masa kecil saya," jelasnya.
Mega menyampaikan oleh Bung Karno, dia dididik dengan disiplin. Antara lain kalau menerima tamu harus berpakaian rapih. Jadi suatu hari ketika ayahnya sedang menerima tamu, putra-putrinya sungkan untuk begitu saja masuk.
"Tidak ada halaman, saya berbisik pada beliau dan mungkin agak keras. Jadi, saya bilang begini, bapak, tamu bapak itu kok tidak sopan? Jadi bapak saya mukanya merah. Saya masih ingat. Lalu mencoba untuk mengatakan begini pada saya, untuk menutup mulut saya. Kan katanya saya ini memang cerewet. Mengapa saya sampai berpikir seperti itu? Karena para tamu itu memakai sandal. Lalu bapak saya meminta izin dulu mengeluarkan saya dari ruangan tamu," bebernya.
"Lalu (Soekarno) mengatakan, itu namanya para kiai. Saya enggak pernah tahu siapa itu. Jadi saya bilang, ya tapi kan tidak sopan. Kenapa pakai sandal ya? Jadi beliau, berkata nanti saya terangkan. Jadi beliau masuk lagi. Cerita pendek, ketika sudah bertemu lagi, saya kejar beliau. Saya tidak boleh pakai sandal kalau ada tamu. Mesti bersepatu. Kenapa Bapak izinkan mereka pakai sandal? Pakai sarung?" urai Mega menceritakan masa kecilnya saat melihat kiai memakai sandal dan sarung saat bertemu Soekarno.
Mega menyampaikan, dari sana dia baru mengetahui tentang ada yang bernama kaum ulama dari Nahdlatul Ulama.
"Nah, alangkah senangnya saya apalagi setelah saya bersahabat dengan Gus Dur. Saya dengan Gus Dur itu sempat berantem. Tapi ya, biasanya kalau saya berantem dengan beliau, terus saya enggak mau ketemu. Saya tahu pasti nanti pasti saya menang. Karena apa? Nanti telepon, mba, lagi opo? Di rumah mas. Bikinkan saya nasi goreng ya saya sudah di depan pintu rumah. Ya kalau baikkan begitu. Lah saya terpaksa to. Bikin nasi goreng, itulah pengalaman saya dengan para kiai maupun juga dengan sahabat saya itu," jelas dia lagi.
Menurutnya, yang memperkenalkan bagaimana kehidupan kaum ulama, kiai adalah Gus Dur. Saat itu kemudian Gus Dur juga mengajak dia berkeliling menemui para kiai.
"Makanya saya mengerti banyak almarhum dari kiai sepuh yang saya kenal Alhamdulillah. Ketika bertemu dengan mereka merasakan kehangatannya, cinta kasihnya, sangat suka menolong. Lalu tiba-tiba ada situasi beda, padahal ayah saya selalu mengatakan, kalau tanpa mereka sebagai garda terdepan ketika membentuk Indonesia, mungkin kita tetap akan dijajah. Saya membayangkan, 350 tahun kita dijajah, dan apa kurang cukupnya ketika ayah saya mengatakan tanpa mereka, kemungkinan kita tidak akan merdeka," urai dia lagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar