Senin, 03 Juli 2017

Tak Punya Orang Tua, Bocah asal Sragen Ini Juga Menderita Penyakit Saraf

Aida Ayu Pramesti, 6, tergolek di pangkuan Koordinator APPS Sugiarsi (tengah) saat bertandang ke rumahnya bersama Pembina Komunitas Tebu Jasmin (kanan) dan Sekretaris APPS Sumarni (kiri) di Dukuh Sambirejo RT 003, Desa Banaran, Sambungmacan, Sragen, Senin (3/7/2017). (Tri Rahayu/JIBI/Solopos)Aida Ayu Pramesti, 6, tergolek di pangkuan Koordinator APPS Sugiarsi (tengah) saat bertandang ke rumahnya bersama Pembina Komunitas Tebu Jasmin (kanan) dan Sekretaris APPS Sumarni (kiri) di Dukuh Sambirejo RT 003, Desa Banaran, Sambungmacan, Sragen, Senin (3/7/2017). (Tri Rahayu/JIBI/Solopos)

Kisah tragis dialami bocah perempuan asal Sragen yang menderita penyakit saraf hingga separuh bagian tubuhnya tak berfungsi.

Harianjogja.com, SRAGEN — Bocah itu menggelayuti kaki kakaknya yang juga sibuk menggendong bayi yang belum genap setahun. Kakak laki-lakinya mencoba menggendongnya saat rombongan aktivis perempuan dari Aliansi Peduli Perempuan Sukowati (APPS) dan Komunitas Anteping Kalbu (Tebu) Sragen datang ke rumahnya, Senin (3/7/2017) siang.

Bocah cantik berusia enam tahun itu bernama Aida Ayu Pramesti. Ia bocah yatim piatu nomor empat dari empat bersaudara. Kakak sulungnya bernama Andi Hidayah, 28. Aida juga punya kakak perempuan, Vivi Rosiana Dewi, 27, dan kakak laki-laki lainnya, Wahyu Ramadan, 19, yang baru lulus SMA.

Empat bersaudara itu belum genap setahun ditinggal kedua orang tua mereka. Jarak umur Aida dan kakak-kakaknya terlampau jauh mencapai belasan tahun. Mereka tinggal di Dukuh Sambirejo RT 003, Desa Banaran, Kecamatan Sambungmacan, Sragen.

Aida masih duduk di bangku taman kanak-kanak (TK). Peristiwa yang menimpa Aida menjelang akhir April lalu membuat dunia Aida berubah. Ia tak lagi bisa berbicara dan menjalani aktivitas menghafal surat-surat pendek dalam Alquran.

Separuh saraf tubuhnya tak berfungsi. Mulutnya pun tak bisa mengucapkan satu kata bermakna. Ia hanya tersenyum dan memandang kepada siapa pun orang di rumahnya.

"Peristiwa itu berawal saat Subuh. Sebelumnya Aida bilang waktu Subuh berani ke kamar mandi sendiri di samping rumahnya yang berdekatan dengan musala. Ya, saat Subuh banyak orang ke masjid sehingga Aida berani. Saat itu tanpa pamitan, Aida ke kamar mandi sendiri. Saya mengetahui Aida sudah dalam kondisi terjatuh dan mengeluhkan sakit di bagian kepala belakang," kisah Vivi saat berbincang dengan Solopos.com dan para aktivis perempuan itu.

Aida berani ke kamar mandi karena tak bisa menahan buang air besar. Vivi mencoba membawa Aida masuk ke kamarnya. Vivi melihat ada bekas kotoran Aida. Ia pun membersihkan kotoran itu. Aida berjalan masih sempoyongan karena pusing hingga kepalanya terbentur kayu lagi.

Kepala Aida bertambah pusing. Kemudian Aida ditidurkan di ambennya. "Saat saya mengurus bayi saya, tiba-tiba Aida terjatuh dari amben setinggi 50 cm itu. Sejak itu, Aida langsung kami bawa ke RSUD Sragen. Kejadian benturan dan jatuhnya Aida itu dalam waktu satu jam," katanya.

Setelah sepekan, Aida boleh pulang dengan obat jalan. Kemudian ada gejala lagi dibawa ke RSUD lagi dan pulang. Terakhir, Aida kejang hingga koma dan akhirnya juga dibawa ke RSUD lagi. Aida koma selama dua pekan.

"Sejak sebelum koma, tangan dan kaki Aida sebelah kiri tidak bisa difungsikan. Ya, seperti orang stroke itu, dan tidak bisa ngomong. Beberapa hari lalu sampai lumpuh total. Baru beberapa hari ini sedikit-sedikit bisa jalan meskipun masih labil," tambah Andi.

Dokter mendiagnosis penyakit Aida mengarah pada meningitis dan infeksi saluran pernafasan akut (ISPA). Koma selama dua pekan itu dari penjelasan dokter disebabkan kejang-kejang yang terlalu lama.

Mendengar cerita itu, Koordinator APPS Sragen Sugiarsi segera bertindak. Sejak kedatangan Sugiarsi, Aida tak mau jauh dari pelukan nenek-nenek berusia 79 tahun itu. Aida seperti nyaman berada di pelukan Sugiarsi.

"Saya segera berkoordinasi dengan dokter saraf, dr. Dede, untuk menangani Aida. Saya juga meminta Dinas Sosial ikut membantu penyembuhan Aida. Ia wajib mendapatkan haknya sebagai anak yatim piatu yang harus menjadi kewajiban pemerintah. Ia perempuan dan anak yang juga wajib didampingi APPS," ujar Sugiarsi.

Sugiarsi berharap bantuan dari semua pihak agar ikut meringankan beban keluarga Aida. Rumah yang ditempatinya sudah digadaikan untuk pengobatan Aida. Bahkan kakak-kakaknya pun patungan dari penghasilan seadanya untuk kesembuhan adik bungsu mereka.

Let's block ads! (Why?)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Incoming Search