
Lukisan dengan judul 'atau 'Perkawinan Adat Rusia' ini dipamerkan dalam acara Pameran Lukisan Koleksi Istana Kepresidenan RI 'Senandung Ibu Pertiwi'. Pameran yang dibuka untuk umum pada 2 Agustus 2017 lalu masih berlangsung sampai 30 Agustus 2017 mendatang.
Sebab usianya yang sangat tua, panitia menampilkannya dalam bentuk proyeksi LED sesuai ukuran asli. Lukisan ini sangat rentan terhadap kerusakan. Sejak dilakukan restorasi pada 2004 lalu, kanvas terpasang sangat kuat pada spanram dan sangat riskan jika melepaskannya.
"Usia lukisan Makovsky hampir sama dengan Raden Saleh. Ukuran lukisannya juga sangat besar, 295x450 cm. Akan menyulitkan proses pemindahan karena tidak ada kendaraan dengan volume yang cocok. Ditambah lagi ukuran pintu di Galeri Nasional terlalu kecil bagi lukisan ini," ujar Ketua Kurator Pameran Asikin Hasan, Kamis (10/8/2017).
Faktanya, lukisan ini merupakan hadiah untuk Presiden Sukarno saat melakukan kunjungannya ke Rusia. Awalnya, lukisan yang ditaksir bernilai lebih dari Rp 18 miliar ini terpasang di Kremlin. Kemudian dilepaskan dari bingkai dan spanram-nya. Lalu dibawa ke Jakarta dan menghiasi Istana Bogor.
"Semasa hidupnya, Makovsky hanya pernah memproduksi tiga lukisan berukuran besar. Dua lukisan yakni 'Perkawinan Adat Rusia' dan 'Kahyangan' yang dihadiahkan kepada Presiden Sukarno. Satu lainnya dihadiahkan kepada Kerajaan Inggris," jelasnya.
Lukisan 'Perkawinan Adat Rusia' menjadi satu dari dua karya pelukis terkenal abad ke-19 yang berhasil dikoleksi Sukarno. Lukisan karya Konstantin Yegorovich Makovsky yang berada di Istana Bogor merupakan hadiah rakyat Rusia melalui Pemimpin Uni Soviet pada 1956-1964, Nikita Khrushchev.
Sukarno dikenal sebagai kolektor utama Tanah Air. Ia juga dekat dengan seniman-seniman lokal dan mancanegara.
"Bung Karno melobinya dan berhasil sehingga dia diberikan secara cuma-cuma sebagai hadiah. Ketahuan bagaimana upaya lobi Bung Karno untuk memiliki lukisan tersebut," tambahnya.
Selain lukisan 'Perkawinan Adat Rusia', ada 48 lukisan dari 41 pelukis yang diciptakan antara abad 19 dan 20 karya pelukis-pelukis ternama yang dipamerkan. Pelukis-pelukis tersebut antara lain Basoeki Abdullah, Raden Saleh, Wakidi, Lee Man Fong, Rudolf Bonet, dan Itji Tarmizi, AD Pirous, dan Alimin Tamin.
Dari 48 lukisan itu, dibagi menjadi beberapa tema kecil, yakni Keragaman Alam (12 lukisan), Dinamika Keseharian (11 lukisan), Tradisi dan Identitas (15 lukisan), serta Mitologi dan Religi (10 lukisan).
Saat meresmikan pameran lukisan tersebut, Menteri Pariwisata Arief Yahya merasa takjub dengan nilai asuransi lukisan yang mencapai Rp 96 miliar.
"Satu lukisan artinya diasuransikan senilai Rp 2 miliar. Ya berarti 48 lukisan ada Rp 96 miliar, kalau kita bulatkan Rp 100 miliar," ujarnya.
Ia menambahkan, 60 persen sektor pariwisata berasal dari budaya dan 30 persen dari alam. Pameran Lukisan Koleksi Istana Kepresidenan bisa menjadi atraksi pariwisata. Menurutnya, pengunjung dapat melihat secara langsung lukisan yang sebelumnya tidak dapat dilihat oleh masyarakat awam.
"Tugasnya Kementerian Pariwisata adalah lebih mempublikasikan dan mempromosikan agar wisatawan datang ke Indonesia, khususnya ke pameran lukisan ini," katanya.
Selain menghadirkan sejumlah lukisan yang selama ini menghiasi Istana Kepresidenan Jakarta, Bogor, Cipanas, Yogyakarta, dan Bali, pameran ini juga akan diperkaya dengan arsip dan dokumen penting mengenai Istana-istana Kepresidenan serta koleksinya. </span>
Tidak ada komentar:
Posting Komentar