YOGYAKARTA, NETRALNEWS.COM - Saat ditemui di kediamannya di bilangan Cilandak Jakarta Selatan, tahun 2014 yang lalu, Mosalaki tua itu masih nampak gagah di usia 80 an. Raut wajahnya masih menyisahkan kegarangan dan keberaniannya dari masa muda.
Beliau adalah V.B da Costa, SH. seorang tokoh bangsa sekaligus tokoh katolik asal Flores yang memiliki catatan perjuangan panjang dan membanggakan. Beliau biasa disapa om Sentis.
Tahun 1942, Jepang masuk Indonesia, Sentis dkk di Schakelschool Ndao Ende harus pulang kampung. Sekolah bubar karena para pastor dan guru asal Belanda di Ndao dimasukan Jepang ke dalam kamp internir.
Setelah Jepang kalah 1946, atas jasa P. van Doormal SVD, Sentis bisa ikut verklaring examen di Kupang. Tahun 1948, pemuda Sentis bersama Jan Jong dan beberapa tokoh lainnya di Maumere menginisiasi suatu gerakan perlawanan yang disebut Kanilima...1949 Sentis dikirim Raja Don Thomas ke Makassar untuk melanjutkan pendidikan tingkat atas (MULO).
Ternyata 1951, setamat MULO Sentis yang brilian mendapat beasiswa kuliah hukum di UGM Jogya bersama sahabatnya Ben Mang Reng Say yang mengambil jurusan Sospol di kampus yang sama.
Tahun 1955, saat sedang menyelesaikan skripsi sarjana, keduanya ikut terpilih sebagai anggota Konstituante mewakili Partai Katolik.
Adnan Buyung Nasution, SH mencatat bahwa di masa masa persidangan Konstituante itu ada 2 tokoh muda katolik asal Sunda Kecil yang tampil sangat menonjol untuk mempertahankan Pancasila dan UUD 45 dari tekanan kelompok pro Jakarta Charter, yaitu si singa podium VB da Costa dan sang jago argumen BMR Say.
Akhirnya Konstituante dead lock 1959, Presiden Soekarno mengeluarkan dekrit kembali ke Pancasila dan UUD 45....
Duduk seharian dengan Om Sentis tidak terasa waktu mengalir...berbagai kisah perjuangan masa lalu diungkapkannya penuh semangat seakan terjadi di depan mata. Di antara ceritera yang menarik itu adalah sebuah ceritera tentang perdebatan singkat antara Lourens Say dengan Raja Don Thomas da Silva de Radja van Sikka...
Makassar Januari 1950...sesaat setelah pengakuan kedaulatan RI oleh Belanda dalam konsep RIS, para delegasi Negara Indonesia Timur (NIT) berkumpul di Ibukota Makassar untuk menyikapi semangat kembali ke pangkuan RI yang saat itu terjadi di berbagai negara bagian dalam Republik Indonesia Serikat (RIS).
Delegasi Flores datang ke Makassar dipimpin oleh Radja Sikka Don Thomas da Silva pemimpin Sinar Sembilan Flores. Beliau didampingi oleh P. Adrianus Conterius SVD., anggota parlemen NIT wakil dari Flores.
Sore itu, di hotel penginapan Raja Sikka, sudah datang berkumpul puluhan orang Flores yang tinggal di Makassar termasuk para pemuda dan pelajar. Pemimpinnya adalah Jacob Desa, tokoh yang sangat disegani dan biasa mengatur para pemuda Flores di jalan jalan kota Makassar saat itu untuk berdemonstrasi anti RI dan pro federalis.
Di antara para pemuda itu yang paling vokal dan menonjol adalah Sentis da Costa yang juga sudah hadir di penginapan sang raja. Suasana pertemuan di hotel itu sungguh sangat berpihak pada konsep negara Serikat.
Setelah makan malam datanglah orang yang paling ditunggu tunggu untuk pertemuan itu yaitu Lourens Say. Orang ini baru datang dari Jawa dan mulai bekerja di Makassar di Balai Penelitian Hama Kelapa. Orang ini ditunggu tunggu untuk didengar pendapatnya karena ia dan beberapa kawan asal Flores diketahui ikut berjuang dan berperang melawan Belanda di Jogya.
"Suasana saat itu menjadi agak tegang karena kedatangan Bung Lourens...bahkan di antara pemuda Flores yang berjaga jaga di depan hotel itu ada yang mulai mengeluarkan badik...tetapi Bung Lourens...nampaknya tetap tenang melangkah masuk Hotel menemui Moang Ratu..." ujar Om Sentis.
Lourens diterima Raja Sikka di dalam kamar. Ikut mendampingi Raja adalah P. Adi SVD, Bapa Jacob Desa, dan Sentis. Lourens menyuruh adiknya Ben menunggu di luar kamar. Tanpa tedeng aling aling, Raja Sikka langsung berkata : "Lourens mulai sekarang kau harus ikut mendukung negara Serikat.
Kita di Flores berbeda dengan Jawa...kita tidak mungkin bisa bersatu dengan mereka...!" Dengan tenang Lourens menjawab: "..Ohir...saya dan teman teman yang berjuang di Jogya akan tetap setia pada Bung Karno.."
Mendengar jawaban Lourens, Raja Don Thomas nampak marah dan berkata : " Kenapa kau harus setia sama Soekarno? Mereka itu Jawa, mereka itu Islam...mereka akan menguasai kita dan menindas iman kita!"...
Dengan tenang Lourens menjawab: " Ohir....yang akan dibangun Soekarno negara bukan agama...Van Mook memang mau pakai agama dan suku untuk pecah belah Indonesia supaya Belanda bisa berkuasa lagi di sini...padahal kita hanya bisa lawan Belanda kalau kita bersatu"...
Raja Don Thomas langsung menohok: " Siapa yang berani jamin bahwa kita Flores tidak akan dikuasai Jawa dan diislamkan?" Lourens nampak tertekan dengan pertanyaan ini...lalu menjawab tersendat:
"Ohir,...saya, Frans (Seda), Sil (Silvester Fernandes), dan semua teman lainnya dari Sunda Kecil yang ikut perang di Jogya siap menjamin...kami juga tidak rela kalau itu terjadi...tapi saya yakin dalam persatuan Indonesia tidak terjadi negara agama atau jawa menguasai Flores...tidak mungkin Ohir...karena saya lihat di Jawa, semua orang dari mana mana dan macam macam agama dan suku ikut berjuang....!"
Menurut Sentis da Costa perdebatan malam itu berlangsung panas sekitar 1 jam sampai diakhiri dengan sebuah pesan dari Bung Lourens: " Ohir...jangan lagi percaya kepada bujuk rayu Van Mook...dan Ohir, orang orang kita di Makassar jangan lagi turun demo anti RI di jalan jalan karena sebentar lagi pejuang republik asal Sulawesi akan pulang dari Jawa...kalau sampai terjadi bentrok...orang kita di sini akan binasa karena kalah banyak...."
Desember 1950 NIT menyatakan bergabung dengan NKRI setelah Flores sebagai wilayah paling terakhir menyatakan persetujuan. Raja Sikka kemudian terpilih sebagai Kepala Daerah Flores yang pertama dalam NKRI, berpusat di Ende...
Om Sentis telah wafat 2016 yang lalu. Kisah om Sentis ini diangkat untuk mengenang pendahulu yang telah berjuang untuk Pancasila, UUD 45 dan NKRI...
Dikisahkan sendiri oleh Sentis da Costa dan dikutip dari FB: Gabriel Felipe Didinong
Tidak ada komentar:
Posting Komentar