
Liputan6.com, Bandung - Demam batu akik mereda. Dampaknya, sejumlah pedagang batu di sekitar Pasar Loak Cilaki Bandung bermuram durja. Salah satunya Bambang (52) yang menyebut kejayaan batu akik hanya tinggal kenangan.
Ditemui Liputan6.com, Bambang menuturkan, sejak dua tahun terakhir peminat batu akik mulai berkurang. Pendapatan yang biasanya diperoleh Rp 1-2 juta per hari kini anjlok hingga berkisar Rp 300-500 ribu.
"Kalau dibandingkan dengan tiga tahun lalu, omzetnya memang turun drastis. Sekarang ini dapat omzet Rp 1 juta saat weekend saja sudah bagus," kata Bambang, Jumat, 8 September 2017.
Saat batu akik menjadi primadona, Bambang bahkan sampai bisa membuka empat lapak batu akik di Bandung. Kini, dia hanya memiliki satu lapak saja di kawasan Batununggal.
"Kalau di pasar loak ini cuma mengisi waktu saja. Siang sampai malam, saya ke toko lagi," katanya.
Bambang berjualan batu akik di pagi hari. Sebab, beberapa langganannya masih sering datang untuk sekadar mencari ring pengikat batu cincin atau mencari batu akik yang langka.
"Kalau jualan ngandalin langganan. Sekarang yang beli terlihat mereka yang pengemar setia, bukan yang ikut-ikutan seperti waktu booming dulu," ujar pria asal Garut ini.
Serupa dengan Bambang, Rifki (26), penjual batu akik lainnya mengakui hal serupa. Biasanya, Rifky membawa dua tiga kodi batu akik dari Sukabumi. Sekarang, menjual satu kodi saja sudah untung.
"Omzetnya bisa Rp 500 ribu, kadang lebih. Peminat batu akik adalah orang tertentu," kata pria asal Sukabumi itu.
Rifky mengaku pendapatannya sempat menurun drastis pada tiga bulan lalu. Namun, kini pemasukan dari penjualan batu akik sudah kembali stabil.
Senada dengan Bambang, Rifky menilai para pencari batu akik saat ini masih mencari batu akik pada jenis tertentu. Seperti, Pancawarna dari Garut yang harganya mencapai Rp 20 juta.
"Untuk pecinta akik biasanya mereka cari barang super. Jenis akiknya yang susah didapatkan, yang bentuknya aneh," ucapnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar