Kamis, 05 Oktober 2017

Kisah Gatot Subroto Tentara Tiga Zaman yang Menginspirasi

JAKARTA - Meski telah lama tiada, namun namanya tetap abadi. Salah sa tunya diabadikan sebagai nama salah satu jalan utama di Ibu Kota DKI Jakarta. Ya, dia adalah Jendral Gatot Subroto. Jalan Gatot Subroto membentang sepanjang 6,7 KM, dari Patung Pancoran sampai Pejompongan, Bendungan Hilir, Tanah Abang, Jakarta Pusat, dan melintasi 10 kelurahan.

Seperti kemegahan jalan yang merupakan pusat bisnis (financial district) yakni poros Sudirman-Thamrin-Kuningan, nama jendral kelahiran Banyumas, Jawa Tengah, 10 Oktober 1909 itu juga tak kalah megah. Selain dikenal sebagai seorang yang pemberani, tegas, dan pantang akan kesewenang-wenangan. Jendral Gatot juga sering disebut sebagai tentara tiga zaman.

BERITA REKOMENDASI

Selepas ia lulus dari sekolah militer di Magelang, Gatot Subroto menjadi anggota KNIL (Tentara Hindia Belanda) hingga akhir kependudukan Belanda di Indonesia. Gatot Subroto dikenal sebagai tentara yang solider terhadap rakyat kecil meski tengah bekerja sebagai tentara kependudukan Belanda dan Jepang. Ia dianggap contoh seorang pemimpin yang layak diapresiasi berkat jasa-jasanya. Bergabung dengan KNIL membuat Gatot Subroto paham dan mengerti bagaimana seorang tentara harus bertindak.

Setelah Jepang menduduki Indonesia, serta merta Gatot Subroto pun mengikuti pendidikan Pembela Tanah Air (PETA) dan menjadi TKR (Tentara Keamanan Rakyat) setelah kemerdekaan Indonesia. 

Tentara Keamanan Rakyat (TKR) merupakan cikal bakal nama Tentara Nasional Indonesia yang ada kini. TKR dipimpin oleh Kol. Sudirman di mana saat itu Gatot Subroto menjabat sebagai Kepala Siasat dan berganti menjadi Komandan Divisi dengan pangkat Kolonel setelah prestasinya yang dianggap gemilang dalam pertempuran Ambarawa.

Ia ikut serta dalam penumpasan PKI tahun 1948. Ia pula menjadi pioneer pembentukan Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (AKABRI). Watak seorang tentara yang membela keadilan memang terlahir dalam darahnya. Bersifat berani, tegas, bersolidaritas tinggi dan anti akan kesewenang-wenangan menjadi ciri khasnya. 

Dalam kariernya Gatot tercatat pernah menduduki posisi strategis di militer yakni Wakil Kepala Staff Angkatan Darat (1953), Gubernur Militer Daerah Surakarata dan sekitarnya (1945-1950), Panglima Corps. Polisi Militer (1945-1950), Panglima divisi II (1945-1950), Komandan Batalyon, dan Komandan Kompi, Sumpyuh, Banyumas.

Gatot Subroto juga memiliki hubungan dekat dengan Panglima Besar Jendral Soedirman. Soedirman menganggap Gatot sebagai kakak, walaupun pangkat Gatot lebih rendah. 

Setelah Perjanjian Roem-Royen ditandatangani, Pemerintah RI kembali ke Yogyakarta. Tetapi Jenderal Soedirman masih berada di daerah gerilya memimpin anak buahnya dan tidak mau kembali ke Yogya. Hanya surat pribadi Gatot Subrotolah yang berhasil melemahkan pendirian Panglima Besar ini, sehingga pada tanggal 10 Juli 1949 Jenderal Soedirman kembali ke Yogya.

Sejatinya, kehidupan Gatot Subroto banyak menginspirasi. Nama Panglima TNI saat ini Jendral Gatot Nurmantyo disebut-sebut terinspirasi dari nama Jendral Gatot Subroto.

Rupanya ayah Gatot Nurmantyo sangat mengidolakan Jenderal Gatot Soebroto, pejuang kemerdekaan dan salah satu komandan legendaris di tubuh TNI AD. Karena itu sang ayah memberi nama Gatot Nurmantyo. Harapan dan doa ayahnya, Gatot Nurmantyo bisa seperti Jenderal Gatot Soebroto. Demikian ditulis dalam Buku Gelora Jenderal Gatot Nurmantyo memimpin TNI, terbitan Pusat Penerangan TNI tahun 2016.

Pada tanggal 11 Juni 1962, Gatot Subroto tutup usia di usia 54 tahun. Pangkat terakhir yang disandangnya adalah Letnan Jenderal. Ia adalah penggagas akan perlunya sebuah akademi militer gabungan (Angkatan Darat, Angkatan Udara, Angkatan Laut) untuk membina para perwira muda. Gagasan tersebut diwujudkan dengan pembentukan Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia pada tahun 1965.

Melengkapi pangkatnya, seminggu setelah ia dimakamkan di desa Mulyoharjo, Ungaran, Jogjakarta, gelar Pahlawan Kemerdekaan Nasional menurut Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No.283 tanggal 18 Juni 1962 disematkan kepadanya.(fin)

(amr)

Let's block ads! (Why?)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Incoming Search