:strip_icc():format(jpeg)/liputan6-media-production/medias/1771856/original/013339600_1510809382-IMG_20171114_222753.jpg)
Tak jarang, para pelanggan mendoakan agar usaha kafenya lancar. Sebagian besar mereka datang dari berbagai kota, seperti Nganjuk, Trenggalek, Kediri, Sidoarjo, Surabaya, dan Bali.
"Soal komunikasi, sebenarnya bagi saya sendiri enggak ada kesulitan dengan pekerja disabilitas. Tapi ada sebagian karyawan lain yang belum mengerti bahasa isyarat yang digunakan, terutama pelanggan kafe," ujarnya.
Dia menceritakan, warung kopi semi modern baru dibuka sebulan. Dia yang juga mengalami tunadaksa harus menyembunyikan keinginannya dari keluarga untuk membuka usaha bersama kalangan disabilitas.
"Istri saya baru dikasih tahu H-3 jelang launching. Sedangkan, keluarga baik orangtua maupun saudara tahunya saat launching," tuturnya.
Mereka tak menyangka jika usaha ini digeluti bersama kalangan disabilitas. Namun, tekad dan doa restu orangtuanya yang membuat dirinya untuk terus melangkah dan mengajak kalangan difabel berkembang tanpa memangku tangan orang lain.
"Sebagai kalangan difabel, kami banyak merasakan pelajaran dari orang lain. Bagaimana dikucilkan, dicemooh, dan lain-lain. Mereka beranggapan kita bisa apa. Tapi, saya berkeyakinan saya bersama teman-teman ini mampu layaknya orang normal," ujarnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar