Jumat, 29 Desember 2017

Kisah Tragis Tewasnya Sang Jurnalis Perang di Aceh

Hari ini, 14 tahun lalu, seorang jurnalis senior tawanan GAM, Sori Ersa Siregar, tewas tertembak peluru TNI yang tengah berperang melawan kelompok separatis itu.

Usai diidentifikasi, jenazah Ersa disemayamkan di Rumah Sakit Angkatan Darat Kesrem Lilawangsa, Lhokseumawe, Aceh Utara, sebelum diterbangkan ke Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng, Tangerang, dengan pesawat komersial dan dibawa ke ke rumah duka.

Kematian Ersa meninggalkan duka mendalam bagi keluarga dan kerabat almarhum. Kerabat, sanak keluarga, rekan seprofesi dan pelayat terus berdatangan ke rumah duka.

Keluarga almarhum mengaku tak mempunyai firasat akan kematian Ersa. Istri almarhum, Tuty Komala Bintang boru Hasibuan, mengetahui kematian suaminya sekitar pukul 17.00 WIB, 29 Desember 2003 saat diberitahu pihak RCTI.  

Almarhum dikenang sebagai ayah yang baik. Menjelang akhir hayatnya, Ersa sempat berpesan kepada putri bungsunya, Meiliani Fauziah, agar tetap bersekolah dan tidak memikirkan keadaannya.

"Seminggu terakhir aku selalu menyebut nama Papa kalau sedang nonton film atau makan kesukaan Papa. Pesan terakhir Papa suruh jagain Mama, pintar-pintar sekolah, jangan bandel," ujar Meiliani saat itu.

Ersa menikah dengan Tuti Komala Bintang dan dikaruniai tiga anak, Ridwan Ermalandra Siregar (34), Syawaludin Adesyafitrah Siregar (33), dan Meiliani Fauziah Siregar (31).

Dia, di antara rekan seprofesinya, dikenal sebagai sosok yang banyak membantu rekan-rekan juniornya. Dia juga dikenal tegas, tak kenal lelah, namun humoris.

Ersa Siregar mengabdikan 20 tahun hidupnya di dunia junalistik. Sebagai wartawan senior, Ersa terkenal berani dan tak jarang masuk ke daerah-daerah konflik, termasuk ke Aceh. Aliansi Jurnalis Independen (AJI) pun memberi penghargaan Udin Award 2003 untuk Ersa atas segala dedikasinya.

Pria kelahiran Berastagi, Sumatera Utara, 4 Desember 1951 ini pernah bekerja sebagai staf administrasi dalam periode 1970-1982. Ersa mulai mengenal jurnalistik pada 1981 di Balai Pondok Wartawan. Empat tahun kemudian dia aktif menulis berbagai masalah pariwisata. Namun, Ersa baru menjadi wartawan pada 1992 ketika bergabung di Persatuan Wartawan Indonesia Jaya.

Setahun berlalu, alumnus Fakultas Komunikasi Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jakarta ini memulai kiprahnya di dunia televisi. Ersa masuk ke RCTI pada 18 Agustus 1993. Dia memegang beberapa jabatan, antara lain Koordinator Peliputan (Korlip) daerah pada 1993-1997. Ersa juga pernah menjabat sebagai Korlip Bidang Pariwisata dan Hiburan serta Korlip Bidang Hukum dan Kriminal serta Ibu Kota di tahun 1999. Sejak 2001 hingga peliputan terakhirnya Aceh, Ersa masih menjabat sebagai korlip.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Let's block ads! (Why?)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Incoming Search