Kamis, 11 Januari 2018

Kisah Bambu Berlilit Kain dalam Tari Cakalele Banda Neira

Banda Neira - Tari Cakalele bisa dilihat di berbagai daerah di Maluku, termasuk di Banda Neira. Kalau cakalele di sana, ditambah adanya bambu berlilit kain yang menyimpan kisah duka.

Maluku memiliki tarian khas, yaitu tarian Cakalele. Hampir di segala penjara Maluku kita dapat menyaksikan tarian ini, termasuk di Banda Neira

Beberapa waktu lalu, detikTravel berkunjung ke Banda Neira dan melihat langsung tarian perang yang indah ini. Lima orang penari menggunakan baju berwarna cerah menari, menari-nari diiringi musik tradisional, yang disebut gong 9.

Penari mengelilingi bambu yang tertancap (Syanti/detikTravel)Penari mengelilingi bambu yang tertancap (Syanti/detikTravel)
Bedanya dengan daerah Maluku lain, di sini para penari mengelilingi 5 batang bambu yang ditancapkan kepada tanah. Bambu tersebut tertancap lurus dan kokoh. Tidak sembarangan bambu yang digunakan untuk acara Cakalele ini.

"Bambu ini adalah bambu khusus yang di ambil dari tempat tertentu. Bambu yang dipilih harus lurus. Hal ini sebagai gambaran niat yang lurus, tujuan dan hati yang lurus. Juga bambu yang lurus menggambarkan kepribadian lurus, jujur, dan meyakini kebesaran Tuhan," jelas Mochtar Thalib (62), wakil ketua adat Kampung Baru, Banda Neira.

Lebih menariknya lagi ada kain merah yang meliliti puncak dari batang bambu. Ternyata kain merah ini adalah simbol dari kekejaman penjajah di masa dulu. Penjajah membantai 44 orang kaya Banda, atau para tokoh masyarakat Banda Neira, karena perlawanan yang mereka lakukan.

Simbol kepala orang kaya Banda yang dibantai Belanda (Syanti/detikTravel)Simbol kepala orang kaya Banda yang dibantai Belanda (Syanti/detikTravel)
"Kain merah ini untuk mengingatkan kepada generasi muda mengenai pembantaian oleh penjajah. Simpul yang dibentuk kain melambangkan kepala tokoh Banda yang dibantai, sedangkan kain merah yang terulur ke bawah melambangkan isi perut mereka," ujar Mochtar.

Sebanyak 44 orang kaya Banda dibantai oleh Belanda di bawah perintah Laksamana Simon Janszoon Coen pada tahun 1612. Pembantaian ini dilakukan sebagai bentuk balas dendam terhadap terbunuhnya Laksamana Pieterzoon Verhoeven dan 40 anak buahnya di tangan penduduk Banda.

"Pada tahun 1622 pembantaian dilakukan oleh Coen. Dia mengumpulkan seluruh masyarakat Banda untuk menyaksikan pembantaian 44 orang kaya Banda yang dieksekusi oleh 6 serdadu algojo Jepang," ungkap Chen, tour guide yang mendampingi detikTravel.

Salah seorang penari mengelilingi bambu berbalut kain merah (Syanti/detikTravel)Salah seorang penari mengelilingi bambu berbalut kain merah (Syanti/detikTravel)
Dalam tarian Cakalele, para penari nantinya akan menari-nari, mengelilingi bambu satu persatu. Dan menurut cerita, bambu yang tertancap ke tanah tidak boleh tersentuh oleh siapapun.

"Bambu yang tertancap di tanah tidak boleh disentuh oleh siapapun. Karena mengandung unsur magis," tambah Mochtar.

Para penari menarikan gerakan yang sesuai dengan hentakan musik dan energik. Hal ini sebagai perwujudan jiwa patriotis dan heroik dari pejuang. Mereka menggunakan kostum yang terlihat elit, dengan motif bangsawan Belanda. Sekarang tarian Cakalele ditampilkan dalam acara kebudayaan, menyambut para tamu atau orang penting yang datang ke Banda Neira. (sym/fay)

Let's block ads! (Why?)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Incoming Search