:strip_icc():format(jpeg)/liputan6-media-production/medias/1870859/original/038917200_1517909767-SAR1.jpg)
Ditemui di Kedungjati, Selopamioro, Imogiri, Senin pagi, 5 Februari 2018, Kastopo menjelaskan, setiap hari harus menyeberang sungai lantaran Jembatan Gantung di wilayahnya ambruk setelah tidak kuasa menahan terjangan banjir akhir tahun lalu. Tak mengherankan, dampak banjir kala itu hingga sekarang masih menyisakan persoalan serius.
Imbas dari peristiwa itu, sejumlah siswa harus menyeberang sungai. Kini, warga berharap pemerintah segera membangun kembali jembatan di kawasan itu.
Kastopo mengatakan pula, sejak jembatan yang membentang di atas Sungai Oya tersebut tumbang diterjang banjir siswa dan juga warga harus menyeberangi sungai.
"Setelah jembatan itu putus, kami sebagai orangtua setiap hari menyeberangkan anak saya, tetapi yang penting bisa sekolah," ujarnya.
Kondisi makin sulit ketika sungai sedang banjir, selain harus melindungi anaknya dari jangkauan air, Kastopo juga mesti melawan derasnya air Sungai Oya.
Namun, kadang dirinya tidak mau memaksakan diri dengan nekat menyeberangkan anaknya. Pada saat debit sungai mulai naik dan dirasa tidak memungkinkan diseberangi, biasanya langsung memutar lewat jalan raya yang jaraknya sekitar delapan kilometer.
Di Kedungjati, ada lima siswa yang setiap berangkat dan pulang harus diseberangkan dengan ban bekas. Meski harus bertaruh nyawa, warga tidak punya pilihan lain.
"Kami sudah tidak punya pilihan lagi, jika harus jalan memutar sangat jauh. Oleh karena itu, kami memutuskan untuk menyeberangkan anak -anak di wilayah ini dengan alat seadanya," Kastopo menandaskan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar