SELAMA menjelang akhir Perang Dunia II di kawasan Asia Tenggara (1944-1945), Indonesia dijadikan salah satu basis utama kapal selam (u-boat) Angkatan Laut Nazi Jerman (Kriegsmarine) untuk kawasan Asia.
Ada tiga tempat yang menjadi pangkalan Kriegsmarine di Indonesia, yaitu Tanjung Priok Jakarta, Tanjung Perak Surabaya, dan Pulau Sabang, yang dinilai memiliki stategis.
Bertepatan Januari 2018 lalu, 73 tahun silam, pada bulan sama tahun 1945, tercatat dijadikannya Tanjung Priok sebagai basis terbesar operasi seluruh u-boat Nazi Jerman di kawasan Asia.
Sampai Desember 1944, AL Jerman masih mengandalkan basis di Penang dan Singapura. Melihat perkembangan sejak 15 Januari, mereka memindahkannya ke Jakarta, berikut menempatkan 23 u-boat di tempat baru itu.
Berbagai u-boat yang berpangkalan utama di Jakarta bertugas utama menyerang berbagai armada sekutu di Samudra Hindia, Selat Sunda, perairan Australia, dan Selandia Baru.
Berbagai u-boat juga ditugasi mengangkut sejumlah material dari Pulau Jawa, yang dibutuhkan Jerman untuk perang di Eropa dalam sebuah unit yang dikenal dengan julukan Monsun Gruppe.
Sekitar 1.000-an personel Kriegsmarine, mulai para awak u-boat, perwira dan staf angkatan laut, penerbang pesawat terbang AL, mekanik, tenaga kesehatan, secara bergiliran datang dan pergi di Jakarta.
Markas Kriegsmarine berikut armada u-boat di Jakarta dipimpin Mayor Dr. Hermann Kandeler yang berkantor dekat Stasiun Kereta Api Gambir. Markas mereka ditunjang pusat perbaikan di Surabaya dan Singapura, dengan pasokan utama bahan bakar untuk u-boat dipenuhi dari Balikpapan, yang masing-masing diangkut dua kapal tanker Jerman berbobot 12.000 ton, Quito dan Bogota.
Pulang ke Eropa
Akan tetapi, pada Januari pula, komando Kriegsmarine memerintahkan empat u-boat yang telah lama ada di Tanjung Priok pulang kembali ke Eropa.
U-boat bersangkutan adalah U-510 yang dikomandani Alfred Eick berangkat pada 11 Januari, U-532 dengan komandan Ottoheinrich Junker (13 Januari), U-861 dipimpin Juergen Oesten (14 Januari), dan U-195 dengan kaptennya Friedrich Steinfeld (17 Januari).
Keempat u-boat bersangkutan termasuk di antara total sebelas kapal selam Nazi Jerman yang diperintahkan pulang ke Eropa dari Jakarta, secara bertahap pada Oktober 1944-April 1945.
Kepulangan mereka sekaligus mengangkut produk-produk perkebunan, pangan, dan pertambangan yang dibutuhkan di Eropa dari Jawa Barat, terutama karet, teh, kakao, kina, seng, dan timah.
Perjalanan bawah laut Jakarta-Eropa oleh berbagai u-boat itu pulang-pergi memakan waktu sekitar sebulan. Sepanjang perjalanan berbagai u-boat menyerang kapal-kapal musuhnya.
Semua u-boat yang ditugaskan di Asia Tenggara terdiri atas kapal selam jenis transpor-serang jarak jauh, yang dirancang beroperasi di samudra besar, yaitu Tipe IXC, Tipe IXD1, Tipe IXD2, dan Tipe X.
Berukuran lebih besar dibandingkan tipe serang, ketiga tipe u-boat tersebut memiliki fungsi ganda, baik sebagai kargo, tetapi tetap dipersenjatai torpedo, kanon antiserangan udara, dan penyebar ranjau laut.
Misi berbahaya
Melalui perjalanan yang penuh bahaya dengan berbagai situasi darurat dan kekurangan suku cadang dialami, membuat banyak para awak u-boat menderita.
Beratnya perjalanan yang dilalui sejumlah u-boat tersebut membuat hanya sebagian yang mampu selamat kembali ke Eropa.
Hampir semua u-boat yang ditugaskan di Asia Tenggara tak lagi dilengkapi sistem snorkel (sistem penyaluran cadangan udara melalui tabung) sehingga sebagian awaknya mengalami gangguan pernapasan, termasuk dialami U-862, U-195, U-532, U-510, U-861, dan U-843.
[embedded content]
Begitu pula sistem radar maupun sistem deteksi radar sering ngadat, ditambah kurang memadainya sejumlah perlengkapan dan persenjataan antiserangan udara.
U-861 (Tipe IXD2) yang dikomandani Juergen Oesten, pulang ke Eropa melalui Jakarta pada 15 Januari. Dengan membawa banyak muatan penting, kapal selam ini hanya tinggal memiliki sisa dua torpedo untuk mempertahankan diri dari serangan musuh di perjalanan.
Dalam perjalanan di bawah laut saat sudah memasuki Samudra Atlantik, U-861 sempat menyerempet gunung es. Namun nasib baik menghampiri, sehingga U-861 selamat mencapai basis di Trondheim, Norwegia pada 19 April 1945, dengan bahan bakar yang tersisa tinggal lima barel.
Sebelum meninggal 5 Agustus 2010 lalu dalam usia 96 tahun, Juergen Oesten sempat melontarkan kenangan ini. Ia mengatakan, sebagai awak kapal selam, apalagi ditugaskan dalam situasi sangat berat, faktor mental sangat menentukan.
Ia mengenang, bagaimana lebih kerasnya situasi perjalanan baik di dalam maupun di permukaan laut pada suhu lebih tinggi samudra beriklim tropis.
Oleh karena itu, seragam yang dikenakan para awak u-boat memiliki desain dan warna khusus untuk daerah tropis, misalnya bahan lebih tipis berikut setelan celana pendek.
"Kami waktu itu menjadi sangat sensitif dan mudah emosi, sehingga tak jarang di antara para awak saling bertengkar. Situasi serbakekurangan, membuat kami harus berupaya keras mengatasi berbagai tantangan," katanya mengenang.
Sementara itu u-boat lainnya, U-510 (Tipe IXC) yang sudah menempuh perjalanan di Samudra Hindia, masih sempat menenggelamkan kapal uap berbobot 7.136 ton milik Kanada, Point Pleasant Park, pada 23 Februari 1945.
Dalam kondisi para awaknya yang sudah sangat kelelahan dan cadangan bahan bakar sudah pas-pasan, untuk kedua kalinya U-510 kemudian memaksakan kembali berangkat pulang ke Eropa. Namun nasib apes dialami. Karena kehabisan bahan bakar di perjalanan, mereka kemudian menyerahkan diri kepada sekutu di Pelabuhan St. Nazaire, 9 Mei 1945.
Pada 19 Januari, U-195 (Tipe IXD1) bersiap menyusul berangkat pulang ke Eropa menuju Norwegia. Namun terpaksa batal akibat mengalami kerusakan mesin dan harus kembali ke Jakarta.
Seluruh isi bahan bakarnya kemudian dialihkan ke U-532 (Tipe IXC40), yang sebulan kemudian sampai ke Norwegia sambil membawa titipan surat-surat dari para awak U-195 untuk keluarganya di rumah.
Direbut Jepang
Pada 7 Maret, U-195 tiba di Surabaya untuk perbaikan, tetapi menunggu giliran dikerjakan. Akhirnya tak keburu dilakukan karena Jerman kemudian keburu menyerah kepada sekutu pada 8 Mei.
Sehari kemudian, U-195 berikut seluruh persenjataan personel dan muatannya diambil alih Jepang. Para awaknya kemudian diinternir oleh tentara Jepang di Surabaya.
Pada 15 Juli 1945, U-195 kemudian dipergunakan oleh AL Jepang dengan diberi kode I-506 dengan ditempel gambar bendera matahari terbit. Kapal selam tersebut diperbaiki pada unit perbaikan di Surabaya bernomor 102. Oleh AL Jepang lalu digabungkan dengan Armada ke-2 Ekspedisi Asia Tenggara. Akan tetapi, karena kekurangan awak, penugasannya tertunda.
Saat Jepang menyerah pada sekutu, 12 Agustus, Sekutu menerima laporan adanya dua kapal selam Jepang eks Nazi Jerman, yaitu I-505 (eks U-219) yang berada di Jakarta dan I-506 (eks U-195) di Surabaya, lengkap dengan para awak dan muatannya yang siap diberangkatkan.
Tujuan I-505 ke Vietnam sedangkan I-506 akan ke Jepang. Beberapa bulan sebelumnya, kedua u-boat tersebut masih berdampingan di pangkalan Jakarta dengan membawa muatan roket V-2 dalam keadaan komponen siap rakit, untuk dikirimkan ke Jepang.
Pada September 1945 setelah Indonesia menyatakan kemerdekaan 17 Agustus, I-506 alias U-195 sempat dikuasai para pejuang di Surabaya untuk dipergunakan untuk kekuatan laut Indonesia. Namun, kemudian kapal selam ini gagal dipertahankan, karena pasukan Gurkha Inggris keburu datang menyerang lalu merebutnya.
Oleh Inggris, para awak U-195 diperintahkan memperbaiki pembangkit utama jaringan listrik di Surabaya. Alat yang digunakan meminjam mesin pembangkit diesel kapal selam itu. Jaringan listrik di Surabaya sempat diledakkan oleh para pejuang agar tak dikuasai Inggris.
Pada 30 November, puluhan orang awak U-195 masih berada di kamp penampungan di Surabaya, saat kaptennya Friedrich Steinfeld sakit disentri lalu kemudian meninggal.
Jenazah Steinfeld kemudian dimakamkan bersama sembilan orang personel Kriegsmarine lainnya yang meninggal di Pulau Jawa, yaitu Bogor dan Jakarta, di Perkebunan Cikopo, Kampung Sukaresmi, Kec. Megamendung, Kab. Bogor.
Pada 15 Desember 1945, komando sekutu di Asia Tenggara memutuskan empat u-boat yang masih ada, yaitu U-195 dan U-219, serta dua lainnya yang berada di Singapura, U-181 dan U-862 agar dihancurkan.
Riwayat U-195 berakhir di Selat Bali, sebelah Timur Pulau Kangean, pada 15 Februari 1946 dengan sengaja dikaramkan AL Inggris pada posisi 06-50 lintang selatan dan 114-42 bujur timur.***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar