Brilio.net - Kamar mayat rumah sakit memang kerap dikaitkan dengan hal mengerikan. Pasalnya gedung dan ruangan di sana digunakan untuk menyimpan atau merawat jenazah. Bentuk perawatan tersebut bisa berupa pemulasaraan dan identifikasi forensik. Nah, tapi kira-kira seperti apa sih, perawatan jenazah di kamar mayat atau instalansi kedokteran forensik?
Jumat (13/4) siang, brilio.net berkesempatan mengunjungi Instalasi Forensik RSUP Dr Sardjito. Instalasi ini telah menangani segala jenis jenazah. Pelayanan yang disediakan di instalasi ini cukup lengkap, antara lain pemeriksaan barang bukti medik dan pembuatan Visum et Repertum korban hidup, pemeriksaan barang bukti medik dan pembuatan Visum et Repertum korban meninggal, konsultasi Hukum Visum et Repertum pengawetan jenazah, rukti jenazah, transportasi jenazah dan Identifikasi: Forensik, Odontologi, Anthopologi dan DNA Toksikologi: Narkoba, keracunan sianida, arsen, alkohol, dll. Semua kegiatan tersebut diatur kini diampu oleh Agus Riyanto (48), Kepala Pelayanan Forensik RSUP Dr Sardjito Yogyakarta.
foto: Freezer untuk menyimpan jenazah umum/brilio.net 2018 - kurnia putri utomo
"Tugas saya ialah mengkoordinasikan seluruh kegiatan pelayanan di instalasi kedokteran forensik yang dalam kaitannya teknis di lapangan. Instalasi ini pada dasarnya melayani pelayanan kedokteran forensik dan pemulasaraan jenazah," jelas Agus.
Pelayanan pemulasaraan jenazah diberikan khususnya untuk pasien meninggal yang dirawat di RSUP Dr Sardjito. Semua dilakukan melalui instalasi kedokteran forensik. Ketika pasien dinyatakan meninggal, tim forensik diberitahu oleh pihak medis di bangsal. Kemudian tim akan menjemput jenazah ke bangsal lalu dibawa di Instalasi Kedokteran Forensik. Di situlah, sesuai Standar Prosedur Operasional (SPO) yang ada, pemulasaraan jenazah akan dikerjakan.
Untuk pemulasaraan jenazah, tim yang dibutuhkan ialah tenaga autopsi, perukti jenazah, pemusalara dan juga rohaniawan. Di instalasi ini pun sudah disediakan kain kafan, kapas, peti, kapur barus dan lain sebagainya.
"Misal (jenazah) di sini dimandikan, kita sudah siap secara Sumberdaya Manusia (SDM). Kita punya tata cara yang baik secara medis sekaligus agama, sehingga berjalan seiringan. Nggak ada hal yang saling bertentangan," tambah Agus.
foto: Ruang untuk perawatan jenazah/brilio.net 2018 - kurnia putri utomo
Untuk jenazah yang tidak utuh, instalasi ini juga bisa menyambungkan tubuhnya. Semua itu sesuai dengan persetujuan dan permintaan keluarga. Namun pihak instalasi akan menyarankan keputusan terbaik sesuai kondisi jenazah. Ada pun pernah ada kasus khusus, di mana jenazah wajib dimandikan di instalasi ini. Biasanya jenazah yang memiliki riwayat penyakit infeksius.
"Ada SPO yang menyatakan pasien dengan riwayat penyakit infeksius maka harus diadakan perawatan di rumah sakit agar penyakit tidak menular ke masyarakat," ujar Agus. Penyakit infeksius tersebut misalnya AIDS, flu burung, ebola dan lain sebagainya.
Jenazah dengan kasus identifikasi kedokteran forensik juga memiliki perlakuan berbeda. Jenazah harus ditangani oleh dokter spesialis forensik. Ada 3 dokter spesialis forensik RSUP Dr Sardjito. Beberapa dokter juga dibekali ilmu hukum, maka hasil yang dikeluarkan dari hasil forensik cukup untuk menjadi alat bukti hukum.
RA Kusparwati Ika Pristianti (39), dokter spesialis forensik sekaligus Kepala Instalasi Kedokteran Forensik RSUP Dr Sardjito Yogyakarta menjelaskan tugas utama tim forensik ialah mencari tanda-tanda khusus jenazah. Hasil forensik itulah yang disampaikan ke kepolisian.
"Tim forensik kalau mau melakukan penanganan harus ada surat perintah pemeriksaan dari kepolisian," ujar dokter yang akrab disapa Prisa tersebut.
Di instalasi ini juga menyediakan freezer untuk jenazah infeksional serta tanpa identitas. Frezeer ini bisa menyimpan jenazah selama berbulan-bulan, kira-kira 4 bulan. Namun jenazah yang dirawat di instalasi ini paling lama tinggal selama sebulan. Biasanya kondisi jenazah tersebut tanpa identitas.
Beberapa jenazah tanpa identitas juga diberikan pelayanan berupa identifikasi forensik, sesuai perintah pihak berwenang. Identifikasi jenazah tanpa identitas bisa berlangsung sangat lama. "Terutama orok (bayi) yang tanpa identitas, bisa lama banget," sambung Prisa.
Identifikasi forensik paling susah dilakukan pada jenazah yang terbakar. Prisa menceritakan pengalamannya saat menangani jenazah korban letusan Gunung Merapi.
"Korban Gunung Merapi itu paling susah, karena kondisi jenazahnya jadi arang. Sampel DNA juga susah kan, nggak ada pembanding karena satu kampung meninggal," ujas Prisa.
Penanganan jenazah korban bencana biasanya paling memakan banyak tenaga. Instalasi ini paling banyak menangani jenazah saat terjadi tragedi gempa Jogja 2006 silam. Saat itu sekitar 350 jenazah masuk instalasi ini dalam satu hari, hanya dengan tim tidak lebih dari 15 orang. Maka dari itu, instalasi ini sedang memproses SPO untuk korban bencana agar penanganan lebih terkoordinir dengan baik.
Penanganan jenazah massal juga mendapat perilaku berbeda. Semua jenazah harus diberi label. "Ada suatu proses untuk jenazah massal. Harus dilabel dulu. Setelah dilabel, ada urutannya. Nah, yang pertama kali dateng itu yang pertama kali diperiksa," ujar Prisa.
Prisa sudah berpengalaman menangani tragedi jenazah massal, bahkan pengalaman tersebut ia dapatkan saat masih kuliah spesialis di semester pertama.
"Saya sudah menangani banyak jenazah. Mulai dari Merapi 2010, kapal tenggelam di Trenggalek, Sukoi, dan Air Asia," ujar Prisa.
Saat terjadi bencana dengan korban massal, banyak jenazah tidak teridentifikasi agamanya. Wartono, Rohaniawan & Pemulasara Jenazah (57), juga menjelaskan ada prosedur penguburan khusus untuk kasus demikian.
"Untuk jenazah massal akan dikuburkan sesuai dengan agama yang lazim dianut kebanyakan," ujar Wartono.
Sisi lain penanganan jenazah
Saat melakukan penanganan jenazah, terkadang ada hal khusus yang dilakukan oleh tim. Hal tersebut rasanya sulit dipercaya, namun benar-benar terjadi. Wartono mengatakan kerap membaca Alquran ketika berjaga. Pria paruh baya ini mengaku pernah mengalami hal mistis saat pertama berjaga di instalasi ini.
"Saya pernah sekali mengalami. Menemui yang menyerupai teman dan mengajak makan," jelas Wartono.
Prisa pun juga pernah melakukan hal khusus saat sudah buntu dalam menjalankan tugasnya. Kala itu ia melakukan identifikasi forensik namun tak kunjung menemukan penyebab kematian.
"Biasanya kalau pegecekan ulang dan deadlock saya ngomong sama jenazah bantu aku dong, buat kebaikan kamu juga," ujar Prisa. Setelah itu ia bisa menemukan sebab kematian jenazah.
Prisa mengaku tidak pernah mengalami hal mistis. Namun ia mengatakan biasanya anak ko-asistensi (koas) justru yang malah sering mengalami hal mistis.
"Iya kalau koas muda, bercanda dan ada yang tiba-tiba pingsan. Ada yang belum bisa menghargai jenazah," ujar Prisa.
foto: Dari kiri ke kanan Prisa, Agus, Wartono/brilio.net 2018 - kurnia putri utomo
Agus juga menyatakan tim instalasi jarang mengalami hal mistis. Namun orang luar (bukan tenaga di instalasi kedokteran forensik) justru yang pernah mengalaminya. "Pekerja renovasi pernah melihat pas sore. Mereka berdua, melihat wanita menggendong anak sambil menangis," ujar Agus.
Untuk mengurangi kesan ngeri dari instalasi kedokteran forensik, tim Instalasi Kedokteran Forensik RSUP Dr Sardjito mempunyai gagasan unik. Mereka mengecat ruangan perawatan jenazah dengan warna pink. Alhasil ruang perawatan jenazah tidak terkesan suram. Selain itu disediakan taman dan kolam agar keluarga yang berduka bisa sedikit tenteram hatinya.
foto: Kepala Pelayanan Forensik RSUP Dr Sardjito Yogyakarta, Agus Riyanto (48)/brilio.net 2018 - kurnia putri utomo
Saat itu pun brilio.net langsung diajak berkeliling di instalasi ini. Tak seperti yang dibayangkan, ruang penanganan jenazah terlihat seperti ruang lainnya. Tak ada kesan menyeramkan yang seperti dibayangkan masyarakat.
Oleh karena itu, Agus menyampaikan agar masyarakat tak perlu takut atau ragu ke instalasi kedokteran forensik alias kamar mayat. "Apapun yang bersifat penanganan jenazah, kami siap melayani. Masyarakat mari menggunakan fasilitas tersebut" imbau Agus.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar