
TRIBUNJAMBI.COM - Pasukan khusus dari TNI tidak terus menerus terlihat garang, namun tetap terus mematikan bila bertemu musuh.
Kisah itu terjadi saat Timor Leste lepas dari Indonesia tahun 1999 silam.
Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang dulu masih bernama ABRI melancarkan operasi intelijen sebelum melaksanakan operasi militer terbuka.
Guna mempersiapkan operasi intelijen tersebut, Badan Koordinasi Intelijen Negara (Bakin) mendirikan semacam markas (safe house) di Motaain, Belu, NTT yang berfungsi untuk membentuk jaringan dengan kelompok-kelompok pro RI yang ada di Timor Timur.
Petinggi Bakin yang mengendalikan operasi intelijen di Motaain adalah Ketua G-1/Intelijen Hankam, Mayjen Benny Moerdani.
Sebagai tokoh intelijen yang dikenal agresif, meskipun belum ada kepastian kapan operasi militer terbuka ABRI akan dilaksanakan, Mayjen Benny diam-diam menyusupkan personel intelijennya.
Baca: Kisah Pasukan Elit Inggris yang Disekap Kopassus Lewat Jurus Siluman di Hutan Kalimantan
Baca: Misi Pembebasan Sandera oleh Kopassus di Papua dengan Gunakan Peralatan Canggih AS & Singapura
Para personel intelijen yang akan ditugaskan secara sangat rahasia itu dipimpin Kolonel Inf Dading Kalbuadi yang juga komandan pasukan elite Grup-2 Para Komando (Parako) atau Komando Pasukan Sandi Yuda (Kopassanda ).
Kopassanda saat itu bermarkas di Magelang, Jawa Tengah, yang saat ini dikenal dengan Kopassus
Tugas utama Kolonel Dading bersama anak buahnya adalah memasuki wilayah Timor Timur sebagai sukarelawan sekaligus menyamarkan identitas sebagai pasukan elit.
Jika dalam bertugas mereka sampai menimbulkan bentrokan senjata atau bahkan gugur, maka negara tidak akan mengakuinya mengingat status mereka adalah sukarelawan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar