Kamis, 19 Mei 2016

Kisah Pengelola Wisma Lokalisasi Km 17 Balikpapan

WARTA KOTA, JAKARTA - BEKERJA di kawasan lokalisasi tidak pernah terpikirkan Nur Ali (67). Niatnya merantau dari kampung halamannya di Sulawesi ke Kalimantan ingin menjadi pedagang sukses.

Kini Nur Ali menjadi Ketua RT 38 Kelurahan Karang Joang, Balikpapan Utara, tempat keberadaab lokalisasi Lembah Harapan Baru Km 17. AWAL 1980.

Nur Ali mendarat di Bontang bekerja sebagai pedagang kebutuhan bahan pokok yang dipasok dari Sulawesi. Saat ditemui Tribun Kaltim dan TribunKaltim.co di tempat tinggalnya di salah satu wisma di Kompleks Lembah Harapan Baru Kilometer 17, Nur Ali menceritakan perjalanan hidupnya hingga akhirnya terjun ke dunia prostitusi di Kota Balikpapan ini.Ia juga membawa kerbau untuk disewakan menarik balok-balok kayu yang akan dibawa keluar dari hutan.

Saat kapal kembali ke Sulawesi, Ali mengangkut kayu-kayu Kalimantan, seperti jenis Ulin."Apa saja dulu dijual seperti sembako, bahan-bahan pokok yang tidak tidak ada di Kalimantan kita bawa dari Sulawesi termasuk kerbau hidup untuk bantu orang bawa kayu," katanya ditemui di halaman belakang wismanya.

Ternyata usaha yang dijalani tidak bertahan lama. Awalnya mengalami musibah, kapal pengangkut barang-barang dagangan karam. Akibat musibah itu, ia terlilit utang.

"Jadi kapal saya yang biasa bawa barang tenggelam dan tak lama kemudian kerbau juga mati gara-gara banjir jadi situasi itu membuat saya bingung selain usaha saya hancur, utang saya juga menumpuk," ujarnya.

Kesulitan ekonomi tersebut membuatnya keluar dari Bontang menuju Balikpapan. Sesampainya di kota Minyak ia mencoba beberapa profesi seperti kuli bangunan, hansip kemudian satpam.Sampai di Balikpapan saya tinggal berpindah-pindah awal saya di daerah Antasari selanjutnya pindah ke Sidodadi Kampungbaru dan setelah saya bertemu teman lama akhirnya pindah ke Manggar Sari dan saat itu kerja menjadi kuli bangunan.

Tetapi tidak lama karena ia aktif dalam kegiatan masyarakat di sekitar akhirnya saya dipercaya untuk menjadi petugas keamanan.

Gayanya yang dulu cukup modis dan mudah akrab terhadap orang lain ternyata membuat Nur Ali dipercaya sebagian "tamu" yang datang ke Manggar Sari untuk memintanya bantuannya dicarikan "teman kencan".

"Jadi saya dulu walaupun tidak punya uang yang penting gaya dulu, saya orangnya rapi. Terus selama jadi petugas kemanan saya cukup baik dari sisi kinerja sehingga orang juga banyak kenal saya akhirnya mereka kalau mau "jajan" selalu tanya sama saya dan minta carikan,"katanya.

Saking seringnya orang meminta bantuan kepada Nur Ali, ia melihat adanya peluang usaha sehingga ia memanfaatkannya.

"Jadi ini karena terpaksa awalnya. Mau tidak mau, karena malu pulang ke Sulawesi kalau tidak punya uang, maka saya kerjakan ini,?" ujar Ali yang mengaku bercerai dengan istri pertamanya di Sulawesi.

"Saya dulu sampai harus pergi ke Jawa untuk cari "anggota" baru saking permintaannya tinggi itu dulu kalau sekarang kan ada peraturannya kalau bawa orang jadi tidak berani," katanya sambil tertawa.Ternyata aktifitasnya di Manggar Sari tidak bertahan lama,

Pemerintah Kota saat itu ingin menertibkan beberapa lokasi prostitusi di kota untuik dipindahkan ke satu lokasi yakni Kilometer 17.

"Sekitar tahun 1986, semua tempat prostitusi yang ada di kota diminta untuk pindah di satu lokasi yakni Km 17 tetapi saat itu bangunannya belum ada sehingga saya pindah ke kilometer 6 dahulu, setelah bangunan ada baru pindah lagi di kilometer 17," kenangnya.

Tak kurang selama kurun waktu 30 tahun Nur ali tinggal di Kilometer 17 dan melakoni kegiatan yang secara Undang-undang terlarang.

Pahit manis telah Nur Ali Rasakan menjadi penyedia pemuas nafsu tersebut, seperti sekitar tahun 2000-an, jumlah pengunjung mencapi 500 tamu setiap malam hingga membuatnya naik haji pada tahun 2007.

Saat ini setelah pemerintah semakin gencar dalam pemberantasan praktek prostitusi berdampak sangat signifikan bagi pendapatannya.

"Sangat sepi tidak bohong saya, tadi malam saja saya lihat hanya ada 30 tamu, kasian juga anak-anak ini tidak ada uang, makanya pemerintah juga tidak perlu sampai mengerahkan anggota banyak dan anggaran besar untuk usir kita, kondisi seperti ini saja sudah buat kita satu per satu keluar," katanya.

Kondisi terakhir Kompleks Lembah Harapan Baru ada sebanyak 40 wisma yang awalnya dibangun pemerintah lewat CV Sepinggan.

Untuk jumlah penduduk sekitar 70 kepala keluarga dengan sekitar 300 jiwa."Dulu awalnya 25 tapi terbakar satu, satu wisma sekitar ada 15 kamar lah, tetapi sekarang isinya paling hanya satu sampai dua kamar saja orangnya saking sepinya," katanya.

Dengan umur yang sudah kepala 6 sebenarnya Nur Ali sudah tak berniat berkecimpung dalam dunia jual beli nafsu birahi ini.Ia pun beralasan masih bertahan karena ingin memperjuangkan hak mereka yang telah tinggal dilokasi tersebut dan meminta pemerintah memberikan bantuan dalam bentuk program meningkatkan keahlian agar para penghuni bisa beralih ke pekerjaan dibidang lain.

"Kasian juga mereka ini datang ke sini untuk biayai anak mereka di kampung, siapa juga mau kerja seperti ini, karena sudah kepepet situasi ekonomi sulit, seharusnya pemerintah terbuka membuka jalan lewat dialog ajak kita ngobrol agar semua bisa selesai dengan baik, kita paham dengan situasi sekarang tapi paling tidak ada solusi dari pemerintah untuk kita setelah tak lagi ada di tempat ini," katanya.

Ia pun mengaku sudah mulai insyaf setelah menunaikan ibadah haji. "Saya ingin tobat, dan meninggalkan ini, tapi belum tahu kapan." ujarnya.

Mengenai rencana pemerintah menutup secara permanen lokasi prostitusi di Kaltim, Nur Ali mengaku dalam beberapa waktu belakangan ini tidak ada perwakilan pemerintah yang datang sekadar sosialisasi atau aktifitas lainnya.

Dia mengaku tidak mempermasalahkan kalau diminta pindah atau digusur dari Km 17, asalkan didahului proses dialog dan musyarah yang melibatkan para penghuni lokalisasi.

Let's block ads! (Why?)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Incoming Search