
JAKARTA - Saat ini masyarakat dunia luas mengetahui bahwa mata uang resmi milik Republik Indonesia adalah Rupiah. Siapa sangka dibalik keberadaan mata uang kebanggan Indonesia itu memiliki kisah perjuangan yang menarik.
Melansir laman Kemenkeu, Minggu (21/8/2016), lahirnya mata uang Indonesia berawal setelah Indonesia meraih kemerdekaan pada 17 Agustus 1945. Kala itu perekonomian Indonesia masih porak-poranda, dimana inflasi masih melambung tinggi.
Hal itu disebabkan karena adanya tiga buah mata uang yang berlaku, yakni mata uang De Javasche Bank, mata uang pemerintah Hindia Belanda, dan mata uang pendudukan Jepang. Kondisi tersebut juga membuat Dr. Samsi sebagai Menteri Keuangan kala itu harus memutar otak.
Dalam usahanya mencari dana untuk perjuangan RI, Samsi mendapatkan informasi bahwa di dalam Bank Escompto Surabaya tersimpan uang peninggalan pemerintahan Hindia Belanda yang dikuasai Jepang. Kedekatannya dengan pemerintah Jepang memudahkannya untuk melakukan upaya pencairan dana, sehingga dapat digunakan untuk perjuangan.
Namun pada 26 September 1945, Samsi mengundurkan diri dan digantikan oleh AA Maramis. AA Maramis menginstruksikan tim serikat buruh G Kolff selaku tim pencari data untuk menemukan tempat percetakan uang dengan teknologi yang relatif modern. Hasilnya, percetakan G Kolff Jakarta dan Nederlands Indische Mataaalwaren en Emballage Fabrieken (NIMEF) Malang dianggap memenuhi persyaratan.
AA Maramis juga membentuk Panitia Penyelenggaraan Percetakan Uang Kertas Republik Indonesia yang diketuai oleh TBR Sabarudin. Dari situlah awalnya Oeang Republik Indonesia (ORI) pertama berhasil dicetak. Upaya percetakan ORI ini ditangani oleh RAS Winarno dan Joenet Ramli.
Pada 14 November 1945 di masa kabinet Sjahrir I, Menteri keuangan dijabat oleh Mr Sunarjo Kolopaking. Di mengikuti konferensi Ekonomi Februari 1946 yang bertujuan untuk memperoleh kesepakatan yang bulat, dalam rangka menanggulangi masalah produksi dan distribusi makanan, sandang serta status dan administrasi perkebunan-perkebunan.
Namun pada 6 Maret 1946, panglima Allied Forces for Netherlands East Indies (AFNEI) mengumumkan berlakunya uang NICA di daerah yang dikuasai sekutu. Hal ini menyebabkan kabinet Sjahrir berupaya untuk menindaklanjuti pengumuman NICA tersebut untuk mengedarkan ORI. Hanya saja, peredaran ORI tersebut membutuhkan dana.
Kemudian Menteri Keuangan setelahnya Ir. Surachman Tjokroadisurjo melakukan upaya membentuk Program Pinjaman Nasional dengan persetujuan BP-KNIP pada Juli 1946. Dia juga melakukan penembusan blokade dengan diplomasi beras ke India dan mengadakan kontrak dengan perusahaan swasta Amerika yang dirintis oleh para pengusaha Amerika Serikat yang dirintis oleh badan semi pemerintah bernama Banking and Trading Coorporations dibawah pimpinan Soemitro Djojohadikusumo.
Singkat cerita, pada 2 Oktober 1946, Menteri Keuangan kala itu Sjafruddin Prawiranegara, berusaha untuk menerbitkan uang sendiri. Saat itulah emisi pertama uang kertas ORI lahir pada 30 Oktober 1946, yang juga dikenal sebagai Hari Keuangan Republik Indonesia.
Pemerintah Indonesia menyatakan tanggal tersebut sebagai tanggal beredarnya ORI, di mana uang Jepang, uang NICA, dan uang Javasche Bank tidak berlaku lagi. ORI pun diterima dengan perasaan bangga oleh seluruh rakyat Indonesia. Mata uang yang dicetak itu ditandatangani oleh Alexander Andries Maramis. (dng)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar