Laporan Wartawan Pos Kupang, John Taena
POS KUPANG.COM, WAINGAPU -- Selain untuk membungkus dan mengawetkan jenasah, pengrajin tenun ikat Sumba Timur juga dapat mengisahkan proses terjadinya sebuah peristiwa di lingkungan sekitar.
Kematian seorang raja tentu akan menarik perhatian khalayak umum. Banyak orang akan bertanya-tanya dan mencari tau proses kematian sang raja sejak awal hingga saat hendak di makam.
Di Kabupaten Sumba Timur, warga setempat akan memberikan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan itu lewat setiap motif yang diukir pada sebuah tenun'>kain tenun ikat. Mulai dari proses awala kematian hingga menjelang pemakamannya.
"Cerita tentang penguburan raja-raja mulai dari proses awal kematiannya bisa dilukiskan dalam sebuah kain. Motif yang dilukis itu bisa menceritakan," ujar Umbu Rihi (44), warga Kampung Kalu, RT 15, RW 05, Kelurahan Prailius, Kecamatan Kambera, Sumba Timur.
Kepada Pos Kupang.com, di kediamannya, Sabtu (18/3/2017), Rihi mengatakan, proses pembuatan motif tenun'>kain tenun ikat setempat membutuhkan waktu yang cukup lama.
Salah satu faktor penyebabnya adalah penggunaaan bahan alami yang masih tetap dipertahankan hingga saat ini.
"Empat sampai lima bulan baru kita bisa dapat satu kain. Karena memang semua bahan yang digunakan itu alami. Misalnya benang, benang bukan produksi pabrik tapi kita pintal sendiri. Begitupun dengan bahan untuk pewarna itu semua alami," terangnya.
Kain tenun ikat Sumba Timur memiliki banyak nilai, baik itu ekonomis maupun historis. Maka tak heran setiap lembar kain bisa dibanderol hingga lima juta rupiah.
"Kenapa kita pakai bahan alami? Karena tenun'>kain tenun ikat juga kami pakai untuk membungkus dan mengawawetkan jenasah," tandasnya. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar