INI bukanlah teluk. Bukan pula kuala. Tapi ini adalah hamparan samudra biru, nun jauh sampai ke kaki langit. Bagaimanapun, ini adalah cerita tentang alam. Coba dengar suara itu. Debuuurr...debuuuuurrr...bagai bahana guruh yang melanda jauh ke langit. Padahal, itu adalah suara gelombang samudra yang terempas di bibir pantai. Lantas, kisah tentang alam tersebut rangkai merangkai antara kenyataan yang gamblang, dengan legenda lama yang penuh misteri.
Tapi, entahlah itu semua. Yang tampak sekarang adalah gelombang besar mengempas-empas ke bukit batu. Lokasinya, Desa Lubuk Baik, Kecamatan Alafan, Kabupaten Simeulue. Inilah dia sebuah pantai, kawasan wisata Batu Si Ambung-ambung yang menawarkan pesona.
***
Berada di tempat ini, pertama-tama terlihat bukit batu menjorok ke laut. Lalu kaki bukit itu, layiknya anjungan kapal besar menyatu dengan hamparan batu semirip geladak kapal. Ini belum selesai. Hamparan geladak itu yang panjangnya, taruhlah sekitar 40-50 meter, rasanya seibarat "dermaga" pula. Apalagi di ujung dermaga itu terlihat pula seonggok batu lain semirip boat atau tongkang.
Dari jauh, sulit membantah bahwa yang terlihat itu adalah boat yang sedang buang jangkar di ujung dermaga. Baru setelah mendekat, apalagi sudah menginjakkan kaki ke atas geladak alias dermaga itu, semuanya menjadi jelas. Dimulai dari anjungannya si bukit batu, sampai ke geladak sang dermaga. Tentu saja boat tadi menjadi bagian tak terpisahkan pula. Seluruhnya boleh di kata umpama gugus batu di pantai samudra.
Nah, di situlah awalnya. Aroma keajaiban, rangkai-merangkai menjalin bermacam legenda.
Syahdan, menurut kisahnya, adalah seorang putri cantik diculik oleh peri raksasa yang muncul dari dasar laut. Tapi begitulah kemudiannya, muncul seorang pangeran dari sebuah kapal di tengah samudra. Sang pangeran berhasil membunuh raksasa, lantas kemudiannya, pastilah happy ending. Pangeran yang gagah perkasa itu mengawini sang putri. Maka dalam kebahagiaan hidup di kapal, pangeran menetap di pantai itu untuk menjaga rakyat dari kekejaman peri laut. Kisah itu bisa panjang, merentang-rentang sepanjang kepurbaan sejarah. Tak seorang pun bisa menjelaskan, bagaimana duduk perkara sampai kapal itu berubah menjadi batu.
***
Yang jelas, ketika berada di sana, di suatu petang pekan lalu, Batu Si Ambung-ambung menunjukkan pesonanya. Hamparan bukit batu yang menjorok ke samudra luas itu tetap perkasa meski diterpa ombak Samudera Hindia tiada henti. Lantas, beberapa pelawat hari itu, tampak ber-selfie ria di atas hamparan batu.
Kisah-kisah legenda memang bermunculan silih berganti. Tentu saja, membuat Si Ambung-ambung sentiasa diminati. Para pelancong ke Pulau Simeulue tak akan melewatkan kesempatan berkunjung ke sana. Dari kota Sinabang, Batu Si Ambung-ambung bisa dijangkau sekitar dua jam dengan bus umum. Jarak tempuh sekitar 125 km sampai ke lokasi. Sekitar 111 km di antaranya, adalah jalan beraspal mulus, nyaman dan menyenangkan ditempuh.
Walhasil, duduk di tepi pantai Lubuk Baik dalam pesona Batu Si Ambung-ambung petang itu ibarat penyatuan diri dengan alam. Di sini samudra biru, menggelepak ombaknya ke dinding batu, serasa berlayar entah ke mana. Lihatlah jauh ke kaki langit. Ada bianglala melintang kemukus dalam pancaran warna-warni. Terasa sekali, betapa Allah Yang Maha Pencipta senantiasa mencurahkan rahmat-Nya di mana-mana. Begitulah kisah Batu Si Ambung-ambung. (sari muliyasno)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar