Kamis, 22 Desember 2016

Kisah Para Pendeta Kristen Indonesia di Australia

Menyambut Hari Natal 2016, Australia Plus berbicara dengan empat pendeta Kristen asal Indonesia yang sekarang melayani umat di Sydney dan Melbourne.

Menurut data sensus Australia, Kristen adalah salah satu agama yang paling banyak dianut oleh warga Indonesia yang tinggal di Australia.

Di negara bagian Victoria, terdapat sekitar 30 ribu warga Kristen asal Indonesia yang tersebar di 23 gereja. 30 tahun lalu, hanya ada tiga gereja, sehingga jumlah gereja berkembang pesat. Di Sydney, ada sedikitnya 17 gereja Kristen dari berbagai denominasi.

Kebanyakan jemaah gereja adalah warga Indonesia yang menetap maupun mereka yang datang untuk belajar dan bekerja di Australia, sehingga masing-masing gereja menghadapi tantangan tersendiri.

Ayub Yahya and his wife Dewy Christiany
Ayub Yahya dan istrinya Dewy Christiany.(Supplied)
Ayub Yahya, St Andrew's Gardiner Uniting Church, Melbourne

Ayub datang di Melbourne untuk menjadi pendeta bagi St Andrews Gardiner Uniting Church, di Melbourne in 2014.

Melayani jemaah asal Indonesia merupakan hal yang penting bagi Ayub.

"Seumpama memakai kacamata, pendeta asal Indonesia dan jemaat Indonesia yang berada di sini, memakai kacamata yang sama dalam melihat sesuatu. Jadi lebih "nyambung". " katanya kepada wartawan ABC Australia Plus Indonesia, Sastra Wijaya.

Apa perbedaan yang nyata dalam pelayanan di gereja di Melbourne dan gereja di Indonesia?

Waktu menjadi sebuah kemewahan di Melbourne. Dulu di Indonesia di gereja bisa tiap hari rapat, bahkan dalam satu hari bisa tiga atau empat kali rapat. Di sini tidak bisa kebanyakan rapat begitu.

"Pula kondisi hidup sehari-hari berbeda. Di Melbourne semua-semua dilakukan sendiri. Di Indonesia banyak "bala bantuan". Di gereja ada koster, sopir, tenaga administrasi. Begitu juga di rumah jemaat umumnya ada pekerja rumah tangga, suster, sopir. Kondisi demikian berpengaruh besar pada aktivitas gereja".

Meskipun kurangnya 'bala bantuan' di Australia, Ayub terkesan dengan semangat gotong royong yang ditunjukkan oleh jemaat gerejanya di Melbourne. Hal yang menurutnya tidak terlihat di gereja yang berada di kota-kota besar di Indonesia.

Saat acara-acara gereja jemaat membawa masakan masing-masing dari rumah untuk dinikmati bersama setelah kebaktian.Sehabis kegiatan jemaat bekerja sama; nyapu, vacuum, buang sampah.

Yonathan Chandra
Yonathan Chandra.(Supplied)
Yonathan Chandra, Gereja Sidang Baptis Indonesia, Melbourne

Yonathan sudah menjadi pendeta selama lebih dari 20 tahun di Jakarta, sebelum pindah ke Melbourne di tahun 2011. Dia pada awalnya datang menggunakan visa pekerja keagamaan, dengan sponsor dari gereja, dan setelah bekerja selama dua tahun, sekarang adalah permanent residen di Australia. Sebagai pendeta di gereja Sidang Baptis Indonesia - sebuah gereja mandiri - tugas Yonathan adalah memimpin kebaktian setiap minggu, juga persekutuan pemuda, dan perempuan, dan juga mengunjungi jemaah yang sakit.

Dia melihat bahwa pengalaman pelayanannya di Melbourne selama ini sangat positif.

"Saya sudah berada di sini melayani umat selama lima tahun di Australia, dan merasa cocok berada di sini dengan jemaat yang ada."

Pastor Stephen Tanuwijaya addresses Agape Church
Pastor Stephen Tanuwijaya memimpin kebaktian di Agape Church.(Supplied: Flinklupe Productions)
Stephen Tanuwijaya, Agape International Church of Christ, Sydney

Stephen belajar di fakultas kedokteran di Jakarta dan kemudian pindah ke Sydney di tahun 1976 untuk studi lanjutan. Setelah bekerja di bidang patologi selama 18 tahun, dia menjadi pendeta di tahun 1998. Stephen sekarang memimpin Agape International Church of Christ, yang memiliki jemaah sekitar 400-500 orang, dan 150 anak-anak. Jemaah adalah campuran antara warga Indonesia yang sudah menetap di Australia, dan mahasiswa asal Indonesia yang sedang belajar dan bekerja di Sydney.

"Kami mencoba menunjukkan kasih dan perhatian kepada yang lain. Kami berusaha memenuhi semua kebutuhan komunitas Indonesia. "

"Ada banyak kebutuhan mereka. Contohnya, bagi mahasiswa, ada yang mengalami kesepian. Mereka jauh dari orang tua. Mereka perlu teman untuk berbicara. Mereka perlu informasi misalnya mereka menghadapi masalah, kemana harus pergi".

"Bagi keluarga muda, bila mereka menghadapi masalah dalam keluarga, mereka perlu berbicara dengan seseorang."

Dia mengatakan sebagai pendeta yang bisa berbahasa Indonesia merupakan hal yang berharga.

"Mereka yang memiliki masalah harus menyampaikan perasaan mereka kepada yang lain. Bila mereka harus menyampaikan dalam bahasa berbeda dari bahasa ibu mereka, kadang sangat susah."

"Bila orang yang mendekati mereka menggunakan bahasa berbeda, bisa saja mereka mengerti namun mungkin tidak akan menemukan titik yang tepat."

Penekanan pelayanan Agape adalah layanan pastoral sehingga Stephen juga mengunjungi orang-orang asal Indonesia yang sekarang menjalani tahanan di berbagai tempat di New South Wales.

Agape Church in Sydney

Agape Church di Sydney (Supplied: Flinklupe Productions)

Menjadi sahabat dan terbuka adalah sikap pelayanan Agape. Kegiatan gereja mereka termasuk juga 'perjalanan persahabatan' di mana jemaah akan mengundang teman-teman lain untuk berkunjung ke tempat seperti Blue Mountains, Canberra dan Nelson Bay.

"Kami terbuka untuk siapa saja yang datang. Kami mencoba bersahabat dengan mereka, khususnya bagi para pelajar yang jauh dari keluarga mereka. Bila mereka datang untuk bersekutu dalam doa dengan kami, itu artinya mereka merasa seperti di rumah sendiri, dan bukannya berada di tempat asing dimana mereka tidak mengenal siapapun."

Janto Suganda (R) and his wife Diana Witto
Janto Suganda (kanan) dan istrinya Diana Witto. (Supplied)
Janto Suganda, Gereja Rhema, Sydney

Setelah lulus dari fakultas ekonomi di Jakarta, Janto tiba di Sydney di tahun 1997 guna membantu gereja mertua kakak laki-lakinya. Ketika mereka kemudian memutuskan kembali ke Jakarta, Janto tetap tinggal di Sydney dan membuat sebuah gereja baru - Gereja Rhema - di tahun 2004.

Ini memberikan tantangan tersendiri bagi Janto dalam mengelola gereja tersebut dan sekarang Rhema memiliki sekitar 12-20 jemaah yang bertemu setiap seminggu di rumah Janto dan istrinya Diana Witto.

Janto memang lebih menyukai gereja kecil.

"Di gereja rumah, kita bisa berbagi dan lebih terbuka. Ada interaksi timbal balik.- kita bisa berbagi, kita bisa belajar dari yang lain, dan kita bisa menyampaikan rasa kasih kita kepada sesama."

Members of Rhema Church in Sydney

Anggota gereja Rhema Church di Sydney. (Supplied: Janto Suganda)

Simak artikelnya dalam bahasa Inggris di sini

Let's block ads! (Why?)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Incoming Search