Rabu, 14 Desember 2016

Pasukan Garuda I Leave My Heart In Lebanon: Kisah Cinta Biasa dengan Latar Tak Biasa

TABLOIDBINTANG.COM -

Kapten Satria (Rio) di ambang bimbang. Negara memanggilnya untuk terbang ke Lebanon, menjalankan misi perdamaian selama setahun. Kala itu, hubungan Israel dan Lebanon memanas.

Di sisi lain, ia tengah menjalin kasih dengan Diah (Revalina). Hubungan keduanya tinggal selangkah ke pelaminan. Kita tahu sama tahu, apa pun bisa terjadi dalam sehari. Apalagi setahun.

Satria memimpin kumpulan anak bangsa terbaik. Di antaranya, Lettu Arga (Yama) dan Serka Gulamp (Boris), si pencair suasana. Di Lebanon, Satria bertemu dengan Rania (Jowy), seorang guru yang membantu Pasukan Garuda untuk lebih mengenal medan Lebanon.

Ia memiliki banyak murid. Salah satu murid yang istimewa, Salma (Hadijah Shahab). Ia bisa bicara namun tak mau lagi bicara sejak menyaksikan ayahnya meregang nyawa akibat serangan teror.

Di tengah konflik pelik itu, Diah mendapat tekanan dari ibunya (Tri). Ibu sebenarnya tidak merestui Diah dipacari Satria. Ia menilai, menjadi istri tentara hidupnya susah. Maklum, ayah Diah (Deddy) juga tentara. Muncul inisiatif mendekatkan Diah dengan pengusaha muda kaya raya, Andri (Baim). Dan kita dengan mudah tahu, apa yang terjadi dengan alur film ini.

Pasukan Garuda I Leave My Heart In Lebanon kemudian menjadi drama kisah cinta pada umumnya. Kisah cinta biasa. Yang tidak biasa hanyalah latar belakangnya, Lebanon. Benni dan tim naskah sepertinya lebih memilih main aman. Bermain cinta, untuk mendekati penonton ketimbang menitikberatkan pada ngerinya medan di Lebanon. Ya, kita tahu tugas Pasukan Garuda bukan untuk menerbangkan timah panas dan peranti ledak lainnya.

Namun, penggambaran yang lebih detil soal suasana perang, pihak yang bertikai, apa yang diperebutkan, dan dampak perang yang berlarut kurang tergambar jelas. Penggambaran lebih detil penting untuk menanamkan pengertian bahwa panggilan sebagai jurudamai yang diemban Pasukan Garuda sangat penting.

Penggambaran suasana perang mendetail lebih esensial dari sekadar adegan bercocok tanam bersama warga Lebanon, membawa boneka untuk anak yatim, jalan bareng dengan ibu guru cantik, dan salah paham karena foto. Adegan semacam itu terlalu generik untuk judul yang sangat kolosal. Boleh menebar romansa. Tapi, porsi romansa mestinya lebih ditakar mengingat sejak awal film ini mendengungkan semangat menjadi juru damai atas nama negara.

Yang kita lihat disepanjang film, adalah Pasukan Garuda yang membaur dengan warga dan ketar-ketir jika ada roket-roket bertebaran di udara. Usaha penyelamatan, letupan emosi saat mereka bertahan di tengah kecemasan, dan jungkir balik melawan rindu ketika suasana menggenting tidak terpapar detil. Akibatnya, film ini minim emosi. Emosi yang didamba baru muncul di menit akhir. Penantian yang (terlalu) panjang untuk sebuah film.

Akhir film ini sebenarnya cukup dramatis. Di luar dari perkiraan. Dan sejujurnya, mampu menebalkan rasa nasionalisme terlepas dari Anda bercita-cita ingin menjadi tentara atau tidak. Akhir film ini simbol bahwa kepentingan bangsa di atas kepentingan pribadi. Itulah mengapa para tentara nasional patut diberi apresiasi lebih.

Sebagai sebuah pesan, film ini menyampaikan tugasnya dengan baik. Sebagai sebuah karya, apalagi jika dibandingkan dengan produksi TeBe Silalahi Pictures sebelumnya yakni Toba Dreams, film ini menyisakan banyak catatan kritis. Jujur, kualitas dan dramatisasi Toba Dreams jauh lebih membekas di hati jika dibandingkan dengan yang ini.

Silakan tonton dan nilai sendiri.

(wyn/gur)

Let's block ads! (Why?)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Incoming Search