Arah - As-Saadi Mohammad, pengungsi Suriah yang tinggal di tempat penampungan di Yunani tengah menunggu perjalanan ke tempat tinggal baru di Irlandia. Perasaannya bercampur antara harapan dan kekhawatiran.
Mohammad dan keluarganya termasuk segelintir pengungsi yang beruntung diterima satu negara Eropa, sebagai bagian dari program relokasi untuk mengurangi beban Yunani, titik masuk menuju Eropa bagi pengungsi yang menyelamatkan diri dari daerah perang di Timur Tengah.
"Saya gembira dan puas setelah semuanya berjalan lancar. Kami merasa kami dilahirkan kembali. Kami dapat membuat awal baru," kata Mohammad kepada Xinhua.
Rasa cemas telah menghantuinya selama 10 bulan belakangan sejak bergabung dengan migran yang putus-asa untuk sampai ke Eropa pada Februari tahun lalu.
Mohammad dan istri Aldefallah Rwaida adalah guru sekolah di Daraa, kota yang terletak di ujung selatan Suriah yang berbatasan dengan Jordania. Di wilayah itu, konflik antara gerilyawan dan pasukan Pemerintah Suriah menjadi peristiwa rutin.
Mohammad memutuskan pergi demi tiga anak mereka --anak perempuan berusia delapan tahun, Lemar, anak lelaki berumur lima tahun, As-Saadi Souhaeb dan Lotous, anak perempuan berusia 2,5 tahun.
"Kita tak bisa memperkirakan kapan serangan selanjutnya terjadi. Orang takut bahwa seseorang akan melompok dari lorong dan mulai melepaskan tembakan. Jadi, kami memutuskan untuk pergi," kata Mohammad.
Baca Juga:
Identifikasi Korban Kapal Zuhro, Polda Metro Terjunkan Tim DVI
Korban Kapal Zahro Dievakuasi ke 3 RS Ini, Berikut Daftar Namanya
Khawatir dengan keselamatan anak mereka, Mohammad dan keluarganya meninggalkan Daraa pada Februari tahun lalu dan memutuskan ke Eropa. Perjalanan menuju Eropa menjadi perjalanan panjang yang menyakitkan.
Mereka menghabiskan waktu sembilan hari untuk keluar dari Suriah dan mencapai perbatasan Turki dalam kondisi medan berat. Mereka tidak memiliki waktu untuk merasa lelah, kata Mohammad, sebagaimana diberitakan Xinhua --yang dipantau Antara di Jakarta, Senin pagi, untuk keluar dari Suriah.
"Kami takut. Jika militer Suriah menemukan kami, mereka akan memasukkan kami ke dalam penjara, atau jika gerilyawan menemukan kami, mereka akan membuat kami berperang buat mereka," katanya.
Kendati menghadapi kesulitan, Mohammad dan istrinya memiliki tekad kuat.
"Tak ada jalan kembali. Jika kami kembali, hanya ada kematian," katanya.
"Ketika anda meninggalkan tempat gerilyawan dan ISIS berada, anda telah membuat langkah besar. Tak ada alasan untuk kembali," kata Mohammad.
Sambil membawa tas pribadi, mereka melakukan perjalanan pada malam hari dengan jalan kaki. Sementara putri bungsunya berada dalam gendongannya, Mohammad, bersama keluarganya, berjalan 17 jam untuk sampai di perbatasan Turki.
"Di perbatasan Turki, kami ketakutan. Selain kecelakaan, kami takut kepada polisi. Kalau kami tertangkap, mereka akan memulangkan kami. Perjalanan kami akan kembali ke titik nol," kata Mohammad.
Namun sisa perjalanan ke Izmir lebih mudah.
"Di Izmir, kami menghabiskan waktu dua malam di rumah penyelundup untuk menunggu laut tenang agar kami bisa menyeberangi Laut Aegea dan sampai ke satu pulau," kata Mohammad kepada Xinhua.
Mereka mencapai Pulau Chios pada 3 Maret. Karena perbatasan belum ditutup, prosedurnya sangat cepat dan mereka dikirim ke Athena dan pada hari yang sama mereka pergi ke perbatasan Yunani Utara di Idomeni.
Saat negara Balkan secara bertahap menutup perbatasan mereka untuk pengungsi, Mohammad dan keluarganya bersama ribuan pengungsi lain dibiarkan terjebak di Yunani.
Mereka mula-mula dikirim ke satu kamp pengungsi di Yunani Utara, di Diavata selama beberapa bulan.
"Udara membeku. Kami hanya memiliki lima selimut. Kami tinggal di peti kemas tanpa penghangat ruangan. Udara dingin datang melalui lubang. Harus berdekatan agar hangat. Selama musim panas, udara panas, dan kami keluar dan berlindung di bawah pohon atas merasa lebih baik," katanya.
Berita Terkait:
Takut Dibom, Masyarakat Suriah Tolak Pembangunan Rumah Sakit
Rusia Umumkan Gencatan Senjata Di Aleppo Suriah
Pemberontak Suriah Tembus Kepungan di Aleppo
Rusia dan Tiongkok Tolak Usulan Gencatan Senjata PBB di Aleppo
500.000 Anak Hidup Terkepung di Suriah, Ini Seruan UNICEF
FOTO: Asa Pengungsi Menggugat Dunia
This article passed through the Full-Text RSS service - if this is your content and you're reading it on someone else's site, please read the FAQ at fivefilters.org/content-only/faq.php#publishers.
Recommended article: The Guardian's Summary of Julian Assange's Interview Went Viral and Was Completely False.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar